SURAT DARI RANTAU

Merantau yang Tak Terduga di Negara Gajah Putih

Aulia Amirah Anugrah | CNN Indonesia
Minggu, 04 Jul 2021 13:07 WIB
Perjalanan merantau ke Thailand menjadi pengalaman yang tak terduga bagi saya.
Pemandangan Kuil Wat Arun dan Sungai Chao Praya di Bangkok. Thailand. (iStockphoto/southtownboy)
Bangkok, CNN Indonesia --

Banyak orang yang meninggalkan pekerjaannya di kampung halamannya untuk bekerja di luar negeri. Tapi, saya justru merantau ke negeri tetangga karena belum juga mendapat pekerjaan di negeri sendiri.

Saat ini saya berkarier sebagai guru taman kanak-kanak (TK) di salah satu sekolah di Bangkok, Thailand. Saya sudah bermukim di sini sejak tahun 2018.

Tapi ini bukan kali pertama saya menginjakkan kaki di Negara Gajah Putih, karena selama kuliah di Yogyakarta saya sempat menjadi anggota relawan pengajar di daerah pelosoknya pada tahun 2016. Berkat program itu juga saya akhirnya mendapat kesempatan bekerja tetap di sini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Karena sudah pernah ke Thailand sebelumnya, jadi sebenarnya tidak banyak ekspektasi berlebihan mengenai negara kerajaan ini.

Hanya saja salah satu ekspektasi saya yang tidak terwujud karena pandemi virus Corona ialah pulang ke kampung halaman saya di Makassar.

Hidup mandiri dalam perantauan sudah saya lakukan sejak duduk di bangku SMP hingga terakhir saat kuliah. Setelah rampung kuliah di Yogyakarta, sama sekali tidak terbersit di pikiran saya untuk mencari kerja di luar negeri, karena yang ada di benak saya saat itu ialah ingin pulang ke Makassar dan mencari kerja di sana.

Menjelang rampungnya skripsi, saya mencoba mengirim lamaran menjadi guru bahasa Inggris di berbagai sekolah di Tanah Air. Mungkin saya kurang beruntung, karena lamaran saya tidak mendapat panggilan. Tapi rezeki berkata lain, saya malah diajak mengajar di Thailand.

Keluarga juga mendukung karier saya di luar negeri. Bagi mereka, selagi saya saya masih muda dan belum berkeluarga sebaiknya kejar cita-cita setinggi langit, daripada hanya berdiam di Indonesia menjadi pengangguran.

Saya mensyukuri dukungan mereka, apalagi di tengah pandemi virus Corona saat ini, di mana banyak kondisi pemutusan hubungan kerja di mana-mana.

Jadi guru tentu saja tidak mudah, karena selain mengajari murid kita juga masih harus mengajari diri kita sendiri. Mengajar anak TK juga lebih "menantang", karena mereka masih dalam masa pertumbuhan. Salah ajar bisa berakibat mereka salah menerka tentang sesuatu.

Tapi jam terbang saat praktek memang dibutuhkan, jadi tidak hanya teori semata. Kita harus mencoba melakukannya, jangan hanya terbatas dari cara-cara yang dipelajari saat di bangku kuliah.

Kegiatan Aulia Amira Anugrah di Thailand.Penulis saat berkegiatan di sekolahnya di Bangkok, Thailand. (Arsip Aulia Amirah Anugrah)

Semangat belajar tinggi

Saya cukup kaget dengan semangat belajar anak-anak Thailand. Bukan hanya di sekolah internasional saja, bahkan saat saya masih jadi relawan di daerah.

Mereka sangat percaya diri. Dari menunjuk tangan menjawab pertanyaan sampai bernyanyi di muka kelas. Dari sekadar menyapa sampai mengajak gurunya berbincang, bahkan dalam bahasa Inggris yang sederhana.

Guru di sekolah saya diajari untuk membiasakan murid berbicara bahasa Inggris. Khusus murid TK yang durasi belajarnya tiga tahun, kami diminta untuk tidak terlalu memikirkan soal tata bahasanya. Cukup memberi mereka apresiasi yang sudah mau berbahasa Inggris. Jadi sering kali saya berbincang topik yang tidak nyambung dengan anak murid saya hehe...

Muslimah di Thailand

Saya satu-satunya pemeluk agama Islam di sekolah. Selebihnya mereka memeluk Buddha, agama mayoritas, atau Kristen.

Meski mengenakan hijab, saya masih merasa diterima di sini. Mereka juga mengizinkan saya untuk menunaikan ibadah salat di ruang UKS sekolah. Begitu juga dengan cuti hari raya besar, seperti Idulfitri dan Iduladha.

Hanya saja, anak-anak murid saya yang mungkin jarang melihat perempuan berhijab. Beberapa dari mereka ada yang melirik malu-malu, sampai ada yang mengelus kerudung saya sambil bertanya "Ini apa?" dengan mukanya yang polos. Saya lalu menjawab dengan penjelasan yang sederhana, sehingga mereka mengerti bahwa hijab merupakan pakaian seorang wanita yang memeluk agama Islam.

Hampir empat tahun saya tinggal di Thailand tapi saya sama sekali belum menguasai bahasanya. Memang banyak penduduk yang cukup fasih berbahasa Inggris, tapi kalau sudah ke pasar tradisional atau hendak menemukan nama jalan, biasanya saya mengandalkan gambar, Google Translate dan Google Maps.

Oh iya, peraturan di sekolah juga tidak mengizinkan guru berbincang bahasa Thailand dengan muridnya, sehingga mereka tidak malas untuk berbahasa Inggris.

Untuk berbincang dengan orang tua murid, biasanya guru asing bakal ditemani oleh guru asisten yang notabene warga negara Thailand. Mereka akan menjadi perantara selama perbincangan.

Tapi seingat saya, saya jarang sekali berinteraksi dengan orang tua murid, kecuali ada hal yang sangat penting untuk disampaikan.

Artikel ini masih berlanjut ke halaman berikutnya...

Merantau yang Tak Terduga di Negara Gajah Putih

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER