Cara Jelaskan Arti Kematian pada Anak saat Pandemi Covid-19

CNN Indonesia
Jumat, 09 Jul 2021 18:00 WIB
Kehilangan orang terkasih saat pandemi Covid-19 tentu bukan hal yang mudah, termasuk bagi anak-anak. Lalu, bagaimana memberi penjelasan dan pendampingan?
Kehilangan orang terkasih saat pandemi Covid-19 tentu bukan hal yang mudah, termasuk bagi anak-anak. Lalu, bagaimana memberi penjelasan dan pendampingan? (iStockphoto)
Jakarta, CNN Indonesia --

Pandemi Covid-19 membuat sejumlah anak kehilangan orang tua atau saudaranya. Kehilangan orang terkasih tentu bukan hal yang mudah, termasuk bagi anak-anak.

Banyak dari anak-anak yang masih belum memahami arti kematian dan kehilangan. Apalagi bila mereka kehilangan anggota keluarga tercinta dan kabar duka cita secara berturut-turut.

Lalu, bagaimana cara menjelaskan arti kematian pada anak yang kehilangan karena pandemi Covid-19?

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Psikolog Anak dan Keluarga, Sani Budiantini Hermawan, kematian bersifat abstrak sehingga sulit untuk dijelaskan kepada anak-anak.

Meski demikian, orang terdekat tetap perlu memberikan penjelasan sederhana yang mudah dimengerti anak.

"Memberikan penjelasan kematian pada anak memang tidak mudah, karena ini sifatnya abstrak. Namun kita bisa memberikan penjelasan secara sederhana bahwa orang yang dikasihi sudah bersama Tuhan di alam yang berbeda," kata Sani, seperti dikutip HaiBunda.

Lebih lanjut, orang terdekat juga dapat menjelaskan ke anak bahwa dia masih bisa terhubung dengan orang yang sudah meninggal. Caranya dengan berdoa atau mendoakan orang tersebut.

"Kita masih bisa berhubungan melalui doa atau mendoakannya, sehingga anak merasa tetap terhubung dengan orang-orang terdekat yang sudah meninggal," ujar Sani.

Cara lain untuk menguatkan anak adalah dengan mendampinginya. Selama masa berkabung, sebagai keluarga atau kerabat terdekat bisa tetap mengajak anak untuk beraktivitas seperti biasa.

Jangan lupa untuk memberikan ruang pada anak untuk melakukan hal yang dia suka. Namun, jangan memaksa mereka untuk berhenti bersedih.

"Mental anak memang perlu dikuatkan salah satunya dengan mendampingi dan mengajak mereka untuk melakukan yang mereka suka. Jadi berikan mereka ruang untuk bersedih, tapi sekaligus menemani mereka dan tetap mengajak mereka berkegiatan, walaupun belum stabil karena masih ada kesedihan tadi," ungkap Sani.

Selain penjelasan, tetap perlu memberikan pendampingan. Sani mengatakan, keluarga tidak boleh mengabaikan rasa sedih yang dialami anak saat berduka. Apabila anak didampingi dan didengarkan kesedihannya, maka dia akan merasa tenang.

"Kita perlu membangun support system di mana keluarga atau orang terdekat senantiasa mendampingi atau mau mendengarkan curhat dan rasa sedihnya. Jangan pernah di-ignore atau denied karena perasaan dan kesedihan mereka pasti valid," ujar Sani.

"Paling penting adalah mau mendengar cerita mereka dan memvalidasi bahwa perasaan itu memang yang dirasakan. Kalau sudah tervalidasi, itu justru menenangkan perasaannya," sambungnya.

Sani juga menyampaikan, orang terdekat jangan pula mengatakan pada anak bahwa menangis atau sedih itu sama seperti tidak beragama. Perlu pemahaman bahwa hal ini berbeda, karena sedih adalah gejala normal yang terjadi ketika seseorang kehilangan dan butuh waktu untuk memproses peristiwa ini.

Fase berkabung yang terberat ketika kehilangan orang tercinta biasanya dimulai 1 sampai 3 bulan. Di bulan ke-6, kebanyakan orang sudah bisa menerimanya, meski kesedihan masih bisa berlangsung sampai 1 hingga 3 tahun.

"Biasanya 1 sampai 3 bulan pertama adalah yang terberat, terkadang susah tidur, tidak mau makan, tidak mau melakukan kegiatan apa pun, dan kadang memiliki ciri seperti orang depresi. Saat sudah seperti itu, dianjurkan ke psikolog atau psikiatri untuk mediasi," ujar Sani.

Klik di sini untuk halaman selanjutnya.

(agn)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER