Perbedaan Anak yang Tantrum Biasa dengan Tantrum karena Stres

CNN Indonesia
Senin, 09 Agu 2021 10:57 WIB
Psikolog anak dan keluarga Samantha Elsener menjelaskan perbedaan anak yang tantrum biasa dengan tantrum karena stres. (Foto: iStockphoto)
Jakarta, CNN Indonesia --

Pasangan selebriti Hamish Daud dan Raisa kerap merasa kebingungan saat menenangkan anak mereka, Zalina (2,5 tahun) ketika sedang tantrum. Hamish mengaku sulit mengetahui perbedaan anak yang tantrum biasa dengan tantrum karena stres.

"Dia nangis lebih dari setengah jam. Itu bikin bingung. Saya berusaha bilang 'Bapak mau bantu Zalina, tapi Bapak enggak tahu Zalina nangis kenapa," kata Hamish dalam bincang virtual bersama Good Doctor, beberapa waktu lalu.

Psikolog anak dan keluarga Samantha Elsener menjelaskan anak usia balita yakni 1-4 tahun memang kerap tantrum. Samantha menjelaskan terdapat perbedaan anak yang tantrum biasa dengan tantrum karena stres.

Samantha menyebut tantrum normalnya hanya berlangsung 10-15 menit.

"Kalau anak nangis di atas 20 menit atau 30 menit lebih, itu bukan tantrum biasa tapi bisa ada lonjakan emosional atau sensory meltdown (saat sensori terlalu banyak dan anak memberikan reaksi berlebih)," kata Samantha dalam kesempatan yang sama.

Samantha menjelaskan anak yang tantrum karena stres bisa dikenali dari perubahan perilakunya.

Berikut perubahan perilaku pada anak yang tantrum karena stres:

Saat mengalami perubahan perilaku ini, Samantha menyarankan agar orang tua untuk mengambil langkah cepat.

"Orang tua sebaiknya cari info terus, yang valid tentang parenting. Kalau merasa kurang, mohon jadwalkan konsultasi dengan para ahlinya biar penanganannya sesuai. Kadang kita enggak bisa membedakan lho misal, anak dianggap speak delay, telat bicara. Padahal setelah dicek, anak ini bisa ngomong tapi dia diam karena cemas, terjadi sesuatu lalu mutisme. Anak diam, enggak mau interaksi," jelas Samantha.

Untuk mengatasi anak yang tantrum dan sulit mengekspresikan emosi mereka, Samantha menyarankan orang tua untuk menggunakan kartu ekspresi. Beri anak kartu yang dilengkapi dengan sejumlah ekspresi. Minta anak menunjuk kartu tertentu yang mewakili perasaan mereka.

Selain itu, Samantha juga menyarankan agar orang tua memperbanyak pelukan pada anak. Dia merekomendasikan untuk memeluk anak setidaknya 8 kali dalam sehari selama 20 detik tiap pelukan. Pelukan akan membantu anak menurunkan ketegangan atau tekanan yang dirasakan.

"Skin to skin contact akan meningkatkan hormon oksitosin sehingga anak merasa aman. Enggak harus gendong dia, tapi kita bisa menepuk punggung, memegang tangannya agar anak merasa aman. Kita koneksi dulu dengan anak, baru koreksi perilaku dia," kata Samantha.

(els/ptj)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK