Aktivis lingkungan hidup Bengkulu yang tergabung dalam Konsorsium Bentang Alam Seblat, mengatakan keberadaan tambang batu bara di daerah itu menjadi ancaman nyata bagi habitat gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus).
Anggota Konsorsium Bentang Alam Seblat, Ali Akbar di Bengkulu, Jumat (13/8) mengatakan, salah satu habitat gajah Sumatera yang terancam karena aktivitas tambang batu bara yakni di kawasan Bentang Alam Seblat di Kabupaten Bengkulu Utara dan Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu.
"Bentang Alam Seblat tidak lepas dari ancaman yang setiap tahun terus meningkat terutama industri ekstraktif batu bara. Contoh nyata dengan keberadaan salah satu perusahaan yang sampai saat ini izin usaha pertambangan produksinya masih belum dicabut Menteri ESDM, padahal Bentang Alam Seblat bukan untuk tambang batu bara tapi untuk kehidupan makhluk hidup termasuk gajah," kata Ali, seperti yang dikutip dari ANTARA.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Ali, sebagai hewan yang dilindungi, gajah Sumatera memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan berada pada posisi sebagai konsumen tingkat satu pemakan tumbuhan (herbivora).
"Apabila populasi gajah Sumatera berkurang, maka jaringan makanan serta keseimbangan ekosistem terganggu," lanjutnya.
Populasi gajah Sumatera pada 2017 diperkirakan sekitar 1.694-2.038 individu, yang berhabitat di tujuh provinsi, meliputi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, dan Lampung.
Jumlah tersebut "diam-diam" semakin berkurang akibat konflik dengan manusia.
Sementara itu, masih mengutip data dari WWF, populasi gajah Afrika (Loxodonta africana) yang tersebar di benua Afrika juga terus menurun selama 25 tahun terakhir, dan kini hanya tersisa sekitar 410 ribu individu.
Sementara itu, anggota Lingkar Inisiatif Indonesia, Edwin Ravinki menyebut berdasarkan data yang diperoleh dari hasil patroli rutin yang dilakukan dalam dua tahun terakhir ditemukan fakta jika habitat gajah terus beralih fungsi dan terjadi penyempitan.
Parahnya lagi, dalam kurun waktu dua tahun terakhir pihaknya menemukan empat ekor bangkai gajah Sumatera dalam keadaan membusuk di dalam hutan.
Temuan ini disinyalir erat kaitannya dengan terus menyempitnya habitat gajah.
![]() |
"Perburuan dan kerusakan habitat menjadi ancaman terbesar keberlanjutan hidup gajah Sumatera di Bengkulu. Kami menemukan fakta bahwa habitat gajah ini terus menyempit," ujar Edwin.
Kepala Resort PLG Seblat, Mustadin menilai tantangan mempertahankan habitat gajah Sumatera di kawasan Bentang Seblat semakin hari semakin sulit karena berhadapan dengan kepentingan perusahaan besar.
Ia berharap upaya perlindungan demi kelestarian ekosistem dan habitat gajah Sumatera di kawasan Bentang Seblat ini mendapat perhatian dari banyak pihak.
"Maka dari itu kita mengajak seluruh pihak bersama-sama melindungi habitat dan masa depan gajah. Saat ini tantangannya semakin sulit, pihak lain banyak yang berkepentingan namun bertentangan dengan keselamatan gajah," kata Mustadin.
Sebelumnya, dalam memperingati Hari Gajah Sedunia tahun ini, anggota Konsorsium Bentang Alam Seblat menggelar aksi simpatik dengan membentangkan spanduk raksasa berisi pesan penyelamatan gajah Sumatera dari ancaman pertambangan batu bara di wilayah Bentang Seblat, Bengkulu.
Spanduk bertuliskan 'Coal Kill Elephant, Seblat Landscape for Future' dibentangkan para aktivis dan pawang gajah bersama tiga ekor gajah Sumatera di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Seblat di Kabupaten Bengkulu Utara.