Jakarta, CNN Indonesia --
Bekerja sebagai pramugari sebelumnya memberi Mitra Amirzadeh kebebasan untuk menjelajahi dunia -- dari rumahnya di Florida ke berbagai destinasi termasuk Kenya, Prancis, dan Spanyol.
Saat pandemi virus corona melanda dunia, Amirzadeh merasa kenikmatan menjadi pramugari berkurang.
Sekarang tugasnya terbatas pada penerbangan domestik Amerika Serikat. Tak hanya harus bekerja keras menerapkan protokol kesehatan pencegahan Covid-19, ia juga harus menghadapi lebih banyak kasus penumpang tantrum.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya bekerja seperti pengasuh anak, yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya," kata Amirzadeh yang bekerja untuk maskapai penerbangan murah di Negara Paman Sam, seperti yang dikutip dari CNN.
"Bahkan penumpang anak lebih sopan ketimbang penumpang dewasa," lanjutnya.
Hal sama juga dialami Putri (bukan nama sebenarnya), pramugari dari salah satu maskapai di Indonesia.
Jika mengecek dokumen syarat penerbangan bukanlah tugasnya, di atas awan ia harus "memanjangkan sabar" untuk mengingatkan penumpangnya agar memakai masker dan menjaga jarak.
"Mungkin bisa dibilang lebih banyak penumpang rese selama pandemi. Kebanyakan dari mereka anak muda atau orang tua yang termakan hoaks mengenai konspirasi virus corona, sampai yang merasa tidak akan pernah tertular jika telah vaksin," ujarnya kepada CNNIndonesia.com pada pekan lalu.
"Pekerjaan jadi sangat melelahkan," lanjutnya.
Tapi apa daya, Amirzadeh dan Putri tetap harus melanjutkan tugasnya demi membuat dapur rumah terus mengepul. Ditambah lagi saat ini ada banyak pemutusan hubungan kerja, jadi ketika masih diminta bekerja tentu saja menjadi keuntungan yang tak boleh disia-siakan.
Kasus meningkat
Drama penumpang pesawat yang terjadi di Indonesia selama pandemi virus corona mulai dari kasus pemalsuan dokumen perjalanan sampai penolakan mengenakan masker.
Jika di Tanah Air drama ini biasanya berakhir dengan pemanggilan polisi atau "pengadilan netizen di media sosial" - yang berujung permohonan maaf sembari menangis termehek-mehek, maka kasus di Amerika Serikat ditangani lebih serius dengan pemberian denda.
Data dari Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) menunjukkan insiden penumpang tantrum meningkat dari tahun 2012 hingga 2015.
Peningkatan kasus ini sering dikaitkan dengan kabin pesawat yang semakin penuh, dengan peningkatan pemeriksaan keamanan dan proses yang menambah tingkat stres penumpang.
Artikel ini masih berlanjut ke halaman berikutnya...
Alkohol juga merupakan faktor penyebab penumpang menjadi kurang ajar di pesawat -- para pelancong minum-minum sejak dari bandara dan tak diketahui awak pesawat. Setelah pesawat lepas landas, semua kekacauan terjadi.
Tapi tak semua kasus tercatat. Bahkan catatan IATA akan berbeda dengan milik FAA.
Sepanjang tahun ini, Administrasi Penerbangan Federal (FAA) mengatakan telah mengeluarkan denda lebih dari US$1 juta untuk penumpang yang nakal.
Denda tersebut kebanyakan diberikan kepada penumpang yang melanggar protokol pencegahan virus corona, mulai dari perkelahian secara verbal hingga fisik. Tak hanya kepada sesama penumpang, terkadang pramugari, pramugara, sampai pilot juga jadi korbannya.
Pada 2019 hanya ada 146 kasus penumpang tantrum yang diinvestigasi FAA. Dan tahun 2021 jumlahnya naik menjadi 727.
"Banyak kasus yang terjadi hanya gara-gara masker. Ada penumpang yang menganggap masker sebagai simbol politik, padahal mereka harus memakainya. Ini sangat konyol," kata Amirzadeh.
Pencegahan
Kru kabin, yang didominasi kaum wanita, kini harus tambah waspada untuk menangani "bayi-bayi besar" yang "merengek saat diminta mengenakan masker" dalam kesibukan penerbangan pascapandemi.
Adu ngotot mengenai aturan memakai masker menambah daftar panjang kasus di dalam pesawat yang harus dihadapi pramugari, seperti kasus penumpang cabul dan mabuk.
Putri mengatakan kalau maskapainya sudah memberikan pelatihan mengenai penanganan penumpang yang berbuat onar di dalam penerbangan.
Namun demi keamanan prosedur ia tidak bisa menjelaskan secara rinci apa saja tahapannya.
"Kru di gate biasanya sudah mencatat penumpang-penumpang yang perlu "diberi perhatian khusus", karena kemungkinan ada saja pelaku kejahatan yang melakukan penerbangan. Catatan itu lalu dibagi kepada kru di kabin," kata Putri.
Kalau drama terjadi sebelum pesawat lepas landas, Putri akan langsung menghubungi pilot yang lalu akan menghubungi pihak keamanan bandara untuk mengamankan sang penumpang. Akibatnya, penerbangan jadi tertunda.
Jika kasusnya terjadi di atas langit, ia dan kawan-kawannya akan memisahkan sang penumpang dan menahannya di bangku, lalu diproses dengan hukum setempat setelah pesawat mendarat di destinasi.
"Pernah melihat berita viral di luar negeri saat penumpang diikat sabuk pengaman karena mengamuk? Itu bisa saja terjadi," ujar Putri.
Pelatihan fisik untuk kru kabin sebagai upaya mencegah tindakan kriminal dalam penerbangan juga telah diberikan di Amerika Serikat, yang dimulai sejak serangan teroris 9/11.
Mereka juga dilatih "membaca situasi dan mengenali pelaku". Misalnya kalau ada seorang gadis berpakaian lusuh dan bermuka cemas yang pergi bersama orang-orang yang sepertinya tak akrab dengannya, kemungkinan besar ia korban penculikan atau perdagangan manusia.
"Khusus kasus masker, kru kabin memang tak bisa memaksa penumpang. Kami hanya bisa mengingatkannya secara persuasif. Tapi tiket pulangnya akan kami cancel dan kasusnya akan kami laporkan ke FAA," kata Amirzadeh.
Kru bandara dan pesawat nyatanya memang tak ingin membuat repot pelancong. Semua aturan yang diterapkan semata hanyalah untuk keselamatan dan kenyamanan penumpang, sehingga penumpang bisa ikut membantu lancarnya penerbangan dengan semudah menaati aturan.
Baik saat duduk di kelas utama atau di kelas ekonomi, jangan lupa ucapkan tiga kalimat sakti; tolong, permisi, dan terima kasih, yang nyatanya bisa menghapus sedikit kelelahan kru yang bertugas.
Selama bukan di pesawat pribadi, berarti Anda bukan satu-satunya penumpang yang harus dilayani. Jadi harap bersabar dan semoga selamat sampai tujuan.