Jakarta, CNN Indonesia --
Kawasan Cikini di Jakarta Pusat tak bisa dilepaskan dari sosok Raden Saleh Sjarif Boestaman (1807-1880), pelukis beraliran naturalis, seniman serba bisa sekaligus pecinta satwa. Nama Raden Saleh lalu diabadikan menjadi salah satu nama jalan di kawasan Cikini.
Sekitar tahun 1950-an, seniman kelahiran Semarang, Jawa Tengah, dan keturunan Arab itu pulang ke Indonesia usai mengembara di Eropa. Raden Saleh kemudian membeli tanah yang luas di kawasan yang kini bernama Cikini. Konon, lahan miliknya itu terbentang dari Rumah Sakit PGI sampai Taman Ismail Marzuki (TIM).
Sebelum menjadi RS PGI Cikini, dulu bangunan dan lahan seluas 5,6 hektare itu merupakan rumah yang ditinggali oleh Raden Saleh. Arkeolog dari Universitas Indonesia, Candrian Attahiyat, menyebut arsitektur rumahnya itu dirancang sendiri olehnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Raden Saleh memang dikenal sebagai sosok yang nyentrik. Ia tak punya latar belakang pendidikan arsitektur, namun ia belajar dari nol. Selain lukisan, Raden Saleh senang mengamati arsitektur, dari tradisional sampai modern.
Kecintaannya terhadap arsitektur itu bisa dilihat dari bangunan yang pernah dirancangnya, termasuk rumahnya sendiri.
"Karena modal jatuh cinta dengan bangunan-bangunan akhirnya di bangunannya ada gaya pendopo, ada gaya Jawa, ada gaya Gotik, ada gaya Moor, campur-campur. Karena dia orang Arab, dia terapkan gaya Moor yang dicampur dengan gaya Gotik, yang notabene banyak di kawasan Vatikan atau Nasrani," kata Candrian kepada CNNIndonesia.com beberapa waktu yang lalu.
 Tim konservasi menemukan dua foto yang menangkap Raden Saleh berdiri di balkon dan saat bersama karyawan rumahnya. (Dok. PDA) |
Dari luar, rumah Raden Saleh memang terlihat megah dan klasik bak istana. Rumah itu terdiri dari dua lantai berwarna krem dengan atap yang runcing. Sebelum pintu masuk, ada sekitar sembilan anak tangga dengan keramik berwarna merah bata. Kemudian, pintunya menjulang tinggi dan penuh dengan ornamen.
Saat CNNIndonesia.com mendatanginya langsung, bekas rumah Raden Saleh itu memang sudah terlihat tua. Cat rumahnya usang dan beberapa bagian atap sampingnya terlihat rapuh. Rumah itu kini menjadi bagian dari RS PGI Cikini dan masih digunakan untuk rapat direksi.
"Rumahnya Raden Saleh lebih tua daripada gereja yang ada di belakangnya. Nah pas di rumah sakit itu, lebih muda rumah sakitnya," kata salah satu pegawai RS PGI Cikini yang ditemui.
Artikel ini masih berlanjut ke halaman berikutnya...
Selain rumah megah, Raden Saleh juga terkenal dengan kebun binatangnya. Sebagai pecinta satwa, ia menuangkannya kecintaannya itu ke dalam lukisan-lukisannya, hingga membangun sendiri kebun binatang.
Konon, di dalam kebun binatangnya itu, satwa peliharaannya sangat banyak, bahkan sampai satwa liar pun ada. Banyak warga yang penasaran dan tak jarang berkunjung ke kebun binatang Raden Saleh.
Tahun 1864, Saleh menghibahkan kebun binatangnya itu untuk dikelola oleh perhimpunan penyayang Flora dan Fauna Batavia (Culturele Vereniging Planten en Dierentuin at Batavia). Kebun binatang itu kemudian diberi nama "Planten en Dierentuin" yang artinya "Tanaman dan Kebun Binatang."
Setelah Indonesia merdeka, nama tersebut diganti dengan nama Indonesia, yaitu 'Kebun Binatang Cikini.' Kebun Binatang Cikini kemudian diambil alih oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Tahun 1966, Pemprov DKI memindahkan kebun binatang tersebut ke daerah Ragunan, Jakarta Selatan, dengan lahan yang dua kali lebih luas.
 Daun pintu yang cukup lebar dengan ornamen ukiran kediaman Raden Saleh di kompleks Rumah Sakit PGI Cikini, Jakarta. (CNN Indonesia/Safir Makki) |
Bekas kebun binatang di Cikini itu kemudian disulap oleh Ali Sadikin saat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta menjadi Taman Ismail Marzuki (TIM). Tempat itu digunakan sebagai ruang budaya sekaligus kompleks kampus seni Institut Kesenian Jakarta. Cikini jadi semakin dikenal sebagai wisata perkotaan dengan daya pikat seninya.
"Ali Sadikin mengubah kebun binatang menjadi TIM, itu sudah sangat mengubah wajah Cikini," kata Candrian.
Puluhan tahun berdiri, TIM direvitalisasi oleh Pemrov DKI Jakarta sejak 20 Juli 2019 lalu. Sampai saat ini, revitalisasi itu masih berlangsung. Beberapa bangunan seperti Gedung Graha Bhakti Budaya (GBB) turut dibongkar untuk kemudian dibangun kembali.
Di sisi lain, lahan warisan Raden Saleh di Cikini juga dikait-kaitkan sebagai aborsi. Konon, di Jalan Raden Saleh terdapat banyak klinik yang membuka praktik aborsi sejak 1982.
Praktik yang dilakukan klinik guram tersebut amat berbahaya, sehingga keberadaannya sering menjadi incaran polisi. Terakhir pada tahun 2020, salah satu klinik yang membuka praktik aborsi disidak oleh Polda Metro Jaya. Sebanyak 17 orang ditangkap saat itu, beberapa di antaranya adalah tenaga medis.
Sangatlah disayangkan jika kecintaan Raden Saleh akan seni dan satwa pada akhirnya diberi imaji yang buruk terhadap kasus kriminal yang terjadi tanah peninggalannya.
 Makam Raden Saleh di Jalan Pahlawan, Gang Raden Saleh, Bogor, Jawa Barat. (CNN Indonesia/Safir Makki) |