A TO Z

Waspada Preeklamsia, 'Silent Killer' Ibu-ibu Hamil

CNN Indonesia
Rabu, 27 Okt 2021 07:33 WIB
Ibu-ibu hamil disarankan untuk tetap waspada pada preeklamsia sekalipun catatan kehamilan terlihat berjalan normal. Apa itu preeklamsia ?
Preeklamsia menyumbang 76ribu kematian ibu dan kematian 500ribu janin di dunia tiap tahun(StockSnap/Freestocks.org)

Gejala preeklamsia

Preeklamsia memiliki spektrum luas mulai dari tanpa gejala hingga gejala berat. Menurut Aditya, sebanyak 80 persen kasus preeklamsia tidak menunjukkan gejala. Hasil cek tensi terakhir bagus, ibu tidak mengalami keluhan berarti tetapi tiba-tiba tekanan darah meroket bak 'silent killer'.

Sedangkan pada kasus dengan gejala, hingga kini belum ada kategori pasti gejala ringan sampai berat. Namun umumnya gejala preeklamsia antara lain sebagai berikut.

1. Sakit kepala
2. Pandangan kabur
3. Tekanan darah tinggi
4. Kenaikan berat badan lebih cepat
5. Protein dalam urine
6. Bengkak pada tangan dan kaki berlebihan

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apa yang bisa dilakukan?

Preeklamsia hingga kini belum ditemukan terapi definitif. Jika ingin menurunkan tekanan darah, bayi harus dilahirkan. Aditya menurunkan ini kerap menimbulkan keraguan di kalangan tenaga medis.

"Yang repot itu [preeklamsia] sebelum 9 bulan, kalau dilahirkan, bayinya prematur. Ada keraguan di klinis untuk memastikan waktu yang tepat [untuk dilahirkan] mau saat ini atau ditunda. Ditunda itu harapannya memberikan waktu biar bayinya lebih sehat. Di sisi lain ada risiko ke ibu," jelasnya.

Melihat risiko preeklamsia

Preeklamsia menyumbang 76ribu kematian ibu dan kematian 500ribu janin di dunia tiap tahun. Aditya menambahkan laporan Riskesdas 2010 menunjukkan ada 32 persen kematian ibu akibat hipertensi dan sebanyak 20 persen akibat pendarahan.

Preeklamsia pun memberikan aneka konsekuensi pada ibu maupun bayi, yakni:

1. Kelahiran prematur

Karena tekanan darah ibu tinggi, bayi terpaksa dilahirkan sebelum waktunya atau prematur. Bayi yang lahir prematur membawa konsekuensi baik jangka pendek maupun jangka panjang. Saat bayi bisa bertahan hidup, risiko jangka panjang biasanya menyangkut kondisi kesehatan anak ke depan di usia 30-40 tahun.

2. Kematian janin

Preeklamsia bisa merenggut nyawa bayi sehingga kondisi ini tidak hanya menyangkut ibu.

3. Berat badan lahir rendah

Bayi tidak memiliki kesempatan lebih lama di rahim sehingga lahir dalam kondisi berat badan kurang. Konsekuensi jangka pendek, tentu bayi harus dirawat intensif (NICU). Kemudian jangka panjang, ada risiko mengalami diabetes, obesitas atau kelainan kardiovaskular.

4. Solusio plasenta

Solusio plasenta artinya plasenta lepas sebelum waktunya. Normalnya, plasenta lepas setelah bayi lahir. Namun karena preeklamsia, plasenta lepas sebelum waktunya dan ini bisa berbahaya buat janin. Solusio plasenta juga berisiko menimbulkan pendarahan hebat pada ibu.

5. Eklamsia (kejang)

Ibu bisa mengalami kejang sehingga harus menjalani perawatan intensif.

Deteksi Dini lewat Biomarker sFlt-1 dan PlGF

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2 3
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER