Jakarta, CNN Indonesia --
Tak ada kata menyerah dan kalah dalam kamus, Th. A. Laksitarini alias Ririn ketika divonis menderita kanker payudara. Dia memilih untuk terus maju, menjalani serangkaian terapi demi menakhlukkan kanker payudara.
Masih terngiang omelan seorang dokter onkologi yang menangani penyakitnya.
"Kenapa kok baru diperiksakan sekarang?" katanya menirukan sang dokter.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yah saya manut (ikut) sama dokternya [mau bagaimana selanjutnya]."
Sebenarnya ia mulai curiga dengan benjolan kecil di payudara sebelah kanan. Begitu pandemi melanda di Maret 2020, masalah benjolan ini pun terlupakan dengan hiruk-pikuk Covid-19. Ada rasa cemas jika harus berkunjung ke rumah sakit untuk periksa.
Ditambah, saat itu Ririn dan sang anak sempat terpapar Covid-19 sehingga harus isolasi mandiri (isoman). Tidak ada gejala serius saat itu, tetapi ia merasa benjolan di payudaranya makin berkembang dan mengeras.
"Mulai terasa nyut-nyutan. Ketahuan sama suami, Mayang [anak saya], lalu langsung diantar ke dokter awal September 2021," katanya.
Ia merasa cemas akan apa yang akan dihadapinya. Dalam perjalanannya, ia sampai menemui tiga dokter onkologi untuk menemukan solusi terbaik.
Dokter pertama langsung menjadwalkan pengangkatan karena benjolan mengarah ke keganasan. Merasa tidak puas, ia mencari second opinion ke dokter lain dari rumah sakit yang sama. Pemeriksaan memang lebih teliti dengan kesimpulan serupa. Hanya saja sang dokter tidak berani menangani karena sudah ada dokter pertama yang ambil bagian.
Baru dokter ketiga yang dirasa Ririn lebih cocok. Ririn berkata sang dokter sedikit marah karena dirinya tidak langsung cek saat menemukan benjolan tahun lalu. Meski demikian, dokter satu ini memberikan penjelasan lebih halus dan membuatnya lebih nyaman dibanding dokter-dokter sebelumnya.
Perjuangan Ririn masih berlanjut di halaman selanjutnya...
Kemoterapi pertama
Sebagai langkah awal, Ririn menjalani prosedur biopsi atau pengambilan jaringan. Dari hasil pemeriksaan patologi ditanyakan kanker sudah grade 3. Namun, lanjutnya, dokter tidak serta merta mengagendakan pengangkatan atau pembedahan.
"Dokternya ngomong kalau mau diterapi, nanti kemoterapi dulu, jadi enggak langsung diangkat," katanya.
Dia menambahkan kemoterapi akan berlangsung setidaknya 5-6 kali baru dilihat lagi perkembangannya. Kemoterapi pertama dijadwalkan September 2021, tepat seminggu setelah biopsi. Lewat terapi ini, obat disuntikkan ke dalam tubuh lewat infus.
"Sempat cemas, kata orang-orang itu dimasukin cairan, rasanya panas. Ternyata kemoterapi, saya merasa baik-baik saja, seperti diinfus, enggak ada keluhan, mual atau yang gimana-gimana," ujar Ririn.
Seminggu setelah kemoterapi, ia kontrol ke dokter. Kemoterapi berikutnya dijadwalkan 3 minggu lagi. Selama menunggu jadwal kemoterapi berikutnya, kondisi Ririn terus dipantau termasuk kondisi hasil cek laboratorium darah.
Akan tetapi, seminggu setelah kemoterapi kadar leukosit drop. Saat jumlah standar leukosit dalam darah sebanyak 4.000, Ririn hanya sekitar 1.000. Mau tidak mau ia harus menginap di rumah sakit. Pun ia menerima 'bonus' diabetes melitus.
"Ternyata glukosa naik, ketahuan dari saat kontrol. Selama perawatan tiap hari cek, kadar gula darah memang naik turun. Kadang di bawah 100, kadang di atas 150. Pas pertama masuk perawatan sampai 300," ucapnya.
Kadar leukosit yang tipis bisa membahayakan kondisi pasien. Pasien bisa rentan terkena infeksi atau penyakit lain karena imunnya menurun. Ririn harus dirawat untuk menaikkan kadar leukositnya. Baru setelah kadarnya naik sekitar 3.600, ia diperbolehkan pulang.
Tiga minggu setelah kemoterapi pertama, ia sudah melalui kemoterapi kedua di 8 Oktober 2021 kemarin.
"Yang kedua ini badan agak meriang, tapi masih bisa diatasi. Selera makan masih bagus, enggak mual, cuma efeknya ke rambut, setelah kemoterapi pertama rontok," imbuhnya.
Sementara menghadapi kanker payudara, Ririn juga mulai hidup dengan diabetes melitus. Ia harus benar-benar menjaga pola makan. Dokter menyarankan untuk menghindari makanan berlemak, mengurangi konsumsi nasi, menyisipkan sayuran pada menu makan harian serta menyantap tiga lauk yang terdiri dari 2 lauk protein hewani dan 1 lauk protein nabati demi menjaga sistem imun tetap kuat.
Buah juga wajib dikonsumsi tetapi disarankan menghindari buah-buahan bergetah seperti kelengkeng, durian, rambutan, serta buah beralkohol misalnya anggur. Ia juga harus rela mengurangi kue-kue, kukis, deret makanan manis favoritnya. "Kalau semua enggak boleh, ya drop [stres]," ujarnya.
Untuk obat jalan terfokus pada diabetes melitus. Ia dibekali suntikan insulin. Sang suami, FX. Nanang Gary, yang didapuk menyuntikkan insulin.
Perjalanan bersama kanker payudara memang belum selesai, malah bisa dibilang masih panjang. Namun dukungan dan semangat dari keluarga membuatnya senantiasa berani dan kuat.
"Yang bikin semangat, terus terang keluarga. Mereka sangat mendukung. Suami, anak-anak. [Dibilangin] saya enggak boleh capek. Apa ya, yang saya kerjakan masak. Kalau badan lagi enggak enak ya sudah seadanya," ujarnya.
"Mayang tuh ngomelin terus, ngingetin."
Walau belum pasti, ia mengamati kondisi benjolan pada payudara mengecil setelah dua kali kemoterapi. Rasa sakitnya banyak berkurang. Hanya saja kadang rasa sakit timbul saat tubuh terlalu lelah atau mungkin salah konsumsi makanan.
Kondisi tubuh memang tak seperti dulu lagi. Efek kemoterapi membuat tubuh mudah lelah, tidak nyaman, plus rambut rontok. Namun Ririn cuek saja. Ia mengenakan scarf ke manapun ia pergi.
"Saya semangat, makin kuat, keluarga mendukung. Teman-teman satu alumni juga support, mendoakan. Itu makin membuat saya semangat," kata Ririn sumringah.
[Gambas:Photo CNN]