Syarat Teman Jadi Partner Bisnis: Jago Keterampilan Konflik

CNN Indonesia
Kamis, 21 Okt 2021 16:52 WIB
Kata orang, jangan berbisnis dengan teman dekat karena uang dan bisnis tak kenal saudara atau teman. Salah sedikit bertengkar dan bubar. Benarkah?
Kata orang, jangan berbisnis dengan teman dekat karena uang dan bisnis tak kenal saudara atau teman. Salah sedikit bertengkar dan bubar. Benarkah? (iStockphoto)
Jakarta, CNN Indonesia --

Kata orang, saat traveling dan berbisnis, Anda bakal lihat sifat asli seseorang. Kata orang juga, jangan berbisnis dengan teman dekat karena uang dan bisnis tak kenal saudara atau teman. Salah sedikit bisa sensi dan bisnis tak lancar lalu bertengkar dan bubar. Benarkah?

Jawabannya tidak melulu seperti itu, buktinya, ada banyak pebisnis sukses Indonesia yang justru sukses bermitra dengan kawan bahkan pasangannya. 

Melihat perkembangan Anomali Coffee, Anda tidak akan menyangka duo pendirinya, Irvan Helmi dan Muhammad Abgari dulunya bukan kawan karib. Semasa menempuh pendidikan sekolah menengah, Irvan berkata dirinya dan Agam, panggilan akrab Abgari, malah kerap bertengkar.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami kuliah terpisah. Baru pas mau bangun bisnis, [terpikir] enaknya sama Agam. Dia orangnya bisa melihat peluang, realistis. Saya idealis, pengen jual sesuatu yang berhubungan dengan kesukaan pribadi," ujar Irvan dalam gelaran Shopeepay Talk, Selasa (19/10).

Hanya saja, keduanya memiliki tujuan sama. Agam, lanjut Irvan, percaya bahwa rangkaian mimpi-mimpi dari pemikiran idealis dirinya bisa diwujudkan. Konflik demi konflik memang tidak bisa dihindari. Dalam bisnis, ia juga bekerjasama dengan sang kakak. Namun konflik dengan kakak sendiri jelas berbeda saat berkonflik dengan teman yang datang dari latar belakang berbeda.

Karena dibesarkan di keluarga yang sama, konflik dengan sang kakak lebih banyak menyoal setuju atau tidak setuju akan satu gagasan. Sedang dengan Agam, keduanya lebih banyak berseberangan soal ide.

"Kami saling challenge ide. Saya serang ide Agam di depan manajemen [begitu pula sebaliknya]. Tapi ketika ide dia atau saya yang terpakai, tidak ada klaim ide, itu keputusan berdua. Ide itu enggak ada yang dimiliki, tapi usaha yang dimiliki," katanya.

Situasi berbeda dihadapi Helga Angelina Tjahjadi, salah satu pendiri Burgreens. Saat melalui masa pacaran dengan suami sekaligus partner bisnisnya, Max Mandias, konflik terbilang minim. Max si penggemar junk food dan daging mulai berkenalan dengan pola makan nabati karena Helga. Seolah ada panggilan yang sama, Helga memutuskan untuk kembali ke Indonesia untuk mewujudkan ide bisnis bersama Max.

Konflik mulai terasa justru saat keduanya mengerjakan Burgreens. Helga mengakui, gaya kerja dirinya dan Max berbeda. Ia begitu realistis, ada tujuan, timeline jelas, juga rencana matang, sedangkan Max adalah orang yang idealis, penuh spontanitas, dan melakukan sesuatu sesuai kata hati.

"Selama 2 tahun tuh saya udah mau balik ke Belanda. Capek banget. Bisnis sudah sesuai passion tapi konflik terus. Sempat mau batal nikah. Dari situ kami berpikir [saling evaluasi]," kata Helga dalam kesempatan serupa.

Evaluasi tidak untuk saling menyalahkan tetapi untuk menemukan sisi-sisi dari pasangan sekaligus rekan bisnis yang dirasa kurang cocok dan perlu diperbaiki. Helga memperbaiki cara berkomunikasinya yang terlalu 'direct' dan nyaris tanpa filter. Max pun belajar untuk bekerja lebih sistematis dan tidak sporadis. Kemudian ada kesepakatan bersama dan mencoba sistem kerja baru selama 6 bulan. Max menangani kitchen innovation dan Helga di bagian pengembangan bisnis.

"Bagaimana kami memperlakukan satu sama lain, ada meeting manajemen agar objektif dan profesional. Konflik pun minim, kami tahu kapan pakai topi partner bisnis, di rumah ya kami pasangan," imbuhnya.

Bangun bisnis, perlu keterampilan berkonflik

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER