Penggunaan kembali kaleng kue dapat membangkitkan kenangan baru, daripada makanan di dalamnya.
Salah satunya, kritikus film Carlos Aguilar yang mengungkit fenomena universal bahwa kebanyakan anak-anak yang hendak membuka kaleng Royal Dansk terkejut dan kecewa lantaran bukan kaleng itu bukan berisi kue, melainkan perlengkapan menjahit.
Kaleng Royal Dansk, bak Cool Whip, wadah yogurt Dannon, dan stoples selai Bonne Maman menjadi tenar justru setelah isi aslinya habis. Kaleng-kaleng itu tidak hanya berujung sebagai 'sampah', tapi digunakan secara terus menerus.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pegiat kuliner sekaligus kreator #Humblebragdiet Folu Akinkuotu saat melihat kaleng Royal Dansk, dia tidak memikirkan kue, tetapi ingatan saat ibunya mengajarinya cara menjahit kancing.
Bak taupe dari Country Crock menyebar, dengan gambaran nostalgia mereka dari lumbung, mengingatkannya tentang bagaimana keluarganya menggunakannya untuk menyimpan sisa nasi jollof dan sup egusi.
Lihat Juga : |
Wadah Country Crock, kata Akinkuotu, terbukti sangat fungsional. Dalam buletinnya, ia menulis tentang makanan ringan yang disebut Unsnackable.
"Wadahnya tidak memudar bahkan setelah dicuci berkali-kali, bahkan setelah microwave beberapa kali, atau disebarkan dari keluarga ke keluarga."
"Saya memiliki hubungan dengan wadahnya," katanya, "bukan dengan produk itu sendiri."
Kaleng-kaleng kue yang digunakan kembali bisa dibilang sudah menjadi benda yang dielu-elukan atau totem budaya pop. Hal itu dipengaruhi oleh semangat do it home yang belakangan digaungkan sejak pandemi virus covid-19 melanda dunia. Penggunaan kembali kaleng kini menjadi sesuatu yang lumrah.
Dalam film Pixar 2020 "Soul," misalnya, sebuah kaleng kue Royal Dansk berisi perlengkapan menjahit berada di toko penjahit ibu sang protagonis.
Mindy Kaling dan Kamala Harris (saat itu menjadi calon presiden) menceritakan bagaimana orang tua mereka menyimpan rempah-rempah di stoples kopi instan Taster's Choice.
Lihat Juga : |
Pada bulan Oktober, novelis Rachel Khong akan memulai podcast berjudul "Sampah/Harta Karun"; setiap episode akan membahas bagaimana wadah tertentu dibuat, dan cara penggunaannya kembali.
Di seluruh media sosial, penggunaan kembali kaleng kue telah menjadi bagian dari wacana budaya. Orang-orang menyadari bahwa itu merupakan sebuah kekhasan dan harus disebarluaskan.
Penggunaan kembali kaleng sebelum menjadi budaya pop
Seorang peneliti, Jonathan Asher menyebut, industri makanan kemasan Amerika seperti yang kita kenal muncul pada akhir abad ke-19. Pada saat Depresi Hebat, penggunaan kembali wadah yang dibeli di toko telah menjadi cara yang populer untuk menghemat uang dan meregangkan makanan.
Lihat Juga : |
Deva Hazarika, 49, mengatakan bahwa ketika dia tumbuh besar di Houston, dia tidak tahu banyak keluarga yang membeli Tupperware, Rubbermaid, atau produk penyimpanan bermerek lainnya. Sedangkan untuk wadah makanan, katanya, hanya segelintir yang didesain dengan baik dan tersedia luas, serta hadir dengan produk yang murah.
Tuan Hazarika, yang telah mendirikan beberapa perusahaan rintisan perangkat lunak bisnis di San Francisco, menyukai kaleng Royal Dansk. Ia menilai kelang itu memiliki "keanggunan palsu" dan "berkelas". Dia menggunakannya untuk menyimpan perlengkapan sekolah.
Namun, saat itu, juru bicara Royal Dansk berkata, perlengkapan menjahit rumah adalah penggunaan paling populer untuk kaleng kue. Praktik ini menjadi umum selama Perang Dunia II, ketika orang didorong untuk menggunakan kembali bahan sebanyak mungkin.
(yul/agt)