Jejak Pariwisata Bali, dari 'Kepungan' Instagramable sampai Pandemi
Perkembangan wisata Bali terlihat sangat pesat. Meskipun, jika dilihat lebih rinci lagi, jalannya tak selalu mulus.
Banyak faktor yang berpengaruh pada dinamika perkembangannya, mulai dari bencana alam sampai teror. Tapi, Bali selalu punya cara keluar dari keterpurukan itu.
Bagi warga asli atau paling tidak, orang yang tinggal di Bali dalam jangka waktu lama, perubahan itu merupakan momen yang tak terlupakan.
Bagi Rizal Tandjung misalnya. Peselancar profesional ini sudah tinggal di Bali sejak 1976, ketika umurnya satu tahun. Ingatannya soal Bali tempo dulu masih melekat sampai sekarang.
Ia ingat betul, saat umurnya lima tahun, Pantai Kuta masih sangat sepi. Belum ada hotel di sana-sini, bahkan jalanan pun belum ada yang diaspal.
Tidak hanya di Kuta, pria ini juga mengatakan bahwa beberapa pantai populer di Bali, seperti di kawasan Legian, Uluwatu, bahkan Canggu pun masih sepi turis.
"Pantai Kuta itu dulu sepi sekali, mungkin lebih banyak pohon kelapanya. Ada hotel, tapi konsepnya homestay," cerita Rizal kepada CNNIndonesia.com saat dihubungi pada beberapa hari yang lalu.
Rizal memang sudah getol berselancar dengan kakaknya sejak usia delapan tahun. Hampir setiap hari pergi ke pantai, tanpa harus antre untuk bergantian menunggangi ombak.
Tapi satu dekade kemudian, pariwisata berkembang pesat. Pantai-pantai yang dulu sepi mulai ramai oleh wisatawan domestik dan mancanegara. Area Pantai Kuta lebih dulu "dikepung" hotel, restoran, tempat oleh-oleh, sampai tempat spa.
"Boomingnya di tahun segitu, 2000-an. Hotel-hotel apa semua. Dari tahun 1990-an sampai early 2000 cepat banget," kata Rizal.
"Salah satu daerah yang paling berkembang Kuta waktu itu ya. Berkembang drastis, sampai rasanya areanya full banget," lanjutnya.
Rizal menggambarkan, sejak hotel dan hostel mulai bermunculan, peselancar dalam negeri maupun mancanegara semakin banyak yang berdatangan ke Bali. Tak hanya di Pantai Kuta, skena surfing mulai meluas hingga ke Pantai Keramas sampai Pantai Medewi.
Wisatawan mancanegara, kata Rizal, biasanya berdatangan saat musim dingin. Bulan-bulan Juni sampai September, peselancar dari Amerika, Australia, Eropa, Jepang, dan Taiwan pelesir ke Bali mencari matahari.
Artikel ini masih berlanjut ke halaman berikutnya...