Cemas Orang Tua dan Drama 'Bocah Pandemi' yang Mulai Sekolah

CNN Indonesia
Minggu, 24 Jul 2022 14:24 WIB
'Bocah-bocah pandemi' memulai masa sekolahnya. Banyak drama yang terjadi, banyak juga 'peer' yang dimiliki orang tua.
Ilustrasi. Saat 'bocah pandemi' mulai memasuki sekolah, banyak drama yang terjadi. (Istockphoto/Nadezhda1906)

Di hari kedua, Chandini lebih banyak bengong tanpa interaksi. "Bengong aja dia, kayak ngantuk gitu," ujar Gloria.

Setiap kali gurunya bicara, Chandini bengong dan ogah berinteraksi dengan teman lainnya. Sampai ada satu waktu saat anak lainnya mengganggu Chandini, menggoyang-goyangkan bangku hingga si buah hati sadar dan terlihat kesal.

"Untungnya dia [Chandini] enggak ngambek, cuma masih ngeliatin aja gitu," kata Gloria.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ini juga sebenarnya yang dikhawatirkan Gloria. Apalagi mulai pekan depan orang tua dilarang mendampingi sampai ke depan kelas. Gloria takut anaknya diganggu anak lain seperti kemarin.

Dia pun terus memberikan wejangan pada Chandini, bahwa perilaku-perilaku seperti itu harus dilawan. Entah itu dengan cara melaporkannya ke guru atau melawan anak tersebut secara langsung.

"Saya selalu bilang ke dia, kalau ada yang nakal laporin atau lawan. Tapi jangan sampai dia duluan yang jadi pengganggu," kata Gloria.

Butuh Usaha Lebih

Kondisi ini membuat banyak orang tua harus berusaha ekstra. Utamanya, untuk meningkatkan kemampuan anak dalam kehidupan sosial.

Artis Putri Titian percaya bahwa masalah kurangnya kemampuan berinteraksi bocah pandemi ini bisa diatasi.

Iago, anak bungsunya yang baru berusia 3,5 tahun, juga memasuki hari pertama sekolahnya pada pekan lalu. Iago tumbuh di masa pandemi. Ia tak banyak bersosialisasi dengan dunia luar.

Preschool child in classroom.Ilustrasi. Orang tua butuh usaha ekstra untuk memberikan banyak stimulasi sosial untuk anak. (Istockphoto/nilimage)

Saat memasuki masa transisi seperti sekarang, Tian--sapaan akrab Putri Titian--mengaku kerap kesulitan. Pasalnya, karena Iago tumbuh jadi anak yang susah bergaul.

"Dia, tuh, jadi susah ketemu orang baru, jadi lebih pemalu. Susah, deh, interaksi dengan orang. Makanya di sekolah juga gitu," kata Tian dalam sebuah webinar.

Meski begitu, Tian berusaha membuat anaknya tumbuh normal walau harus melawan pandemi. Jadi bocah pandemi memang sulit, tapi itu harusnya bisa diatasi.

"Ya, terus aja dilatih. Pas awal sekolah memang takut, kepikiran mulu. Tapi, ya, ibunya, ayahnya jangan stres soalnya itu ngaruh ke anak juga," kata dia.

Usaha ekstra yang hampir sama juga dilakukan Dita. Ia sadar bahwa sebagai orang tua dari 'bocah pandemi', dirinya harus punya cara-cara kreatif untuk meningkatkan kemampuan sosial si buah hati.

Dita berpikir keras bagaimana caranya agar Fano bisa merasa happy saat pergi ke sekolah.

"Saya sampai sekarang, sih, masih berusaha ngasih pengertian sama anak. Supaya dia, tuh, pergi ke sekolah dengan happy," kata dia.

Salah satu contoh nyatanya, Dita berencana untuk berkonsultasi dan berdiskusi dengan guru di sekolah. Maksud hati, ingin mencari solusi dari apa yang dialami Fano.

"Saya, tuh, pengin nanti guru bisa ngasih project buat Fano. Project yang memungkinkan Fano happy ke sekolah dan mungkin juga bisa dibikin berkelompok bareng teman-temannya," ujar Dita.

Menjadi orang tua dari 'bocah pandemi' memang bukan perkara mudah. Ada segudang 'peer' yang harus dikerjakan.

Namun, bukan berarti itu tak mungkin. Anak tetap bisa melewati proses tumbuh kembang dengan baik lewat berbagai usaha yang dilakukan orang tua.

(tst/asr)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER