Film lainnya adalah
Lemantun. Kisah sedih sudah mewarnai pembukaan film karya Wregas Bhanuteja itu. Film diawali adegan seorang ibu yang bersiap memberi warisan kepada lima anaknya.
Lemantun boleh jadi sekadar tugas akhir Wregas di Institut Kesenian Jakarta. Namun, ia ternyata tidak membuatnya setengah-setengah.
Berbekal skrip dialog yang ringan, kekeluargaan, serta akrab, ia sukses membuat penonton tidak beranjak selama 15 menit pemutaran film. Skenario dan ceritanya diwarnai canda yang berbaur dengan haru.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Warisan sang ibunda yang hanya berupa lemari, mungkin membuat penonton bingung karena tidak menggambarkan maksud Wrega secara gamblang. Namun, di situlah letak filosofis dari filmnya.
"Lemari itu ibarat rahim sang ibu. Kadang kita merasakan ingin kembali ke masa kecil di saat tidak perlu khawatir akan menjalani hidup, sama seperti kadang ingin kembali kepada ibu kita karena pada ibu kitalah kita menemukan ketenangan," kata Wrega kepada CNN Indonesia usai rilis film pendeknya di XXI Short Film Festival, Epicentrum, Jakarta, Rabu (18/3).
Wrega memfilmkan kisah yang terinspirasi dari kejadian nyata tersebut dengan cukup baik. Semua emosi muncul secara pas, membuat film itu tepat dibilang menyentuh, tapi tidak cengeng.
Alumnus IKJ yang baru saja menjadi delegasi Indonesia dalam International Berlin Film Festival atau Berlinale lalu itu menggambarkan perspektifnya mengenai film pendek yang berasal dari kisah sehari-hari, namun memiliki filosofi yang dalam dan ditunjukkan secara tersirat.
(rsa/vga)