Tak Harus Berlatar Luar Negeri untuk Dilirik Penerbit Asing

Rizky Sekar Afrisia | CNN Indonesia
Sabtu, 02 Mei 2015 16:06 WIB
Ada pertanyaan, apakah buku Indonesia harus berlatar asing untuk mudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris atau lainnya?
Ayu Utami dan salah satu buku karyanya. (ANTARA FOTO/Dodo Karundeng)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pulang, tentang seorang eksil politik Indonesia yang “terjebak” di Perancis. Saman, soal pelarian seorang aktivis pada masa 1998 yang diceritakan perempuan Indonesia di New York.

Ada sebuah benang merah antara dua cerita yang ditulis Leila S. Chudori dan Ayu Utami itu. Keduanya sama-sama berlatar asing. Satu di Perancis dan satu lagi di Amerika Serikat, meski keduanya menceritakan tokoh Indonesia.

Kesamaan lain, keduanya sukses pula diterjemahkan ke dalam bahasa asing. Dari situ muncul pertanyaan, apakah buku Indonesia harus berlatar asing untuk mudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris atau lainnya?

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ditemui di Galeri Nasional, Kamis (30/4) pada CNN Indonesia Ayu Utami menegaskan latar asing bukan rumus saklek di dunia perbukuan.

“Bukan konten. Kalau ngomong pasar, itu enggak satu selera. Mereka beragam,” kata Ayu. Ada pasar buku anak, travel, muslim, termasuk sastra. Soal isi, penerbit bisa menawarkan macam-macam, tidak monoton.

Yang terpenting bagi Ayu, harus ada materi berbahasa asing yang bisa diakses oleh orang yang tidak berbahasa Indonesia. Artinya, harus ada usaha penerjemahan buku yang masif.

“Di negara lain, ada komite yang memilih buku yang mutunya paling bagus dari berbagai jenis konten. Itu yang diterjemahkan lebih dulu,” katanya menerangkan. Indonesia belum memiliki itu. Padahal menurut Ayu, ia menemukan banyak penulis bagus di Indonesia.

Ayu, Leila, atau juga Andrea Hirata, Eka Kurniawan, Ahmad Tohari, dan Agustinus Wibowo termasuk yang beruntung mendapat akses untuk bukunya diterjemahkan ke luar negeri. Tapi kata Ayu, itu kasus individual.

Masih banyak penulis yang kesulitan mendapat akses, padahal mereka bisa mewakili Indonesia di mata dunia. Mereka tidak dikenal karena karyanya hanya dibaca di dalam negeri.

“Saya, Leila pada suatu zaman mungkin sudah tidak perlu dibantu lagi. Tapi banyak penulis kita. Pemerintah harus membuat komite independen untuk membantu penulis-penulis yang tidak dapat akses itu,” ucap mantan Wajah Femina itu tegas.

(rsa/rsa)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER