Jakarta, CNN Indonesia -- Amerika sudah dijelajahi Arifin Putra untuk syuting
Supernova: Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh. Berlin pun sudah ia kuasai saat menghadiri
workshop akting bersama ratusan sineas dari seluruh dunia. Kini, giliran Belanda dan Praha yang ia kunjungi.
Sekitar tiga minggu Arifin di sana, melakukan pengambilan gambar bersama tiga aktor lain seperti Abimana Aryasatya, Chicco Jerikho, dan Ge Pamungkas serta aktris Tatjana Saphira. Kelimanya memerankan mahasiswa Indonesia yang sedang kuliah di negeri mantan kompeni itu.
Arifin sendiri memerankan karakter Banjar, seorang anak pengusaha bawang yang tertantang melanjutkan kuliah S2. Meninggalkan posisi mapan di sebuah perusahaan rokok di Jakarta, dengan biaya sendiri Banjar ke Belanda.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berkunjung ke kantor redaksi CNN Indonesia, Arifin menceritakan pengalaman lucunya selama pengambilan gambar di sana. Salah satunya, saat ia sedang beradegan fisik dengan seorang aktor lokal. "Masalah kita kan di bahasa, karena dia pakai bahasa Belanda. Tapi setiap saya ngomong, dia selalu, 'Ha? Ha?' kayak enggak dengar," ujar Arifin bercerita.
Mulanya ia mengira bahasa Inggrisnya terlalu jelek bahkan untuk didengar oleh orang asing. Tapi ternyata, Arifin mendapati fakta yang mencengangkan. "Ternyata dia memang budek. Jadi dia pakai alat pendengar, kalau lagi fighting dilepas. Jadi dia enggak dengar apa-apa," ucap bintang The Raid 2: Berandal itu.
Syuting dengan kru asing bukan hal baru bagi Arifin. Tapi di Belanda, ia harus kembali beradaptasi. Soal jam, terutama. "Mereka kaku banget soal itu," katanya. Hari pertama datang 23 April lalu, tim produksi langsung syuting. Tapi, mereka terlambat sekitar sejam.
Meski keterlambatan disebabkan masalah bagasi di bandara, pihak penyewa gedung tidak mau tahu. "Waktu kalian tinggal 45 menit ya," ucap Arifin menirukan sang penyewa. Padahal, mereka punya banyak adegan yang harus dilakukan di sana. Mau tak mau mereka pun utang adegan.
"Itu pun disiplin sekali. Setiap lima menit mereka ingatkan, waktu tinggal berapa lama," ujar aktor 28 tahun itu sambil tertawa.
Bukan hanya itu, ia juga pernah terlantar karena kedisiplinan jam. Suatu kali, cerita Arifin, syutingnya molor sampai setengah atau satu jam. Saat lelah dan ingin pulang, ternyata mobil jemputan tidak ada di tempat. "Sudah jamnya pulang, mereka pulang," katanya.
Produser film pun terpaksa mengulur waktu dengan mengajak ngobrol para pemain, sementara tim lain menyiapkan taksi pulang ke hotel. "Sempat kaget saja, lho, mobilnya mana?"
Masalah Arifin bukan hanya waktu yang terlalu disiplin. Produksi mereka juga sering terganggu oleh inspeksi dadakan polisi lokal. Paling sering, mereka menanyakan izin. Soal itu, lancar-lancar saja karena memang semua sudah dipersiapkan sejak sebelum datang.
Tapi ada kalanya, polisi datang untuk menegur. "Ternyata ada pemain yang terlalu dekat dengan lintasan trem. Ada aturan, harus ada jarak sekitar 50 meter. Nah ini jaraknya 40 meter, jadi ditegur," ucap mantan Tara Basro itu.
Suatu saat, polisi juga pernah datang memberi peringatan soal parkir mobil. "Mobil ternyata parkir di tempat yang dilarang. Untungnya enggak diderek atau ditilang, cuma dikasih peringatan saja," ujarnya melanjutkan. Karena seringnya teguran itu, Arifin selalu was-was setiap lokasi syutingnya didatangi polisi.
Perasaan was-was itu juga pernah dialami Arifin saat harus ada adegan berlari. "Polisi sana kan sigap-sigap. Kalau tiba-tiba dikira copet beneran, enggak lucu. Jadi setiap ada adegan lari, saya deg-degan," kata Arifin sambil tertawa. Untunglah, ia selalu selamat.
Kalau didatangi polisi membuat Arifin deg-degan, rasa yang sama juga pernah ia rasakan saat dipandangi terus-menerus oleh sekelompok mahasiswa di Universitas Rotterdam. Ia dan tim sedang syuting di sana, yang dalam Negeri Van Oranje merupakan kampus Banjar, karakternya.
Arifin jadi serba salah terus dipandangi. Tapi ternyata, sekelompok mahasiswa itu mendekat dan bertanya, "Kamu yang main The Raid itu ya?" Tak ayal, Arifin kaget karena dikenali oleh masyarakat Belanda tulen. Mereka kemudian ingin tahu apa yang Arifin lakukan di sana.
Saat tahu ia syuting film lain, mahasiswa itu langsung antusias membantu. "Akhirnya mereka jadi pemai ekstra," ujar aktor yang mengawali karier sebagai model itu. Selain mahasiswa, tak sedikit pula masyarakat lokal yang tiba-tiba datang dan bertanya apakah mereka boleh ikut membantu proses syuting. Menjadi pemain ekstra adalah pilihan terbaik bagi mereka.
Berkunjung ke luar negeri rasanya tak lengkap tanpa nyasar. Itu juga yang dialami Arifin, Chicco, dan Ge. Mereka mencuri waktu pada hari terakhir syuting di Belanda, untuk jalan-jalan ke Amsterdam. "Basecamp-nya sama Amsterdam ternyata jauh banget. Harus satu jam naik kereta, setengah jam naik bus, dari halte terdekat setengah jam jalan kaki," katanya.
Niat pulang sendiri agar tak merepotkan kru lain di Amsterdam, Arifin dkk malah nyasar. Chicco dan Ge awalnya menyarankan mereka naik taksi dari Rotterdam. Namun Arifin, berdasarkan petunjuk Google, mengajak mereka ke kota Gauda yang lebih dekat dengan hotel.
Ia yakin, di sana juga ada taksi. Dan karena jaraknya lebih dekat, tidak akan terlalu mahal. Ternyata, keluar dari stasiun mereka hanya mendapati sepi. Di Gauda sangat susah mencari taksi, bahkan saat mereka sudah berjalan ke pusat kota. Saat itu memang sudah pukul dua dini hari. Bisa saja mereka menginap, tapi esok sudah harus ke Praha.
"Setelah tanya-tanya orang, akhirnya kita balik lagi ke stasiun, naik kereta ke Rotterdam, baru naik taksi, hehe," ujar Arifin melanjutkan ceritanya. "Chicco sampai bilan, 'Fin nama stasiunnya difoto tuh, jadi kenang-kenangan kita.'" Dan memang, itu menjadi salah satu kenangan tak terlupakan bagi mereka.