Jakarta, CNN Indonesia -- Suasana Geylang Road era awal abad ke-20 sebagaimana digambarkan dalam film
Joker Game (2015) tampak begitu nyata dan detail. Penonton pun seolah terbawa ke masa lampau. Siapa mengira semua itu hanya
setting alias buatan di studio film?
Begitu juga aksi kejar-kejaran dan baku tembak di kawasan pecinan dalam film
Blackhat (2015). Semua ini dilakukan di satu tempat: Infinite Frameworks (IFW) Studios di kawasan Nongsa Destination, Batam, Kepulauan Riau.
Kini, produksi kedua film tersebut sudah usai. Namun bekas propertinya masih bisa dilihat di museum mini IFW. Saat mengunjungi IFW, baru-baru ini, CNN Indonesia berkesempatan melongok sudut-sudut studio film kebanggaan Indonesia ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Michael Mann dan Chris Hemsworth hanyalah dua dari sederet nama besar sineas dan aktor Hollywood yang imajinya menghiasi museum mini IFW. Imaji keduanya dipajang karena pernah syuting beberapa adegan film Blackhat di sini.
Selain mereka, Iko Uwais dan Yayan “Mad Dog” Ruhian juga syuting film fiksi Hollywood, Beyond Skyline, yang mengisahkan tentang alien. Kabarnya, dalam waktu dekat, Chris Evans, aktor tampan pemeran Captain America, pun bakal menjejakkan kaki di IFW.
Sejak dibangun pada satu dekade lalu, IFW telah memproduksi sejumlah film fitur, juga film animasi, antara lain Garfield dan Meraih Mimpi (2009), yang turut diproduseri oleh Nia Dinata dan diisisuarakan oleh Gita Gutawa.
Menjejakkan kaki di lantai atas kantor IFW, tampak di selasar: genta-genta berukuran raksasa, juga sebuah becak. Jangan terkecoh, sekalipun terlihat masif, saat disentuh ternyata genta tersebut terbuat dari semacam styrofoam.
“Ini properti bekas film Joker Game,” kata Alvin Foeng, mewakili bagian humas IFW. “Dibuang sayang, akhirnya kami pajang di sini.” Memasuki bagian dalam kantor ini, terdapat museum mini yang memajang aneka properti.
Selain foto-foto sineas dan aktor, di sini juga dipajang sejumlah properti film, seperti kamera jadul, baju, meja kerja, dan pernak-pernik lain. Properti film juga menghiasi koridor dan sudut-sudut lain kantor IFW. “Centre of excellence.” Demikian pujian yang dilontarkan Susilo Bambang Yudhoyono semasa menjabat Presiden Republik Indonesia kala mengunjungi Infinite bersama beberapa menteri di kabinetnya. Ia memuji sumber daya manusia dan fasilitas IFW.
Fasilitas IFW memang lengkap, dari ruang produksi film dan animasi, workshop, sound stage, sampai backlot. Dua sound stage-nya yang menyerupai hanggar pesawat terbang memiliki luas 1.300 meter persegi dan 2.800 meter persegi—terbesar di Indonesia.
IFW merupakan nama merek dari PT. Kinema Systrans Multimedia yang sudah berproduksi sejak 2005. Semula berlokasi di Turi Beach Resorts, lalu pindah ke kawasan Nongsa Destination, sejak 2009. Lokasi ini dapat ditempuh sekitar 45 menit dari Singapura.
IFW memang bukan satu-satunya studio film di Asia Tenggara. Ada sang “pesaing” Infinite Studios di Singapura dan Pinewood Iskandar Malaysia Studios. Namun diakui Vonny dari IFW, studio di Batam ini memiliki keunggulan dari segi bujet.
“Biaya produksi film dan animasi di IFW lebih kompetitif, begitu juga biaya perizinan di Batam,” kata Vonny. “Kami tidak menyebut biayanya lebih murah, karena nanti berkonotasi murahan atau tidak bermutu. Jadi tepatnya: lebih kompetitif.”
Mengingat belum banyak orang yang tahu soal keberadaan IFW, termasuk sebagian warga Batam sendiri, Vonny menyatakan pihaknya siap “menjemput bola.” Mereka mengenalkan keunggulan IFW yang lebih kompetitif namun berkualitas ke kalangan sinema dunia.
Studio film yang dipimpin oleh Mike Wiluan, selaku CEO, ini melibatkan banyak tenaga kerja Indonesia, dari animator, figuran sampai pekerja yang menggarap properti film. “Delapan puluh persen animatornya orang Indonesia,” kata Alvin.
Sebagian besar animator IFW, sebagaimana dikatakan Alvin, adalah lulusan sekolah dan perguruan tinggi dalam negeri, seperti Institut Seni Rupa Indonesia, Universitas Bina Nusantara (Binus), bahkan Sekolah Menengah Kejuruan.
“Figuran yang mengisi adegan keramaian kota di film ya, penduduk sekitar sini. Kami mendukung komunitas lokal,” kata Alvin, pemuda asal Jakarta dan alumnus Binus. “Selain putra Batam, juga ada dari luar Singapura.” IFW Batam memang bersinergi dengan IFW Singapura.