Jakarta, CNN Indonesia -- Riuh suara remaja dan anak-anak memenuhi sebuah ruangan di lantai bawah Gedung Pusat Perfilman Usmar Ismail, Kuningan, Jakarta Selatan. Keriuhan sesekali terdengar berlogatkan Betawi yang akrab di telinga. Ternyata hari itu Sanggar Ananda ramai dengan muridnya yang sedang berlatih lenong.
Sanggar Ananda bukan pemain baru dalam dunia hiburan Tanah Air. Dari sanggar inilah lahir sebuah acara yang menjadi
hits pada era '90-an,
Lenong Bocah. Meski bukan kelompok lenong asli seperti yang ada di perkampungan Betawi, namun
Lenong Bocah telah mengangkat kelas lenong ke dalam kancah hiburan nasional.
"
Lenong Bocah awalnya dari sebuah latihan rutin setiap pekan, latihan melenong, saya melihat sekelompok anak-anak yang memainkan sketsa Betawi menjadi seorang ayah, ibu, anak, dan itu sangat lucu," kata Aditya Gumay, pempinan Sanggar Ananda kepada
CNN Indonesia, Sabtu (20/6).
Intuisi Aditya menuntunnya untuk menawarkan konsep tayangan lenong yang pemainnya kebanyakan anak-anak dan remaja tersebut ke berbagai stasiun televisi. Hingga sebuah stasiun televisi swasta mau menerima tawaran tersebut dan
Lenong Bocah mulai eksis di layar kaca pada 13 Oktober 1993.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lenong Bocah berhasil menyedot perhatian publik Indonesia. Kala itu, acara ini diisi oleh generasi pertama dari
Lenong Bocah seperti Okki Lukman. Okki dan kawan-kawan lulus dari
Lenong Bocah, pada 1997, dan dilanjutkan dengan Olga Syahputra serta Ruben Onsu, pada 1998, hingga usai
Lenong Bocah, pada 2000-an.
Secara keseluruhan, acara
Lenong Bocah sudah diproduksi sebanyak 300 episode dan memenangkan enam Piala Vidia di Festival Sinetron Indonesia sebagai bentuk apresiasi tertinggi insan pertelevisian Indonesia dari 1994 hingga 1996.
Setelah sukses dengan
Lenong Bocah, muncul versi lain dari tayangan ini seperti
Lenong Bocah Gress, Lenong Bocah Noceng, dan
New Lenong Bocah.
Bukan tanpa alasan Aditya Gumay menggarap Lenong Bocah. Ia sebagai pencetus, pemimpin, dan juga sutradara dari para remaja ini melihat bahwa lenong adalah budaya yang mampu menyampaikan pesan karena kontennya mudah diterima masyarakat Indonesia.
"Lenong adalah salah satu budaya yang mudah diterima oleh daerah lain di Indonesia, mungkin karena lenong adalah Betawi, Betawi adalah Jakarta, dan Jakarta adalah Ibu Kota Indonesia," kata Aditya.
Sebagai Ibu Kota, apa pun yang dibuat di Jakarta otomatis tersebar hingga ke pelosok daerah seantero Indonesia. Kondisi tersebut menyebabkan lenong populer di berbagai lapisan masyarakat di Indonesia.
Meskipun populer, bukan berarti Aditya tidak mengetahui pakem dari pertunjukan lenong. Lenong sepatutnya tampil diiringi rangkaian alat musik khas Betawi, Gambang Kromong.
Gambang Kromong merupakan sebuah orkes yang memadukan gamelan dengan alat-alat musik Tionghoa seperti sukong, tehyan, dan kongahyan. Nama Gambang Kromong sendiri diambil dari dua alat khas Betawi, yaitu Gambang dan Kromong.
Lagu yang biasa dibawakan oleh orkes ini bersifat humor, kegembiraan, dan kadang berisi ejekan ataupun sindiran. Secara penyebaran, Gambang Kromong tersebar merata di kampung-kampung Betawi, dan dimainkan baik oleh masyarakat peranakan Tionghoa ataupun warga Betawi asli.
"Lenong bocah sendiri adalah pembaruan dari lenong, tetap diiringi oleh Gambang Kromong," kata Aditya.
"Pembedanya adalah kami sudah menciptakan sebuah generasi baru dari lenong, dengan satu pembaruan di dalamnya, yaitu anak kecil memerankan peran dewasa seperti enyak, babeh, encang, encing, kelucuan itu datang dari situ, bagaimana mereka memerankan peran dewasa tanpa kehilangan karakter anak-anaknya," lanjut Aditya.
Namun, ditekankan oleh Aditya, pemain Lenong Bocah dibimbing oleh sebuah skenario, dan tidak seratus persen improvisasi seperti pada lenong asli.
Pengalaman berlatih lenong sejak dini memungkinkan para pemain Lenong Bocah ini akan memiliki banyak pengetahuan lawak ketika besar kelak. Sebelum Sanggar Ananda berdiri, pada 25 Maret 1989, Teater Kawula Muda lebih dulu berdiri, pada 1986. Dengan umurnya yang sudah berkepala tiga, kedua bentuk wadah bakat ini telah memiliki puluhan ribu alumni yang tersebar di Indonesia.
Meski sudah lama tak muncul lagi di layar televisi, Lenong Bocah rupanya masih menjadi salah satu model pelatihan dalam Sanggar Ananda. Tidak cuma menjadi model pelatihan teater, namun juga menjadi daya tarik bagi banyak anak muda yang ingin mengikuti jejak keartisan Olga Syahputra.
"Setiap tahun, 1.000 sampai 2.000 anggota baru bergabung," kata Aditya.
Aditya tidak mengumbar janji manis untuk mengorbitkan anggota Sanggar Ananda menjadi artis-artis layar kaca. Aditya menegaskan, ia mampu memberikan pengembangan percaya diri.
Malah banyak lulusan Sanggar Ananda yang terjun bukan menjadi sebuah artis. Mereka menjadi sutradara, kru film, hingga pramugari menjadi ranah lulusan anak didik Aditya Gumay. Hal ini sesuai dengan paham yang dianut Aditya, yaitu dengan kepercayaan diri akan dapat membuat seseorang masuk ke berbagai bidang.
Meski Sanggar Ananda tetap dibanjiri peminat, Aditya juga menyadari bahwa kondisi lenong sendiri sudah mulai terancam keberadaannya. Lenong yang dahulu ditampilkan dari lapangan satu ke lapangan yang lain, kini sudah tak lagi memiliki ruang untuk manggung.
"Kondisi tersebut dapat disiasati dengan memberikan slot waktu oleh stasiun televisi," kata Aditya. "Meski tidak menggunakan pakem lenong, jika ada acara yang mirip lenong, setidaknya itu mengobati kerinduan akan tayangan berbudaya Betawi, karena lenong merupakan kekayaan budaya Tanah Air," kata Aditya menutup pembicaraan.