Slamet terkenal dengan banyaknya karya yang telah ia hasilkan. Tercatat ada 55 karya yang berhasil dibukukan sejak 1958 hingga 2014, seperti
Sangkuriang (1958),
Bunga di Atas Batu (1960),
Angklung (1975), dan
Uwek-uwek (1992).
Namun masih banyak karya dari sang legenda yang masih belum rampung diselesaikan. Menurut Tiring, hingga sang bapak meninggal, dirinya masih menyisakan banyak "pekerjaan rumah" dari para muridnya yang belum diperiksa.
Sang maestro memang sering menggagas sebuah proyek yang kemudian dikerjakan oleh para muridnya, salah satunya komposisi piano dan gong yang ditugaskan kepada Aksan Sjuman.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Masih banyak pula yang dikelola para murid Slamet yang tersebar di Surabaya, Jakarta, dan kota-kota lain di Indonesia.
Banyaknya karya juga berati berurusan dengan royalti. Namun sepertinya Slamet tidak ingin terlalu pusing mengurusi masalah royalti atas seluruh karyanya yang tersebar di penjuru dunia. "Semua royalti atas karya bapak dilimpahkan sepenuhnya kepada adik saya, Svara," ucap Tiring menjelaskan.
Svara merupakan anak Slamet dari istrinya yang berkebangsaan Perancis. Lantaran merasa bertanggung jawab karena tidak sempat memberikan nafkah kepada darah daging yang tinggal di Perancis tersebut, Slamet memberinya hak atas royalti seluruh karyanya.
Kini Slamet telah pergi selamanya. Namun karya dan ilmu yang diajarkan kepada para muridnya terus berkembang mengikuti arus zaman.
(rsa/rsa)