Dalam hal komposisi, Aisha memuji karya Slamet sangat maju. Sekalipun komposisinya diciptakan, pada 1960-1970-an, hingga kini masih tersimak kontemporer dan modern.
Tak sulit bagi Aisha mencerna komposisi karya Slamet mengingat ia sudah lama berkawan baik dengan sang komposer. Namun ia tak mengelak, karya Slamet tak mudah dicerna indra dengar kebanyakan orang.
Diakui Aisha, tidak sedikit musisi yang kesulitan memahami komposisi karya Slamet. Kepiawaian Slamet tak hanya menggarap komposisi sendiri. Ia juga piawai menilai komposisi musisi lain.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dikatakan Aisha, Slamet sangat jeli dalam menilai komponis-komponis muda. Komposisi anyar yang dipilihnya tak hanya indah, juga memiliki identitas.
“Ada kalanya musisi meniru,” kata Aisha. Tapi komposer muda yang dipilih Slamet punya ciri masing-masing. Lewat hasil seleksinya seolah Slamet ingin berkata, ‘Ini loh orang-orang yang bisa diandalkan dan diperhitungkan Indonesia di masa depan.’”
Aisha juga memuji cara Slamet bereksperimen dengan instrumen musik lain, seperti gong. “Tak terbayang, di komposisi beliau, gong malah jadi primadona. Itulah letak pionirnya Pak Slamet.”
Aisha mengaku sangat menyukai komposisi
Game-Land 5, yang merupakan pelesetan dari gamelan. Segala kejeniusan karya Slamet, menurut Aisha, terangkum di komposisi ini.
“Lebih hebat dari komposisi musik klasik Barat,” kata Aisha seraya memuji Slamet sebagai musisi komplet yang piawai menggali potesi budaya, memiliki wawasan luas dan pemikiran baru.
Saat diwawancarai setahun kemarin, Slamet menjelaskan soal
Games-Land 5 di mana ia memainkan piano plus gong-ageng jawa, kemanak serta bebunyian dari tenggorokan, mulut dengan kedua tangan secara bergantian.
Komposisi ini merupakan pesanan L'Institut Francais D'Indonesie untuk memperingati 150 tahun kelahiran komponis Claude Debussy, pada 2012. Komposer asal Perancis ini lahir di Saint-Germain-en-Laye, 22 Augustus 1862.
"Karya ini mencerminkan upaya Debussy mensenyawakan gamelan ke dalam estetikanya," kata Slamet. "Dipentaskan perdana di Salihara, Jakarta, pada 4 November 2012, oleh pianis Prancis Nicolas Stavy. Pementasannya diteruskan di Surabaya, Bandung, Semarang dan Yogyakarta."
(vga/vga)