Jakarta, CNN Indonesia -- Pada Jumat, 8 April 1994, hati penggemar band Nirvana di seluruh dunia hancur. Sang vokalis, Kurt Cobain, ditemukan tewas di salah satu ruangan rumahnya yang berada di Seattle.
Nahas, tim forensik kepolisian Seattle mengatakan jasad Cobain sebenarnya telah tiada sejak tiga hari sebelumnya. Diduga, Cobain meninggal karena bunuh diri. Namun banyak orang percaya Cobain dibunuh.
Teori tentang pembunuhan Cobain kini ramai muncul di dunia maya. Bagai menyusun kepingan puzzle, orang-orang yang masih mencintai Cobain mencoba merekonstruksi kembali detik-detik kematian Cobain berdasarkan analisa orang-orang terdekat Cobain.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seiring dengan berkembangnya teori kematian Cobain, banyak pula orang yang jadi berpikir, apakah Marilyn Monroe bunuh diri? Terbunuh? Atau ada orang yang membunuhnya?
Hingga saat ini, setiap minggunya pihak kepolisan Seattle masih terus mendapat permintaan dari orang-orang untuk membuka kembali invetigasi kematian Cobain melalui akun Twitter resmi mereka, seperti yang dikutip dari Kiro TV.
Apa saja teori yang berkembang mengenai kematian Cobain? Berikut ini adalah rangkumannya dari berbagai sumber.
Banyak yang berteori bisa jadi Courtney Love, istri Cobain yang juga seorang vokalis band Hole, adalah otak di balik pembunuhan Cobain.
Awal dari perkembangan teori ini adalah sebulan sebelum kematiannya saat tur di Munich, Cobain didiagnosa mengidap penyakit bronkitis dan laringitis.
Karena masalah kesehatan tersebut, Nirvana akhirnya membatalkan tur Eropa mereka dan Cobain diterbangkan ke Roma untuk menjalani perawatan.
Love bersama sang asisten, Michael Dewitt, menyusul Cobain ke Roma.
Kepada Rolling Stone, Love mengatakan selama di Roma ia diperlakukan secara romantis oleh Cobain. Mereka minum sampanye, menenggak obat penenang valium dan bercinta.
Lalu, Love mengatakan ia bangun jam empat pagi dan menemukan Cobain tidak sadarkan diri setelah meminum 50 pil rohypnol miliknya. Love juga menemukan surat wasiat yang ditulis tangan oleh Cobain.
"Dalam suratnya, Kurt mengatakan ingin bunuh diri daripada bercerai dengan saya," ujar Love.
Tentu saja tidak semua orang percaya dengan perkataan Love. Malah ada yang mengatakan kalau Love mencekoki Cobain dengan pil-pil rohypnol-nya saat tertidur.
Dalam buku Love and Death: The Murder of Kurt Cobain yang ditulis Max Wallace and Ian Halperin, dokter yang merawat Cobain juga berpendapat serupa.
"Kami tahu seperti apa keadaan seseorang yang melakukan percobaan bunuh diri. Tapi bagi saya, keadaan Kurt tidak nampak seperti itu," kata sang dokter.
Salah satu anggota manajemen Nirvana, Janet Billig, juga meragukan jika Cobain mencoba bunuh diri.
"Surat wasiat yang ditemukan bukan untuk bunuh diri. Kurt hanya berencana untuk kabur dari Courtney dengan membawa semua uangnya," kata Billig, seperti yang dilansir oleh Rolling Stone.
Teman Cobain, Pete Cleary, juga menampik hal yang serupa dalam buku awal Wallace dan Halperin, Who Killed Kurt Cobain?
"Anggapan kalau Kurt sedang depresi dan mencoba bunuh diri selalu keluar pertama kali dari mulut Courtney. Orang-orang langsung mempercayainya, karena lirik lagu Nirvana juga suram. Tapi semua itu omong kosong. Emosi Kurt memang naik turun, sama seperti semua orang. Tapi ingat, tidak ada yang berkata kalau Kurt sering melakukan percobaan bunuh diri selain Courtney," kata Cleary.
Banyak orang terdekat Kurt yang mengatakan bahwa menjelang kematiannya, Kurt terlihat sehat, bahagia dan ingin menjalani hidup yang baru. Ia bahkan telah sembuh dari penyakit di perutnya dan berhenti memakai heroin.
Teman baik Kurt, Dylan Carlson, dalam buku Who Killed Kurt Cobain? mengatakan hal demikian.
"Kurt telah menjadi orang yang baru. Ia berhenti menyendiri dan lebih ceria. Itu semua karena kehadiran Frances," kata Carlson.
Wartawan musik di Melody Maker, Everett True, sependapat dengan Carlson.
"Kurt pelan-pelan berhenti mengonsumsi narkoba dan alkohol. Pada 1993, ia terlihat bersih dan lebih optimis," ujar True.
Pete Shelley, personel Buzzcocks—band yang mengiringi tur terakhir Nirvana, juga berpendapat sama.
"Ia terlihat bersih. Kadang ia merasa kikuk, mungkin karena sebelumnya terbiasa menggila," kata Shelley.
Dalam wawancara film dokumenter karya Nick Broomfield yang berjudul Kurt and Courtney, Eldon Hoke—biasa dipanggil El Duce, vokalis band asal Seattle, The Mentors, mengaku Love mengajaknya bertemu di toko musik di Hollywood dan menawarinya bayaran sebesar US$50.000 untuk membunuh Cobain.
Dalam artikel High Times yang dirilis pada April 1996, El Duce membeberkan obrolannya dengan Love:
Love: El, saya butuh bantuanmu. Suami saya sangat menyebalkan akhir-akhir ini. Saya ingin kamu menembak kepalanya.
El Duce: Kamu serius?
Love: Iya, saya akan memberimu US$50.000 jika berhasil menembak kepalanya.
El Duce mengaku tidak jadi menerima tawaran Love dan memberinya ke temannya yang bernama Alan.
"Saya akan minta FBI untuk mencari Alan. Dialah pembunuh Cobain," kata El Duce.
Dua hari setelah El Duce berbicara untuk dokumenter Kurt and Courtney, ia ditemukan tewas tertabrak kereta di California.
Namun tidak ada saksi mata yang melihat kejadian itu. Hingga saat ini, peristiwa yang El Duce alami dinyatakan sebagai kecelakaan. Setelah peristiwa di Roma, Cobain kembali ke Seattle. Billig mengatakan, Cobain sedikit tidak waras. Ditambah hubungannya dengan Love dan Nirvana semakin memburuk, seperti yang dikutip dari Rolling Stone, pada 1994.
Drama baru terjadi. Pada Juni 1994, Love menghubungi polisi dan melaporkan Cobain yang mencoba menyerangnya.
Saat polisi datang, Love mengatakan Cobain mengunci dirinya dalam sebuah ruangan dengan sepucuk pistol dan sebotol pil.
Tapi kepada polisi, Cobain mengatakan ia tidak bermaksud bunuh diri.
Sejak kejadian itu, Love jarang berada bersama Cobain. Ia pergi ke Los Angeles untuk menjalani rehabilitasi.
Hingga suatu saat, kepada Carlson, Cobain meminta dibelikan sepucuk pistol beserta peluru, karena merasa ada orang jahat di area perumahannya.
"Saya tidak begitu mengerti mengapa ia menginginkan sebuah pistol, hingga saat ini," kata Carlson. Jika investigasi kematian Cobain dibuka kembali, orang yang harus menyelidikinya kembali adalah Tom Grant.
Grant adalah seorang penyidik yang disewa Love saat mencari Cobain yang menghilang saat direhab.
Saat ini, Grant menjalankan situs web cobaincase.com demi membuka tabir siapa pembunuh Cobain sebenarnya.
Grant tidak asal cuap. Ia merasakan sendiri ada yang disembunyikan oleh Love dan Dewitt.
"Beberapa hari sebelum Cobain ditemukan tewas, saya mencari bersama Carlson di rumahnya. Tapi kami tidak diberitahu oleh Love bahwa ada ruangan di mana jasad Kurt ditemukan keesokan harinya," kata Grant.
"Sang asisten, Dewitt, malah membentak kami dan mengatakan seharusnya saya menelepon Love dulu sebelum mencari Kurt di rumah itu. Saya merasa kalau ada yang menghalangi kami untuk mencari Kurt," ujar Grant.
Sejak saat itu, ia percaya, Love dan Dewitt adalah salah satu otak di balik pembunuhan Cobain.
Tidak hanya jasad Cobain, sepucuk surat wasiat juga ditemukan dalam tempat kejadian perkara (TKP), saat itu.
Namun Grant merasa surat itu hanya dibuat-buat, karena di antara semua curhatan Cobain tidak ada pernyataan yang mengungkapkan kalau dirinya akan melakukan bunuh diri.
Grant merasa surat itu hanya merupakan pengumuman bahwa Cobain akan keluar dari Nirvana dan industri musik dunia.
"Ketika saya teliti lebih lanjut, banyak kalimat yang sepertinya ditambahi oleh orang lain setelah surat tersebut jadi," kata Grant.
Sebelum tewas, Cobain diketahui menyuntikkan dirinya tiga kali dengan heroin. Pada 2004, Wallace, Halperin dan Grant diwawancara oleh NBC dan mengatakan mungkin saja ada orang yang menyuntikkan heroin ke tubuh Cobain.
"Pihak forensik mengatakan, tidak mungkin ada orang yang baru saja menyuntikkan heroin selama tiga kali dan merapikan peralatannya kembali lalu menembak dirinya," ujar Wallace.
Tapi teori ini dibantah oleh pendapat beberapa pihak medis yang diwawancarai oleh Dateline dan mengatakan mungkin saja Cobain sudah kebal dengan heroin lalu secara sadar melakukan bunuh diri.
Laporan kepolisian dari TKP juga mengatakan tidak ada sidik jari jelas di benda-benda terakhir yang dipegang oleh Cobain, bahkan di pulpen dan pistol.
"Orang mati tidak akan menghapus semua sidik jarinya," kata Halperin.