Jakarta, CNN Indonesia --
Lily putih, melambangkan persahabatan.Namun jangan berharap melihat film persahabatan remaja seperti filosofi judulnya, atau bahkan drama romansa seperti filmnya.
Lily Bunga Terakhirku memang melibatkan seorang gadis berwajah eksotis, pemuda berpenampilan baik-baik, dan wanita dewasa.
Tapi ini bukan sekadar kisah cinta. Tak sampai 10 menit pertama, drama yang bercampur dengan psikopat, seks, romansa, dan thriller langsung menghantam penonton. Indra Birowo, yang baru mengawali debut sebagai sutradara, tak sembarangan menjatuhkan pilihan
feature-nya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Film berdurasi 89 menit ini mengisahkan hubungan Datura (Baim Wong), pria bermasa lalu kelam, dengan Teresa alias Lily (Salvita Decorte) pekerja seks komersial (PSK) kelas atas. Datura tumbuh seorang diri karena orang tuanya telah meninggal sejak dirinya kecil.
Kejiwaan Tura, panggilan akrabnya, tidak stabil. Ia menjadi saksi hidup sang ibunda yang juga orang tua tunggalnya diperkosa lalu dibunuh. Tura pun menyimpan dendam kesumat terhadap pemerkosa. Wajah polosnya takkan membuat orang percaya ia bisa membunuh mereka.
Dendam membuat Tura mampu membakar hidup-hidup pemerkosa yang ia temui, lalu menjadikan abu mereka sebagai pupuk tanaman hias jualannya. "Pemerkosa itu sampah, tidak perlu hidup lama-lama," ujar Tura membakar dendamnya.
Hidupnya jadi sedikit berwarna saat bertemu Lily, gadis yang terpaksa menjalani hidup sebagai jamahan para lelaki yang berbeda setiap malamnya. Popularitasnya sebagai PSK sangat tinggi. Ia anak kesayangan mucikarinya, Bunda (Wulan Guritno). Bunda menyerahkannya pada siapa pun yang berani membayar tinggi.
Meski kliennya seorang pemerkosa sekali pun.
Seperti Tura, kehidupan Lily jadi lebih indah saat mereka bertemu. Mereka menjalin asmara tanpa sepengetahuan Bunda. Lily merasa aman bersama Tura setelah mengetahui kekasihnya membakar pemerkosa dirinya. Namun kisah cinta mereka mulai terhalang oleh kecurigaan Bunda.
Sebagai film debut seseorang yang terkenal karena lawakannya, Indra tergolong sangat berani menjadikan sadisme dan seksualitas sebagai bahan utama
Lily Bunga Terakhirku.
Pilihan itu membuatnya menghasilkan film yang sangat berbeda ketimbang yang pernah ada. Indra dengan genius menggambarkan kengerian pemerkosaan dan aksi psikopat, tanpa harus frontal dan vulgar menjijikkan. Itu saja sudah cukup membuat penonton terperangah. Tapi, kesadisan itu disajikan dengan gambar dahsyat.
[Gambas:Youtube]Indra juga berani menonjolkan sisi seksualitas yang sensual penuh gairah namun tidak murahan seperti pada film-film horor beberapa tahun lalu. Penuturan kisah yang lembut tanpa kehilangan sisi romansanya, tanpa diduga menguatkan kisah sadisme Tura dan Lily.
Tampil pertama kali sebagai pemeran utama tak membuat Salvita Decorte menjadi kaku dan berakting pas-pasan. Meski masih tergolong "mentah," Salvita menunjukkan dirinya memiliki potensi besar yang harus diasah dengan rutin.
Priesnanda Dwi Satria dan Ilya Sigma dapat dikatakan sangat cerdas dalam meramu kisah dalam film ini. Filosofi yang kental dalam setiap karakter dan nama yang ada menjadikan film ini lebih berbobot hingga bagian akhir.
Film yang diputar mulai Kamis (3/9) ini secara umum sanggup membuat penonton merasa berbeda setelah keluar teater. Alunan musik pop lawas yang mendayu-dayu ditambah gairah seks dan pembakaran manusia hidup-hidup membuat penonton akan berpikir dua kali jika di dunia nyata melihat pupuk pada tukang tanaman hias.
(rsa/utw)