Jakarta, CNN Indonesia -- Hanya segelintir penulis Indonesia yang dikenal dunia, antara lain Pramoedya Ananta Toer dan Eka Kurniawan. Melalui ajang jual beli
rights (hak cipta) buku di Frankfurt Book Fair (FBF), penulis Indonesia lain juga berpeluang meluaskan karyanya.
Hampir sepekan FBF berlangsung—dibuka pada Selasa (13/10) dan dipungkas pada Minggu (17/10)—lumayan banyak buku Indonesia yang diminati penerbit mancanegara. Demikian disampaikan Yudith Andika RH, International Marketing Gramedia.
“
Progress dari Gramedia, bagus. Kami
sign kontrak dengan tiga penerbit,” kata Yudith kepada CNN Indonesia via pesan singkat (17/10). Sekalipun antarpenerbit sudah menandatanganani kontrak, menurut Yudith, bukan lantas agenda sampai di situ saja.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Langkah berikutnya sudah pasti menindaklanjuti pertemuan-pertemuan di FBF ini,” kata Yudith. Agendanya meliputi promosi buku-buku dan pengarang-pengarang, juga melakukan
networking dengan agen-agen buku, bukan hanya di Eropa, juga dunia.
Dikatakan Yudith, sekalipun ajang jual beli
rights buku ini diadakan di Jerman, namun fokus penerbit Indonesia bukan sebatas Jerman atau Eropa, melainkan dunia. Gramedia juga menandatangani kontrak dengan penerbit Malaysia, Vietnam, dan Jepang
Selama FBF dihelat, total Gramedia telah mengadakan 50 pertemuan dengan penerbit dan toko buku mancanegara. “Ada 45 pihak di antaranya yang oke bekerja sama,” kata Yudith, “termasuk empat di antaranya adalah toko buku.”
Jauh sebelum pertemuan ini berlangsung di FBF, menurut Yudith, pihaknya selaku penerbit telah berjibaku menyiapkan berkas berisi dokumen judul dan katalog buku-buku, sekaligus mengirimkannya kepada panitia FBF, juga penerbit dunia.
Tidak semua buku dalam berkas tersebut diterjemahkan oleh Gramedia ke dalam bahasa asing, karena menurut Yudith, ada kalanya penerbit di negara lain sudah punya tim penerjemahnya sendiri, termasuk untuk bahasa Indonesia.
Sekalipun jauh-jauh hari sudah menyiapkan berkas, bukan lantas tim penerbit Indonesia sekadar “menjaga gawang” di FBF. Mereka juga menjemput bola dengan melakukan promosi dan perkenalan ke penerbit-penerbit asing, juga menghadiri pameran-pameran buku.
 Paviliun buku-buku Indonesia di Frankfurt Book Fair 2015. (CNNIndonesia Antara Photo/Fanny Octavianus/nz/15) |
“Kami memperkenalkan dulu buku-buku pilihan yang layak secara konten,
cover, dan data-data pengarang,” kata Yudith. “Buku-buku itu harus tepat sasaran dan kebutuhan penerbitnya. Jadi memang kita harus tahu apa kebutuhan
genre penerbit asing ini.”
Indonesia sendiri, dalam hal ini Gramedia, sudah berpartisipasi di FBF sejak lama. Dalam beberapa tahun terakhir, Gramedia telah melakukan penjualan
rights sekitar 600 judul di FBF. Hal ini tentu saja menggairahkan ranah literasi di Tanah Air.
Keikutsertaan Indonesia di ajang FBF dari tahun ke tahun, diakui Yudith, membuat publik pencinta buku—terutama kalangan penerbit—mancanegara lebih mengenal karya penulis Indonesia lain, bukan hanya Pramoedya Ananta Toer dan Eka Kurniawan saja.
“Mereka jadi lebih mengenal Indonesia, karena memang masih banyak karya-karya yang bisa di-
explore dari konten Indonesia,” kata Yudith. Karya Indonesia yang diminati asing, meliputi
genre sastra, anak-anak, komik, kamus, sejarah dan budaya.
Genre nonfiksi, menurut Yudith, juga diminati penerbit asing, seperti buku
Adult Coloring Book: Bali,
Pulau-pulau Terkecil di Indonesia, dan
Oh My Goodness: Personal Guide to become Creative Junkies karya Yoris Sebastian.
(vga/vga)