Menggapai Damai lewat Kata dan Kebebasan Bercerita

Rizky Sekar Afrisia | CNN Indonesia
Kamis, 29 Okt 2015 16:17 WIB
Mpho Tutu, putri Desmond Tutu, mengusung tema konflik vs. perdamaian di salah satu sesi Ubud Writers and Readers Festival 2015.
Ubud Writers & Readers Festival (CNNIndonesia Internet/Dok. Ubud Writers & Readers Festival/Anggara Mahendra)
Ubud, CNN Indonesia -- "Forgiveness is the seed that nourishes peace." (Permintaan maaf adalah tunas yang menyuburkan perdamaian)

Pernyataan itu terlontar dari bibir Mpho Tutu, putri Desmond Tutu, yang bukunya bersama sang ayah menerima penghargaan Nobel Perdamaian. Tutu hadir dalam Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) 2015, membuka salah satu sesi pertama, pada Kamis (29/10).

Ia mengawali pidatonya yang mengundang standing applause dari hampir separuh peserta yang hadir, dengan pernyataan yang langsung membuat hening, "Tidak ada seorang pun yang mau hidup dalam ketakutan."

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia tidak mengacu pada satu kasus sensitif di Indonesia, peristiwa 1965, tapi seluruh kasus di dunia, termasuk Afghanistan dan Irak. Ia juga bicara soal konflik di kampung halamannya sendiri, Afrika Selatan. Orang-orang di sana tentu ingin hidup dalam situasi yang penuh perdamaian.

Namun, Tutu menuturkan, perdamaian bukanlah hal yang mudah dicapai. "Itu sebuah gunung yang sangat tinggi untuk didaki," ujarnya. Untuk menggapainya butuh upaya keras dari semua pihak.

Salah satunya dengan pengampunan besar dan tuntutan untuk berkata jujur. "Juga dengan membuka forum untuk bercerita, serta mendukung pesan-pesan positif, termasuk rekonsiliasi," kata Tutu menambahkan.

Kata-kata itu berhubungan lekat dengan Indonesia, yang sedang dalam pencarian damai serta rekonsiliasi atas peristiwa paling kelam dalam sejarahnya, pembantaian 1965. Tutu menyadari, memaafkan tidaklah mudah.

"Menciptakan perdamaian jelas lebih sulit daripada membuat perang."

Namun kuncinya adalah dengan mendengar. Itu juga butuh proses panjang. "Dan satu-satunya cara adalah melalui proses itu, proses yang menakutkan, pencarian, berbagi cerita, dan sebagainya," katanya.

Setiap langkah yang ditempuh pasti tidak mudah, namun itu harus dilakoni jika memang menginginkan perdamaian. "Setiap langkah akan membentuk kita sedikit demi sedikit," tuturnya dengan bijaksana.

"Sampai akhirnya, kita kembali menjadi satu kesatuan yang komplet," ia melanjutkan. Pernyataannya langsung mengundang tepuk tangan membahana dari seluruh ruangan.

Tutu sendiri mencapai damai lewat kata-kata, salah satunya melalui buku Made for Goodness yang ditulisnya bersama sang ayah. Ia juga banyak menjadi pembicara serta motivator. Ia percaya, kata bisa menjadi sarana bercerita, yang merupakan salah satu proses menuju maaf dan damai.

(rsa/vga)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER