Musisi Indie, Penyelamat Industri Musik dalam Negeri

Dhio Faiz | CNN Indonesia
Jumat, 06 Nov 2015 17:55 WIB
Merasa tak mungkin melawan teknologi, beberapa penjual rilisan fisik seperti kaset, CD dan DVD di Bandung punya cara kreatif mengakali penjualan.
Demajors, toko musik independen yang merangkap studio rekaman. (CNN Indonesia/Fadli Adzani)
Bandung, CNN Indonesia -- Era digital memang sangat mampu membuat para pelaku industri musik kocar-kacir. Beberapa tahun belakangan, isu mengenai anjloknya pendapatan para musisi karena pembajakan, santer terdengar.

Kini giliran kisah bangkrutnya para distributor rilisan fisik (kaset, CD, dan DVD). Termasuk  distributor rilisan fisik terbesar di Indonesia Disc Tarra.

Tersiar kabar, jaringan toko penyedia rilisan fisik ini bakal menutup 40 gerainya di berbagai kota besar di Tanah Air pada akhir 2015. Disc Tarra hanya akan menyisakan delapan gerai di Jakarta dan akan berfokus pada penjualan di dunia maya. Diduga gulung tikar besar-besaran ini disebabkan kerugian besar dalam beberapa waktu terakhir.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Keputusan berat Disc Tarra itu mengingatkan kita pada hal serupa yang terjadi dua tahun lalu. Kala itu salah satu distributor rilisan fisik terbesar di Indonesia, Aquarius Mahakam, harus gulung tikar karena alasan serupa.

Meski era digital mampu menggerus pelaku-pelaku besar industri musik dalam negeri, nyatanya hal serupa tak terjadi pada para pelaku berskala kecil. Para distributor rilisan fisik kecil-kecilan mampu bertahan di sela-sela pergeseran zaman. Mereka mengandalkan penjualan karya para musisi indie.

Sebut saja toko Omuniuum di Kota Bandung. Toko kecil di bilangan Ciumbuleuit ini mampu bertahan di era yang serba digital. Mereka tetap menjual rilisan fisik dari berbagai musisi Tanah Air hingga saat ini.

“Buat kami di Omuniuum, masalah digital bukan sebuah hal yang perlu ditakuti. Digital kan malah bisa jadi batu loncatan untuk orang tertarik mengumpulkan memorabilia,” ujar Iit Sukmiati pemilik Omuniuum saat dihubungi CNN Indonesia lewat surat elektronik pada Kamis (5/11).

Selain Omuniuum, di Kota Bandung juga ada Lou Belle Shop yang menjual rilisan fisik. Toko yang terletak di kawasan Setiabudhi ini mengakui adanya dampak era digital terhadap penjualan rilisan fisik. Namun mereka tak menganggap hal ini terlalu membahayakan bisnis mereka.

“Kami menyadari ini (kesulitan penjualan rilisan fisik) akan terjadi. Toh sebelum Disc Tarra tutup, banyak toko di luar negeri yang sudah tutup. Namun ya diamini sajalah, maksudnya ini kan pengaruh teknologi, enggak bisa kita lawan,” tutur Ahmad Marin, pemilik Lou Belle Shop saat ditemui CNN Indonesia pada Kamis (5/11).

Masih bertahannya distributor kecil seperti Lou Belle dan Omuniuum sangat ditopang oleh rilisan fisik dari para musisi indie. Kesetiaan para penggemar musisi indie mampu mendongkrak penjualan rilisan fisik, meski angkanya tak mampu menyaingi penjualan dari distributor sekelas Disc Tarra. Hal ini disepakati pula oleh Iit atau yang juga akrab dipanggil  Mbak Boit.

“Pas 2012, Komunal rilis kita jual sampe 400 CD dalam satu bulan. Seringai juga tahun 2012 rilis Taring edisi deluxe kita jual 500 CD dalam waktu 3 hari trus edisi regulernya juga sekitar segitu juga,” Iit menjelaskan.

“Tulus yang rilis via Demajors kita waktu itu keluar sekitar 20-30 CD perhari. Barasuara kemarin rilis Taifun, 50 CD habis dalam satu hari dan penjualannya masih berjalan,” Iit melanjutkan.

Produk Sampingan

Iit dan Marin mengatakan untuk bertahan di tengah terpaan era digital yang menggila, butuh banyak taktik. Taktik yang sama-sama mereka gunakan — selain bertumpu pada musisi indie — adalah menjual produk dagangan lain.

Omuniuum, selain menjual rilisan fisik, juga menjual buku serta merchandise musisi lokal dan internasional. Adapun Lou Belle menjual produk-produk fashion dan mainan. Barang-barang dagangan tersebut menjadi komoditas penopang penjualan rilisan musik yang kian hari kian tergusur.

“Secara nominal merchandise lebih menghasilkan, tapi itu kan karena harganya yang lebih mahal. Jadi ibaratnya 200 CD dan 200 kaos, tentu secara nominal lebih menghasilkan kaos. Dua-duanya saling mendukung,” tulis Iit dalam surat elektroniknya itu.

Selain itu, Lou Belle juga mengadakan konser-konser kecil di halaman belakang toko untuk menarik pengunjung. Pada konser mini tersebut Lou Belle sekalian menjual rilisan fisik band-band yang tampil. Penjualannya, menurut Marin, lumayan.

“Kita sering bikin acara di sini. Sekalian jual kaset bandnya. Lumayan, bisa sampai 50 keping,” Marin mengungkapkan.

(utw/utw)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER