Adik Sastrawan Pramoedya Ananta Toer Meninggal Dunia

Rizky Sekar Afrisia | CNN Indonesia
Rabu, 16 Mar 2016 11:40 WIB
Koesalah Soebagyo Toer pernah menjadi "jembatan" antara penggemar Pram dengan sang idola, melalui buku Pramoedya Ananta Toer dari Dekat Sekali.
Buku karya Koesalah Soebagyo Toer, adik Pramoedya Ananta Toer. (Dok. Kepustakaan Populer Gramedia)
Jakarta, CNN Indonesia -- Mas Moek, demikian Koesalah Soebagyo Toer memanggil sang kakak, Pramoedya Ananta Toer. Kedekatannya dengan sosok penulis besar Indonesia yang belakangan lebih dikenal dengan sebutan Pram itu, tak perlu dipertanyakan dan diperdebatkan lagi.

Pram pernah berkata saat hubungan mereka menegang, "Kau itu adikku yang paling kusayang."

Mereka punya riwayat segaris, sama-sama dibui karena alasan tak jelas. Kalau Pram karena tulisan-tulisannya, Koes karena dianggap terkait dengan Pram. Tapi besi dingin penjara tak menghalangi mereka untuk saling memperbincangkan kehidupan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Koes adalah "keranjang sampah" Pram, seperti yang diungkapkannya saat menulis Pramoedya Ananta Toer dari Dekat Sekali: Catatan Pribadi Koesalah Soebagyo Toer. Kepadanya Pram mengungkapkan hal-hal yang tak bisa dikemukakan pada orang lain.

Sementara Koes, dengan telaten mencatat satu demi satu, baik di sudut pemikiran maupun di atas kertas.

Catatan demi catatan itulah perantara penggemar Pram terhadap sosok idolanya. Koes membuat penggemar memahami Pram benar-benar dari dekat sekali. Meski untuk itu ia harus rela dianggap "mendompleng" nama besar sang kakak tertua.

Nama keluarga Toer yang melekat padanya memang membawa suka duka. Selain pernah dianggap "mendompleng," ia juga harus merasakan jeruji penjara karena hubungan darah itu. Ia juga sesekali pernah merasa kecil saat diperkenalkan seseorang.

"Maksud saya, kalau orang mau memperkenalkan saya kepada orang lain, orang itu mengatakan: 'Perkenalkan, ini adik Pramoedya Ananta Toer!' Saya nilai, ini karena terlalu besarnya nama abang saya, sebaliknya terlalu kecilnya nama saya sendiri," demikian Koes menulis dalam pengantar bukunya.

Namun nama saja tak mengecilkan peran Koes dalam hidup. Ia punya jalannya sendiri untuk berarti. Koes banyak menulis artikel soal bahasa maupun sejarah. Ia juga banyak menerjemahkan buku, terutama dari bahasa Inggris, Belanda, Rusia, bahkan bahasa Jawa.

Sampai-sampai, sosok yang pernah menjadi dosen bahasa Rusia di Akademi Bahasa Asing(ABA) Kementerian Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan (PPK) itu mendapat penghargaan dari universitas Rusia dan dianugerahkan di Jakarta. Pemerintah Rusia pun memberinya Medali Pushkin.

Sosok dekat Pram yang menghabiskan masa tuanya di Depok itu kini telah tiada. Ia mengembuskan napas terakhir di RS Graha Depok, Rabu (16/3) pukul 08.30 WIB. Kabar duka itu dibenarkan keponakannya yang merupakan anak Pram, Astuti Ananta Toer.

"Iya [meninggal] tadi pagi jam setengah sembilan. Jenazahnya dibawa ke rumah duka di Turi III, Depok," tutur Astuti saat dihubungi CNNIndonesia.com. Menurut keterangannya, Koes sudah bolak-balik rumah sakit. Tapi, ia tak tahu kali ini sebabnya apa.

"Sering sesak, begitu," katanya menjelaskan kondisi sosok kelahiran Blora, 27 Januari 1935 itu. Astuti sekeluarkan saat ini akan berkumpul di Depok, mengantarkan sosok 81 tahun itu ke peristirahat terakhir. Sementara Utati, istri Koes, tidak menjawab panggilan telepon saat coba dimintai keterangan. (rsa)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER