Jakarta, CNN Indonesia -- Apa beda tubuh organ manusia dan
alien? Bila pertanyaan ini dilontarkan kepada sebagian penggemar Star Trek alias Trekkies di Indonesia, agaknya mereka bisa menjawab.
Pembahasan hal-hal fiksi ilmiah sampai ilmiah memang biasa dilakukan oleh Trekkies yang tergabung dalam Indonesia Star Trek Community atau Indo Star Trek (IST) kala berguyub.
"
Sharing tentang Star Trek, film
sci-fi lain, atau sains beneran,” ujar Trekkie bernama Manto kepada CNNIndonesia.com. Topik yang dibahas termasuk soal kepemimpinan dan kedokteran.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tapi pasti dihubungkan ke Star Trek," kata pria yang berpangkat Commander ini. "[Misalnya] perbandingan organ dalam
alien dengan
human. Pembicaranya memang dokter
beneran dari komunitas."
Komunitas IST sudah aktif berkegiatan sejak 2003. Hingga kini, jumlah anggota yang terdaftar di Facebook Indo Star Trek hampir 2.000 orang. "Yang aktif paling 20 persen," papar Erianto.
Tertarik bergabung? Caranya mudah saja. Penggemar
Star Trek bisa melakukan registrasi di akun Facebook IST. Namun tentu saja ada semacam tes yang diberikan oleh anggota senior.
"Kalau ditanya, 'Tahu
Star Trek?' Kalau dia jawab, ’Tahu, [yang] pakai pedang sinar,’ itu kami tolak," Hilmy yang berpangkat Captain. Sebab pedang sinar atau
light saber identik dengan
Star Wars.Selain IST, menurut Trekkie bernama Berthold yang berpangkat Admiral, ada banyak komunitas lain
Stark Trek di Indonesia. Namun beberapa di antaranya nonaktif dan lantas ‘gugur.’
"Sebelumnya ada banyak. Ada USS Batavia, USS Parahyangan. [Sekarang] Basis di Jakarta,
mostly Jakarta," Bowo Trahutomo, salah satu pendiri IST berpangkat Captain, menambahkan.
IST bisa bertahan hingga kini lantaran tetap aktif. Kegiatan diskusi biasa dilakukan tiga bulan sekali. Ide diskusi biasanya dicetuskan oleh Commander Manto atau calon pembicara (narasumber).
Masih banyak lagi kegiatan lain IST, antara lain
nonton bareng (nobar) seri
Star Trek, juga menghimpun pembuatan kostum serta mengulik permainan
Starship Bridge Simulation.Pada Rabu lalu (20/7), seri terbaru
Star Trek Beyond telah dirilis di Indonesia. Maka pada Sabtu kemarin (23/7), Manto dkk pun mengadakan nobar bersama IST di Epicentrum XXI, Jakarta.
Ada alasan tersendiri mengapa anggota IST menggemari kisah Star Trek. "[Film] yang lain gloomy. Perang, kiamat, masa depan suram, kalau ini [Star Trek] cerah,” kata Berthold.
"Star Wars bukan science-fiction, dia fantasy,” kata Erianto yang berpangkat Commander. Ia mencontohkan pedang light saber di Star Wars yang bila hilang, maka bisa diganti senjata lain.
Sebaliknya, menurut Berthold yang berpangkat Captain, “Star Trek diambil pesawatnya, enggak jadi. Enggak ada Star Trek.” Selain pesawat Enterprise yang ikonik, Star Trek juga digemari filosofinya.
"Ini film yang sangat banyak pesan-pesan moralnya. Berguna untuk kehidupan sehari-hari, selain model masa depan yang sangat bagus,” kata Trekkie bernama Hilmy yang juga belajar soal etos kerja.
"Dari 700 episode Star Trek, [semua] bertempat di luar angkasa [dan] banyak model urusan atasan dan bawahan," ujar sang Commander. "It's everyday life, namun sangat kaya dengan ‘what if.’”
“Kadang,” Hilmy menambahkan, “kita tidak suka dengan atasan kita dan sebaliknya. Digambarkan semua model tersebut [dalam film] dan kita bisa belajar."
Salah satu kegiatan yang juga rutin dua bulan sekali dilakukan anggota IST adalah penerbangan luar angkasa. Tentu saja bukan sungguhan, melainkan lewat permainan Starship Bridge Simulation (SBS).
Sembari menggunakan laptop masing-masing sebagai perangkat permainan, anggota komunitas menikmati serunya menyelesaikan misi layaknya kru Enterprise, pesawat luar angkasa Star Trek.
"SBS ini mensimulasikan peran officers di bridge atau anjungan starship,” Commander Rully menjelaskan kepada CNNIndonesia.com. SBS dimainkan tiga sampai empat orang dengan laptop masing-masing.
Tak sembarangan, laptop tersebut harus memiliki perangkat lunak (software) khusus Artemis untuk memainkan simulasi ini. Artemis untuk Windows bisa dibeli via internet seharga sekitar Rp240 ribu.
"Tampilan di laptop akan tergantung peran atau posisi yang dipilih. Ada Helmsman, Engineering, Weapon atau Tactical, Communication, Science. Interaksinya secara langsung antar pemain," jelas Commander Rully.
Pemain harus menyelesaikan satu misi yang bisa dipilih di Artemis. "Semakin tinggi levelnya biasanya semakin lama dan susah,” kata Commander Rully. “Tergantung juga kerja sama antarpemain."
Tiap-tiap pemain bisa menjajal berbagai posisi atau peran, termasuk menjadi Captain. "Karena seorang Captain dituntut untuk bisa memimpin rekan-rekan yang lain untuk menyelesaikan misi yang ada," ujar Rully.
Diakui Rully, permainan ini memiliki beberapa unsur positif, seperti kerja sama, team building, dan komunikasi antar sesama anggota. "Apalagi kalau jadi Captain, decission making menjadi penting. Kelangsungan misi jadi tangung jawab seorang Captain.’
Tak jarang, penyelesaian misi seringkali gagal. "Musuh yang terlalu kuat dan banyak," Rully mengungkap alasan. Meski begitu, permainan tetap berlangsung seru. Apalagi pemain juga mengenakan kostum ala awak Enterprise.
"Supaya lebih berasa feel-nya, serupa bertugas di starship," kata Rully. Starship yang dimaksud Rully tentu saja bukan pesawat luar angkasa asli melainkan ruang rapat, kafe, restoran yang areanya cukup luas.
Bentuk kecintaan komunitas Indo Star Trek juga ditunjukkan lewat kostum yang mereka gunakan. Dengan dihimpun oleh Commander Hilmy, anggota komunitas ini bisa dengan bangga mengenakan kostum serupa awak Enterprise.
Kostum tersebut merupakan hasil produk lokal. Penjahit dalam negeri dipilih karena beberapa alasan, misalnya kualitas dan harga. Menurut Hilmy, kostum buatan luar negeri malah kerap tidak pas di badan.
"Alasan ke-dua," Hilmi menambahkan, "yang versi resmi di atas US$300 [Rp3,9 juta], yang branded banget untuk Star Wars dan Star Trek range-nya US$800-1.700 [Rp10 juta-22 juta]."
Harga yang ditawarkan dalam pembuatan kostum tidak terlalu mahal. Dengan merogoh kocek Rp190 ribu, anggota sudah bisa bergaya layakanya awak Enterprise: Kapten Kirk, Spock dan lain-lain.
Commander Hilmy mengakui bahwa faktor harga juga dipikirkan matang-matang agar bisa laku terjual. "Terlalu mahal, sedikit yang beli. Padahal yang suka banyak banget," katanya.
Pembuatan kostum ini memang diusahakan agar menyerupai kostum aslinya, baik dari segi warna maupun bentuk. Tak hanya itu, kenyamanan bahan juga diperhatikan. "Yang kita kenal cuma kode bahannya aja, Wet Suit."
Selain kostum, komunitas ini juga menyediakan logo Starfleet yang biasa dikenakan di dada sebelah kiri awak Enterprise. Logo tersebut memiliki dua jenis bahan, ada yang logam dan ada pula yang bordir.
"Yang menyerupai [aslinya] tentu dari logam. Cuman memang bisa agak mahal, US$40 [Rp523 ribu] belum ongkir ke Indonesia," paparnya. Untuk mengakali harga tersebut, Commander Hilmy akhirnya membuat logo dengan versi bordir.
"Bordir Starfleet Delta Insignia itu bisa dijahit langsung ke kostum. Jadi difoto tetap bagus," katanya.
Pemesanan kostum ini harus melalui beberapa prosedur. Awalnya, komunitas ini menyediakan pengukuran kostum untuk anggotanya. Namun, proses pembayaran usai pengukuran tersebut seringkali membuat proses ini terhambat. Untuk itu, prosedur pun dipermudah.
"Kita buat pake size, SS, S, M, L, XL, dan seterusnya. Semua pesan sesuai size, transfer dulu, konfirmasi via formulir dan sebutkan nomor handphone dan e-mail, lalu delivery," katanya menjelaskan. Proses pembuatan kostum ini memakan waktu dua hingga minggu.
Pecinta Star Trek yang non-anggota IST pun boleh untuk memesan kostum Star Trek. Sementara bagi anggota IST, kostum dan logo ini biasanya digunakan saat melakukan kopi darat dan juga pada acara-acara khusus.
"Acara penting kita yang tahunan ada tiga. First Contact Day, ultah komunitas tanggal 3 Januari. Namun, diresmikannya pada 15 April. Jadi tanggal kumpul jadi 15 April. [Ke-dua] Star Trek Day, itu ultah Star Trek tanggal 8 September, pertama kali Star Trek ditayangkan CBS di TV Amerika," ujarnya.
Perasaan bangga diakui Commander Hilmy menyelimuti hatinya setiap kali mengenakan kostum Star Trek. Meski beberapa keluarga dan kerabat bertanya-tanya soal kefanatikannya pada Star Trek, namun Commander Hilmy tetap santai.
Lalu, soal kepangkatan, Captain Erianto menjelaskan, "Disesuaikan dengan usia," katanya. Hal tersebut rupanya diadopsi Admiral Berthold dari kepramukaan.
Anggota yang berusia di bawah 10 tahun memiliki pangkat Cadet, 10-19 tahun menjadi Ensign, 20-29 menjadi Lieutenant, 30-39 menjadi Commander, 40-49 menjadi Captain, dan lebih dari 50 tahun menjadi Admiral.
Terbukti, efek dahsyat Star Trek mampu melampaui masa dan usia.