Jakarta, CNN Indonesia -- Dalam beberapa tahun terakhir, geliat seni pertunjukan di Indonesia mengalami keterpurukan, baik di Jakarta ataupun di kota lainnya.
Pernah menjadi tren lima tahun lalu, seni pertunjukan kemudian kerap muncul tenggelam, dan menghilang. Hanya beberapa grup teater ataupun seni pertunjukan yang bertahan, dan rutin menampilkan karya.
Berbagai kendala ditengarai menjadi penyebabnya, dari mulai susahnya pendanaan, mendatangkan penonton, hingga minimnya regenerasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sementara, seni pertunjukan sangatlah penting, karena menjadi persentuhan langsung seseorang dengan karya budaya," ujar Garin Nugroho, saat ditemui di Galeri Indonesia Kaya, Grand Indonesia, Jakarta, pada Selasa (6/9).
Beranjak dari fakta tersebut juga, Garin bersama Galeri Indonesia Kaya lalu menggelar program pelatihan bertajuk 'Ruang Kreatif: Bicara Seni Pertunjukan Indonesia' yang berlangsung dari 4 hingga 7 September 2016, dengan mengundang 25 anak muda pegiat seni pertunjukan dari berbagai daerah di Indonesia.
Para peserta yang terpilih, di antaranya dari Sumatera, Jawa dan Bali, merupakan hasil seleksi dari sekitar seratus proposal yang masuk ke panitia penyelenggara.
"Mereka ini dapat menjadi generasi kreator muda berikutnya, yang diharapkan dapat konsisten berkarya, dan membangun komunitas seni di lingkungan masing-masing," ujar Garin optimistis.
Transfer ilmu Berlangsung selama empat hari, para peserta mengikuti sejumlah pelatihan dengan sejumlah nama besar di dunia seni pertunjukan yang didapuk sebagai pembicaranya, seperti sutradara teater Yudi Ahmad Tajudin, produser Jala Adolphus dan Keni Soeriaatmadja, Butet Kertaredjasa, Maudy Koesnaedi dan Garin Nugroho.
Masing-masing sesi mengupas seluk beluk dunia seni petunjukan, dari mulai studi kasus, pembuatan proposal, masalah pendanaan, hingga proses produksi.
"Selain penciptaan karya, regenerasi adalah modal lainnya yang dibutuhkan untuk menggairahkan kembali seni pertunjukan di Indonesia," ujar Garin beralasan.
Sutradara yang baru saja memutar dan mementaskan karyanya yang berjudul
Setan Jawa itu memotivasi para peserta dengan mengatakan bahwa fakta keterpurukan seni pertunjukan saat ini mestinya menjadi pengetahuan yang mendorong lahirnya produktivitas.
"Setiap orang harus mampu memetakan diri mereka sendiri dengan menggunakan pengalaman-pengalaman yang sudah ada, menganalisa dan memberi nilai tambah untuk terus maju," ujarnya.
Sesi pelatihan yang mengupas mengenai strategi dan manajemen produksi seni pertunjukan tersebut menjadi hidup dengan peserta yang turut antusias.
"Kesempatan ini langka, saya mendapat pengetahuan, dan berharap besok terpilih saat
pitching karya," ujar Rifka Audria, dari komunitas sembilan ruang, asal Padang Panjang, Sumatera Barat.
Selain mengikuti pelatihan, para peserta juga dijadwalkan akan mempresentasikan rencana proyek seni pertunjukan masing-masing. Galeri Indonesia Kaya kemudian akan memilih 10 peserta yang akan mendapat hibah dan kesempatan untuk mewujudkan rencana proyek tersebut.
(rsa)