Slamet Rahardjo Kritik Wacana Mendikbud soal Perfilman

Agniya Khoiri | CNN Indonesia
Selasa, 07 Mar 2017 14:33 WIB
Sineas senior Slamet Rahardjo mengkritik keinginan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy soal penguatan perfilman nasional melalui literasi.
Slamet Rahardjo mengkritik wacana pemerintah soal perfilman. (Foto: Muhammad Adimaja)
Jakarta, CNN Indonesia -- Dalam rangka memperingati Hari Film Nasional yang jatuh pada 30 Maret mendatang, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengungkapkan keinginannya untuk menguatkan bidang perfilman melalui literasi.

"Hal ini penting untuk menyadarkan dan menumbuhkan rasa cinta pada karya bangsa," katanya dalam konferensi pers Hari Film Nasional di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Senin (6/3) kemarin.

Kendati demikian, sineas senior Slamet Rahardjo justru menanggapi keinginan Muhadjir itu dengan kritikan. Menurutnya, tidak semua orang mengerti arti dari literasi itu sendiri.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sebaiknya dari pembicaraan yang Bapak [Muhadjir] sampaikan itu lebih ke 'Membaca Film Indonesia,' karena literasi tanpa membaca akan sulit dipahami," katanya dalam kesempatan yang sama.


Slamet berpandangan, membaca film Indonesia merupakan hal yang penting, karena karya itu dibuat dari jalan pikiran Indonesia. Ia pun menyayangkan bahwa sistem seperti itu masih belum terbentuk.

Aktor kelahiran 1949 itu bahkan menyebut Muhadjir masih berpikir film semata-mata kreasi yang biasa disaksikan di bioskop saja. Padahal, menurutnya, film merupakan ilmu pengetahuan yang, sayangnya, belum mendapat tempat di Indonesia.

"Indonesia masih take it for granted, bahwa anak sutradara jadi sutradara, anak cameraman jadi cameraman. Jadi itu masih warisan belum jadi ilmu pengetahuan," ujarnya.

"Padahal bicara soal anak berbakat, potong kuping saya, anak Indonesia itu nomor satu di Asia Tenggara," katanya.


Tak hanya mengutarakan kritiknya, Slamet turut menyampaikan langsung harapannya pada pemerintah untuk membangun sarana khusus perfilman yang mudah dijangkau masyarakat.

"Bicara literasi kita hanya satu tingkat di atas Zimbabwe. Bagaimana orang yang tidak pernah baca mau nilai film? Tidak mungkin. Maka, saya ingin di Hari Film Nasional, setidaknya di kecamatan atau kabupaten saja memiliki civic center [balai warga], di situ bisa menjadi departemen film-film," ujarnya. (res)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER