Jakarta, CNN Indonesia -- Putu Wijaya kembali mementaskan monolog karyanya bertajuk
Oh, bersama anak dan istrinya di depan siswa/i Jakarta Intercultural School (JIS), Sabtu (16/9).
Pertunjukan ini merupakan acara puncak lokakarya pertukaran seni teater antar siswa internasional. Acara ini diusung oleh JIS dan Association of Southeast Asia Schools (IASAS).
Anaknya, Taksu Wijaya, berperan sebagai pengacara muda yang menerima tawaran seorang penjahat untuk membelanya di pengadilan. Sementara, sang ayah, Putu Wijaya, menjadi seorang pengacara tua yang tidak bisa berbuat apa-apa ketika anaknya menceritakan hal itu. Adapun, Dewi Pramowati, istri Putu, berperan sebagai susternya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Anaknya bilang mau membela penjahat karena ingin memberikan pelajaran kepada negara, dia tahu negara akan kalah karena bukti yang kurang," cerita Putu kepada
CNNIndonesia.com.
Singkat cerita, pengacara muda tersebut berhasil menang di pengadilan dan penjahat itu dibebaskan. Rakyat pun kecewa dan marah, sehingga pengacara muda diculik dan dibunuh.
Melalui monolog ini, Putu ingin memberikan pesan kepada pemerintah agar tidak sembarang menangkap orang dan menjebloskannya ke dalam penjara tanpa bukti yang kuat.
"Ini relevan dengan kehidupan saat ini. Masalah peradilan masih hangat, makanya saya main ini," terang dia.
Monolog ini pertama kali dimainkan di Galeri Indonesia Karya (GIK) pada Februari lalu. Kemudian, ia dan keluarga kembali mementaskannya di Cirebon dan festival di Universitas Negeri Islam (UIN).
"Jadi, sekarang di JIS untuk yang keempat kali," katanya.
Ia mengaku, senang dapat memainkan monolog ciptaannya bersama keluarganya. Namun, bukan perkara mudah mengajak serta keluarga. Bahkan, ia memaksa, membujuk istri dan anaknya terlebih dahulu.
"Anak saya lagi ujian, saya paksa-paksa, istri saya juga malu kenapa saya kenapa main," paparnya.
Beruntungnya, lanjut Putu, keakraban dengan keluarganya makin erat terjalin usai menampilkan pertunjukan tersebut. Latihan rutin yang dilakukan membuat mereka lebih dekat dari sebelumnya.
"Hal ini membuat kami diskusi tentang segala macam. Jadi, menarik sekali," imbuh dia.
Monolog
Oh hanya lah satu dari beberapa budaya yang juga ditampilkan dalam acara pertukaran budaya antar siswa internasional.
Dalam lokakarya, ada juga Mark Curtis dari United Kingdom yang melatih bagaimana menggunakan teknik teater dengan topeng khas. Kemudian, I Wayan Dibia asal Singapadu yang mengenalkan teknik tari Topeng dan tari Kecak.
(bir)