
Ulasan Film: '1987: When the Day Comes'
Minggu, 21 Jan 2018 17:23 WIB

Jakarta, CNN Indonesia -- Kisah film Korea 1987: When the Day Comes hampir mirip cerita Tragedi Mei 1998 di Indonesia. Tapi jangan salah, kualitas karya ini jauh berbeda dengan film yang dibintangi Chelsea Islan, Di Balik 98 (2015) yang juga mengangkat peristiwa genting dalam perjalanan sebuah negara.
1987: When the Day Comes yang diangkat berdasarkan kejadian nyata itu jauh lebih meyakinkan, berani, kejam, namun, di saat yang sama, juga patriotik.
Seperti Tragedi Mei 1998, peristiwa di Korea Selatan pada 1987 itu melibatkan protes besar-besaran di seluruh antero negeri melawan rezim militer demi terciptanya demokrasi. Mahasiswa juga jadi motor aksi itu.
Kisah 1987 arahan sutradara Jang Joon Hwan fokus menyorot kematian aktivis mahasiswa pro-demokrasi Park Jong Chul. Dia meninggal dalam sesi interogasi anti-komunis dari kepolisian.
1987 dibuka dengan adegan yang rumit. Babak awal film itu membawa penonton bertanya-tanya soal kematian mahasiswa yang membuat pemerintah Korsel kalang kabut menutupinya. Namun, justru misteri itu yang bakal diungkap sepanjang film.
Tegang, pilu dan lega bakal mewarnai perasaan sepanjang menyaksikan 1987.
Dari pemerintah, kepolisian, kejaksaan, wartawan dan media massa, penjara, gereja, demonstrasi mahasiswa, bentrok dan kerusuhan hingga rakyat biasa ditampilkan demi kisah 1987 yang utuh.
Rekonstruksi kejadian 1987 dibuat semirip mungkin dengan peristiwa aslinya. Terbukti dengan beberapa dokumentasi berupa foto dan video dari peristiwa asli yang terlihat pada kredit di penghujung film.
Drama dan sisi humanisme juga ditonjolkan dalam membalut cerita 1987. Jang Joon Hwan bahkan tak segan menampilkan kekerasan dan penyiksaan sadis agar 1987 tampak nyata. Adegan-adegan yang sering kali tak muncul dalam film-film Indonesia, termasuk Di Balik 98.
Akting apik dari sederet bintang papan atas Negeri Ginseng seperti Kim Yoon Seok, Ha Jung Woo, Yu Hae Jin, dan Lee Hee Joon semakin memperkuat 1987. Ditambah pula lakon para figuran yang penuh totalitas. Tak tampak seperti adegan yang dibuat-buat yang kerap muncul di film Indonesia.
Namun, banyaknya tokoh dan cepatnya pergantian latar berpotensi membuat penonton bingung dan kesulitan mencerna cerita 1987 yang rumit.
Terlepas dari itu, 1987 dapat dijadikan patokan film drama sejarah bangsa Korea Selatan yang bercerita dengan jujur dan berani. Semoga film Indonesia juga bisa segera mengangkat sejarah republik dengan jujur walau kelam.
1987: When the Day Comes sudah bisa disaksikan di beberapa layar bioskop Indonesia sejak 17 Januari lalu.
[Gambas:Youtube] (res/res)
1987: When the Day Comes yang diangkat berdasarkan kejadian nyata itu jauh lebih meyakinkan, berani, kejam, namun, di saat yang sama, juga patriotik.
Seperti Tragedi Mei 1998, peristiwa di Korea Selatan pada 1987 itu melibatkan protes besar-besaran di seluruh antero negeri melawan rezim militer demi terciptanya demokrasi. Mahasiswa juga jadi motor aksi itu.
Kisah 1987 arahan sutradara Jang Joon Hwan fokus menyorot kematian aktivis mahasiswa pro-demokrasi Park Jong Chul. Dia meninggal dalam sesi interogasi anti-komunis dari kepolisian.
1987 dibuka dengan adegan yang rumit. Babak awal film itu membawa penonton bertanya-tanya soal kematian mahasiswa yang membuat pemerintah Korsel kalang kabut menutupinya. Namun, justru misteri itu yang bakal diungkap sepanjang film.
Tegang, pilu dan lega bakal mewarnai perasaan sepanjang menyaksikan 1987.
Lihat juga:Lima Rekomendasi Film Akhir Pekan |
Dari pemerintah, kepolisian, kejaksaan, wartawan dan media massa, penjara, gereja, demonstrasi mahasiswa, bentrok dan kerusuhan hingga rakyat biasa ditampilkan demi kisah 1987 yang utuh.
Rekonstruksi kejadian 1987 dibuat semirip mungkin dengan peristiwa aslinya. Terbukti dengan beberapa dokumentasi berupa foto dan video dari peristiwa asli yang terlihat pada kredit di penghujung film.
Drama dan sisi humanisme juga ditonjolkan dalam membalut cerita 1987. Jang Joon Hwan bahkan tak segan menampilkan kekerasan dan penyiksaan sadis agar 1987 tampak nyata. Adegan-adegan yang sering kali tak muncul dalam film-film Indonesia, termasuk Di Balik 98.
Akting apik dari sederet bintang papan atas Negeri Ginseng seperti Kim Yoon Seok, Ha Jung Woo, Yu Hae Jin, dan Lee Hee Joon semakin memperkuat 1987. Ditambah pula lakon para figuran yang penuh totalitas. Tak tampak seperti adegan yang dibuat-buat yang kerap muncul di film Indonesia.
Namun, banyaknya tokoh dan cepatnya pergantian latar berpotensi membuat penonton bingung dan kesulitan mencerna cerita 1987 yang rumit.
Terlepas dari itu, 1987 dapat dijadikan patokan film drama sejarah bangsa Korea Selatan yang bercerita dengan jujur dan berani. Semoga film Indonesia juga bisa segera mengangkat sejarah republik dengan jujur walau kelam.
1987: When the Day Comes sudah bisa disaksikan di beberapa layar bioskop Indonesia sejak 17 Januari lalu.
[Gambas:Youtube] (res/res)
TOPIK TERKAIT
ARTIKEL TERKAIT
Lihat Semua
BERITA UTAMA
TERBARU
LAINNYA DI DETIKNETWORK