HUT JAKARTA

Kampung Betawi di Antara Impitan Tembok Kemang

Agniya Khoiri | CNN Indonesia
Jumat, 22 Jun 2018 10:55 WIB
Di balik gedung bertingkat, mal, apartemen dan restoran serta kafe mewah di Kemang, Jakarta Selatan, ada kampung asli Betawi yang masih bertahan.
Kehidupan di Gang Langgar, sebuah kampung Betawi asli di balik tembok Kemang. (CNN Indonesia/Agniya Khoiri)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kicau burung bersahutan di bawah rindangnya pohon kecapi. Tak ada bising mesin kendaraan. Hanya deru angin yang meniupkan udara segar dengan sinar matahari yang mulai menyengat.

Kehidupan ini seakan jauh dari hiruk pikuk ibu kota. Namun tak jauh dari rumah-rumah kumuh yang berimpitan itu, gedung-gedung tinggi menjulang. Lampu-lampu kafe bergemerlapan.

Itu potret kecil yang tersembunyi di Kemang, salah satu kawasan elite di selatan Jakarta, yang kini sedang merayakan ulang tahun ke-491.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kampung di balik tembok tinggi Kemang.Kampung di balik tembok tinggi Kemang. (CNN Indonesia/Agniya Khoiri)
Jalan sempit bernama Gang Langgar itu ditinggali sejumlah masyarakat Betawi asli yang memilih bertahan hidup di balik tembok-tembok yang berdiri atas nama modernitas.

Nama Gang Langgar diambil dari keberadaan masjid atau langgar di dekatnya, Masjid Jami Tarbiyatul Falah.

Namun, jangan harap bisa langsung menemukan lokasi gang tersebut dengan mudah, terlebih menggunakan peta elektronik. Itu justru akan mengarah pada Gang Langgar-Gang Langgar lain, di luar kawasan Kemang. Nama resmi yang digunakan wilayah ini adalah Jalan Kemang 1B.

Tidak seperti restoran, kafe, kelab malam, maupun kedai kopi masa kini di kawasan Kemang, untuk masuk ke Gang Langgar perlu melewati jalan-jalan setapak yang jelas tak bisa dilewati mobil. Hanya kendaraan roda dua atau pejalan kaki yang bisa masuk ke sana.

Pemandangan gedung-gedung tinggi Kemang dari Gang Langgar.Pemandangan gedung-gedung tinggi Kemang dari Gang Langgar. (CNN Indonesia/Agniya Khoiri)
Meski cukup padat, kehidupan warga kampung ini terasa begitu hangat.

Saat CNNIndonesia.com berkunjung pekan ini, suasana Lebaran masih cukup terasa. Beberapa warga tampak duduk-duduk bercengkerama di sebuah balai. Beberapa lainnya lalu-lalang bersilaturahmi ke rumah tetangga.

"Minal aizin ya," ucap sepasang suami istri kepada kami. Mereka terlihat baru pulang dari kampung halaman, menggendong beberapa tas besar.

Walau didominasi masyarakat asli Betawi, ada pula beberapa warga kampung yang merupakan pendatang. Menurut ketua RT setempat, secara keseluruhan ada sekitar 30 kepala keluarga yang tinggal di sana.


Dahulu, sebelum bersolek menjadi salah satu kawasan kaum metropolis, Kemang merupakan daerah yang asri. Daerah ini dikelilingi sawah, perkebunan, hingga peternakan. 

Itu dituturkan Hasimah, warga yang dituakan di kampung Gang Langgar, sekaligus saksi hidup pergantian wajah Kemang.

"Saya udah di sini dari tahun 1962, dulu mah belon ada apa-apa, masih kebon, sawah, pohon apa aja ada. Warganya dulu dagang buah sawo, kecapi, ada juga yang ngangon kambing," ceritanya saat ditemui di kediamannya.

Hasimah, salah satu warga Betawi asli yang masih tinggal di kampung Kemang.Hasimah, salah satu warga Betawi asli yang masih tinggal di kampung Kemang. (CNN Indonesia/Agniya Khoiri)
Kini, di tanah yang dulunya merupakan area persawahan itu telah berdiri apartemen mewah dan pusat perbelanjaan. Lokasi itu berdampingan langsung dengan kampung ini.

"Kandang kambing sekarang jadi kontrakan," kata Hasimah dengan nada agak ketus.

Hasimah yang kerap disapa Mpok Acim itu merasa perubahan kawasan Kemang menjadi sebuah kota turut mengubah nasibnya.

"Saya dulu itu dukun beranak, tapi karena jadi banyak bidan di sini, ya kalah," tuturnya. "Sekarang saya tukang urut bayi," ia melanjutkan.


Hasimah bukan satu-satunya yang nasibnya berubah. Anak-anak pun kehilangan tempat bermain. Kawan-kawannya akhirnya banyak yang memilih menjual tanah dan pindah ke pinggiran kota Jakarta. Sementara tanah-tanah yang dijual itu, berubah jadi lahan bisnis.

Ada yang menjadi restoran, pusat perbelanjaan, rumah tinggal dan sebagainya.

"Sekarang jadi enggak enak, gersang. Jalannya udah abis, mau ke mana-mana takut, takut nyebrang. Dulu mah cuma ada gerobak, sekarang macem-macem [kendaraan]," katanya.

"Yang tersisa cuma masjid doang, itu juga dulunya musala. Kalau bukan masjid, tau deh udah dijadiin apaan," lanjutnya seolah berkaca dari perubahan yang terjadi.


Penduduk asli Kemang pun semakin terpinggirkan saat baru-baru ini akses menuju kampung Gang Langgar ditutup. Hasimah dan warga lain harus berputar melewati jalan yang lebih jauh.

"Dulu kalau turun [kampung sebelah] ada jalan. Sekarang muter jauh, kealingan tembok, jadi jauh banget," ungkapnya sambil menghela nafas.

Meski demikian, ia mengaku bahwa dirinya dan keluarga akan tetap tinggal di sana selama akses menuju kampungnya masih ada. Tak peduli jalan-jalannya kian sempit terimpit.

"Biar sampe mati saya ingin di kampung sendiri. Saya enggak mau pindah ke kampung orang. Biarin kalau yang lain milih pindah dan jual rumah mereka, kebutuhan orang kan beda-beda," katanya menggebu.

Suasana di Gang Langgar, kampung Betawi asli di balik kemegahan Kemang.Suasana di Gang Langgar, kampung Betawi asli di balik kemegahan Kemang. (CNN Indonesia/Agniya Khoiri)

Cerita lain datang dari Sanwani....(selanjutnya)

Dari Office Boy Jadi Peternak Ayam

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2 3
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER