Jakarta, CNN Indonesia -- Penulis Inggris yang merupakan pemenang
Nobel Sastra V.S. Naipaul meninggal dunia di usia 85 tahun.
Penulis kelahiran Trinidad yang terkenal lantang ini terkenal dengan buku-buku tentang trauma akibat perubahan di era setelah penjajahan seperti "A House for Mr Biswas" dan "In A Free State" yang memenangkan penghargaan Man Booker.
"Dia meninggal dengan dikelilingi orang-orang yang mencintainya, setelah menjalani hidup yang penuh kreativitas dan perjalanan penuh tantangan," ujar isterinya Lady Nadira Naipaul dalam pernyataan tertulis, Sabtu (11/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Isterinya menggambarkan penulis yang lantang ini sebagai "raksasa dalam seluruh pencapaiannya".
Vidiadhar Surajprasad Naipaul, putera seorang pegawai negeri pemerintah penjajahan Inggris di Trinidah, pindah ke Inggris setelah mendapat beasiswa untuk belajar Sastra Inggris di Universitas Oxford.
Namun, dia menghabiskan sebagian besar waktunya untuk berwisata dan meski menjadi pilar dalam kebudayaan Inggris dia juga merupakan simbol kelompok tak berakar modern.
Karya-karya awal Naipaul berpusat pada Hindia Barat (West Indies), tetapi kemudian merembah ke negara-negara lain di dunia.
Dia memicu kontroversi setelah menggambarkan negara-negara bekas jajahan sebagai "masyarakat setengah matang" dan bahwa Islam memperbudak dan berupaya menghancurkan budaya lain.
Ketika mendapat hadiah Nobel untuk bidang sastra pada 2001, Akademi Swedia menggambarkannya sebagai "pengelana literatur, hanya merasa nyaman sebagai diri sendiri, dalam suara yang tidak bisa ditiru".
Disebutkan bahwa dia adalah "pengamat nasib kerajaan dari sisi moral: dampaknya terhadap manusia".
"Kemahirannya sebagai pencerita bertumpu pada ingatan yang telah dilupakan orang lain, sejarah yang hilang," tulis Akademi Swedia yang bertanggung jawab atas pemilihan pemenang Nobel.
Naipaul mendapat gelar bangsawan dari Ratu Inggris pada 1990, menyatukan non-fiksi dan otobiografi tanpa perbedaan yang jelas.
Salah satu novel yang kemudian berpengaruh "A House for Mr Biswas" (1961), bercerita tentang tugas yang hampir tak bisa diwujudkan oleh imigran India di Karibia ketika mencoba berintegrasi dengan masyarakat setempat dengan tetap mempertahankan akar budaya mereka.
Dia menulis lebih dari 30 buku, dan salah satu pemenang awal Booker Prize yang kini menjadi hadiah kesusasteraan paling bergengsi di Inggris, pada 1971 lewat "In A Free State".
Di awal karirnya, Naipul dihadapkan dengan masalah keuangan dan kesepian. Dia bertemu isteri pertamanya, Pat di Oxford. Pat menjadi pendukung utama Naipaul dalam berkarya.
Pat meninggal pada 1996 dan Naipaul kemudian mengatakan dia mempercepat kematian isterinya yang menderita kanker. Dia juga mengaku sering mengunjungi rumah prostitusi ketika isterinya itu mengobati kanker.
Pengakuan ini "membebaninya. Saya merasa dia kembali terserang kanker setelah itu...Bisa disebut saya membunuhnya," kata Naipaul dalam biografi berjudul, "The World Is What IT is: The Authorized Biography of V.S. Naipaul."
Pengarang ini memiliki hubungan buruk dengan Argentina selama seperempat abad dan dia menikahi wartawan asal Pakistan Nadira Alvi setelah isterinya meninggal pada 1996.
Dia terkenal sangat lantang dengan pendapatnya dan memiliki reputasi memutus hubungan dengan orang, dan pernah berkata: "Hidup saya singkat. Saya tidak bisa mendengarkan hal-hal dangkal."
 Akademi Swedia mengatakan kemahirannya sebagai pencerita bertumpu pada ingatan yang telah dilupakan orang lain, sejarah yang hilang(Reuters/Chris Helgren) |
Topik yang dikritik Naipul beragam mulai dari korupsi di panggung politik India hingga perlakuan sinis negara Barat terhadap negara jajahan sampai pada pemujaan individu seperti dalam bukunya "The Return of Eva Peron". Dia menyamakan mantan perdana menteri Tony Blair dengan bajak laut sebagai pemimpin revolusi sosialis, dan juga meremehkan pengarang perempuan yang "sentimental". "Penulis perempuan berbeda, sangat berbeda. Saya membaca beberapa karya dan dalam satu atau dua paragraf saya tahu apakah itu ditulis oleh perempuan atau bukan. Saya pikir, karya mereka tidak setara dengan saya," ujarnya dalam wawancara dengan koran Evening Standard pada 2011. Naipaul yang memenangkan Nobel Sastra 2001 ini kemudian mengatakan bahwa hal itu disebabkan "rasa sentimental kaum perempuan, mendangkalkan pandangan dunia".
Dia juga juga bersiteru dengan pengarang Amerika Serikat Paul Theroux yang kemudian bersama-sama menulis buku tentang hubungan keduanya. Keduanya kemudian berbaikan dan melupakan persiteruan mereka.
(yns)