Ulasan Film: 'Take Point'

Endro Priherdityo | CNN Indonesia
Jumat, 18 Jan 2019 14:47 WIB
'Take Point' menawarkan aksi seru Ha Jung Woo di tengah laga tembak-tembakan dan konspirasi tiga negara, namun ada pula yang perlu ditinjau ulang dari film ini.
Film 'Take Point'. (dok. CJ Entertainment)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ada banyak hal yang bisa didapat kala menyaksikan film Korea Take Point, bukan hanya sekadar melihat keseruan dan ketegangan Ha Jung Woo memimpin timnya menyelamatkan diri, namun mulai dari konspirasi hingga filosofi kemanusiaan dan politik.

Take Point, film kedua kerja sama antara aktor ternama Korea Selatan Ha Jung Woo dengan sutradara pendatang baru nan mulai bersinar Kim Byung Woo, cukup menarik perhatian meski tak seutuhnya mengesankan.

Film ini secara garis besar tak berbeda dari film kerja sama pertama dua sineas tersebut, The Terror Live (2013) yang sukses menuai box office dan pujian. Take Point (2018) masih berkutat pada aksi heroik Ha Jung Woo di tengah krisis, nuansa penuh teror, hingga aksi mengebom dan meruntuhkan bangunan, plus sentuhan CGI canggih.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Take Point mengisahkan upaya Ahab (Ha Jung Woo), seorang mantan tentara angkatan udara Korea Selatan yang kemudian beralih profesi menjadi tentara bayaran untuk misi rahasia, menyelamatkan timnya di tengah drama politik dan kepentingan tiga negara: Amerika Serikat, Korea Utara, dan China.


Ahab dan timnya yang semula dibayar oleh CIA untuk menjalankan misi menculik salah satu pejabat tinggi Korea Utara demi menjalankan misi mendongkrak elektabilitas Presiden Amerika Serikat, berganti tujuan kala 'ditipu' oleh target mereka sendiri.

Justru, mereka dihadapkan oleh Pemimpin Tertinggi Korea Utara yang dikenal dengan nama "King". Tawarannya terlihat lebih menantang, namun nyatanya itu adalah jebakan yang lain.

Ahab kemudian terlibat dalam permainan kotor CIA demi kelanggengan petahana Amerika Serikat dan terjebak dalam perang dan strategi penguasaan Korea Utara oleh China. Hal yang tak mustahil terjadi di dunia nyata.

Di tengah banyaknya permainan politik tersebut, Ahab masih harus dihadapkan dengan berbagai masalah, mulai dari tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga, hingga masalah persaudaraan antar tim, juga kemanusiaan.

Kapten Ahab (Ha Jung Woo) dalam 'Take Point'.Kapten Ahab (Ha Jung Woo) dalam 'Take Point'. (dok. CJ Entertainment)

Take Point selama 124 menit menyajikan berbagai hal yang bisa menjadi pujian, namun juga keluhan.

Film ini harus diakui memiliki ide cerita yang tak biasa dan cukup berkaitan dengan nuansa politik dunia saat ini, kala Amerika Serikat dengan China mulai bersaing dalam perang dagang yang kemudian dikisahkan berujung pada ketegangan dua negara, program denuklirisasi Korea Utara yang menjadi janji dari Presiden AS dan diceritakan berdampak langsung pada elektabilitas politiknya.

Selain itu, yang menarik, film ini juga menggambarkan bagaimana hubungan benci tapi cinta antara orang Korea Utara dengan Korea Selatan. Perbedaan pandangan politik yang memisahkan 'orang Utara' dengan 'orang Selatan' sejatinya akan luruh kala dihadapkan dengan rasa kemanusiaan.

Segala kerumitan ide cerita tersebut dibungkus dengan ketegangan dalam bangunan bungker di kawasan demiliterisasi yang berliku dan tertutup, beragam aksi tembak-tembakan dan dibantu teknologi canggih, hingga berbagai efek visual yang boleh dibilang patut diacungi jempol.


Tak seperti film aksi dan laga lainnya yang cenderung minim dialog, Take Point memiliki porsi dialog yang cukup banyak sebagai wadah penyampaian ide cerita sutradara Kim Byung Woo yang juga bertindak sebagai penulis.

Akan tetapi, dialog yang 60-70 persen dilakukan dalam bahasa Inggris itu justru menyulitkan penyampaian ide pada sebagian babak, terutama pada awal film. Penonton terasa kesulitan memahami keterkaitan dari berbagai informasi yang bejubel disampaikan.

Kim terkesan ingin mempercepat penyampaian informasi dan latar cerita di bagian awal melalui dialog Ahab dengan agen Mackenzie (Jennifer Ehle) dari CIA. Akan tetapi, pemaparan dalam banyak dialog tersebut terkesan tak terlalu berguna mengingat kisah Ahab berubah haluan di tengah jalan.

Kehadiran dokter Yoon Ji Eui (Lee Sun Kyun) sejatinya menambah rasa baru dalam Take Point. Selain itu, peran dokter "King" tersebut membuat nuansa film ini menjadi lebih lembut dan manusiawi, yang mestinya dimainkan oleh karakter Ahab.

Dikenal sebagai aktor kawakan dan telah bermain berbagai genre, kualitas akting Ha Jung Woo sebenarnya tak perlu diragukan. Seperti biasanya, ia bermain totalitas dalam film ini.

[Gambas:Youtube]

Akan tetapi, bila dilihat seksama, film ini terkesan amat terpusat pada Ahab yang diperankan Jung Woo dan kesan heroik serta superior yang kental terasa sejak awal narasi.

Mengingat Ha Jung Woo juga berperan sebagai produser film ini, membuat Take Point seperti proyek narsis dari aktor 40 tahun tersebut.

Pujian justru saya berikan kepada Lee Sun Kyun yang membangun karakter dokter Yoon Ji Eui dengan apik dan bisa mengimbangi citra superior Ha Jung Woo.

Pujian lain juga diberikan kepada tim visual efek Take Point yang bisa memberikan penggambaran secara dramatis menggunakan CGI. Kesan kasar yang dilihat dalam trailer tak begitu kentara kala film ini ditayangkan dalam layar lebar.

Kekecewaan lain justru dirasakan dari sejumlah pemain asing yang sengaja direkrut dalam Take Point. Beberapa ada yang bermain bagus, namun kebanyakan terkesan hanya sekadar kameo sehingga aksi mereka seperti amatiran.

Secara umum, Take Point yang tayang di Indonesia sejak 16 Januari 2019 ini cukup menghibur dan meningkatkan adrenalin kala menontonnya, meskipun bila ditimbang dari konten, film ini masih banyak yang perlu ditinjau ulang.

[Gambas:Instagram] (end)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER