Bahaya di Balik Fenomena Candu K-Pop

CNN Indonesia
Minggu, 03 Feb 2019 17:02 WIB
Dari sudut pandang psikologi, fenomena kegandrungan para K-Popers akan idola mereka menimbulkan ketertarikan sekaligus kecemasan.
Ilustrasi para penggemar K-Pop di Indonesia. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Khususnya pada remaja yang kerap mengalami gejolak emosional, Adella menilai hiburan Korea seperti K-Pop dan K-Drama amat lihai mengambil dan mengelola rasa 'drama' sehingga menarik minat pada golongan usia ini.

Salah satu contoh, ketika banyaknya fasilitas hiburan dari idola yang membawa penggemar dengan sang bintang menjadi lebih dekat seperti bisa mengamati kegiatan serta mengetahui berbagai curhatan sang idola.

"Nah kondisi ini yang membuat anak-anak merasa dekat dengan idol mereka. Mereka pikir "sama nih gue". Ketika [merasa] sama, cara yang dipakai sama idola itu ditiru juga. Remaja kan seperti itu. Kalau cara-caranya konstruktif sih ya saya senang," kata Adella.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jangan lupa kalau remaja adalah makhluk yang sedang dalam kondisi instabilitas tinggi. Orang ahli saja bilang remaja ada dalam fase ''tsunami''. Jadi emosi yang sedang muncak. Segala sesuatu diangkat dengan emosi yang setinggi-tingginya," lanjutnya.

"Satu lagi, fungsi otak remaja lagi ''apa yang sedang dia nikmati, dia akan berlama-lama di situ''. Dia nikmat di situ, ya sudah, dia lupa yang lain," tambahnya.


Menginspirasi

Mantan penyanyi Shelomita memiliki pandangan berbeda. Sebagai orang tua yang memiliki anak-anak K-Popers, wanita yang kerap disapa Mita ini beranggapan konten hiburan Korea masih memiliki nilai positif terhadap anaknya. Ia mengaku tak terlalu khawatir terkait kesukaan anak-anaknya terhadap K-Pop.

"Enggak [khawatir] sih. Mungkin itu alasan dan manfaatnya orang tua harus tahu, ikut mengerti, ikut memahami dan menghargai kesukaan anak. Itu prinsip saya mendidik anak, ya sama anak ikatannya harus kuat," kata ibu empat anak ini.

"Buat saya, contoh atau inspirasi yang bagus buat mereka melihat kehidupan para pemain atau penyanyi K-Pop ini mencapai kesuksesan mereka, itu bukan hal yang mudah," kata Shelomita kala berbincang dengan CNNIndonesia.com di kesempatan terpisah.

Namun ia mengakui bahwa dirinya menerapkan sejumlah aturan bagi anak-anaknya terkait mengakses aneka hiburan Korea tersebut, mulai dari durasi menonton YouTube, penegasan jam belajar, hingga menumbuhkan kesadaran akan pentingnya batasan anggaran untuk 'kesenangan' Korea ini.

"Misal ada lima atau enam konser, mereka enggak berani minta semuanya. Mereka tahu itu enggak murah. Jadi dia tahu dan saya juga menghargai kecintaannya. Kita tahu rasanya kalo punya idola dan dia mendekat," kata Shelomita yang juga menyebut selama ini tak ada tingkah kelewatan dari anaknya akibat kegandrungan akan K-Pop.

Shelomita (kiri) bersama Marini Soerjosoemarno yang ikut menyukai K-Pop.Shelomita (kiri) bersama Marini Soerjosoemarno yang ikut menyukai K-Pop. (CNN Indonesia/Aulia Bintang Pratama)

"Kita tidak bisa kayak orang tua dulu lagi, melarang, enggak bisa. Anak sekarang beda. Lebih banyak dialog. Dengan penjelasan, anak mengerti mengapa sekolah penting sehingga bisa mengimbangi antara kewajiban dan kesenangan," timpal ibunda Shelomita, penyanyi dan aktris Marini Soerjosoemarno dalam kesempatan yang sama.

Tindakan pengasuhan yang dilakukan Shelomita senada dengan nasihat dari Adella selaku psikolog. Adella menyarankan orang tua mengetahui betul terkait kesukaan dan perkembangan anak, terutama kala mereka remaja.

Namun Adella menegaskan, dengan berusaha mengetahui kesukaan anak, bukan berarti bahwa orang tua juga ikut 'teracuni' oleh konten-konten hiburan Korea. Hal ini ditegaskan Adella lantaran dirinya menemukan banyak orang tua yang mestinya bisa menjadi pengarah anak malah ikut menjadi 'korban'.

"Mereka [remaja] punya fenomena menjauh dari orang tua. Nah orang tua yang bagaimana yang tetap bisa masuk ke kehidupan anak? Orang tua yang mau masuk. Ketika anak ada masalah emosional mereka butuh seseorang, nah kita yang mesti menyediakan diri di waktu yang tepat," kata Adella.

"Lihat tanda-tandanya secara emosional ada masalah apa, apa yang dipikirkan mereka. Jangan jadi orang terakhir yang tahu tentang anak." tambahnya.

[Gambas:Youtube] (agn/end)

HALAMAN:
1 2
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER