Jakarta, CNN Indonesia -- Film pendek
Tak Ada yang Gila di Kota Ini akan serta berkompetisi di program Wide Angle: Asian Short Film Competition di Busan International Film Festival (
BIFF) yang digelar pada 3-12 Oktober mendatang di Busan, Korea Selatan. Film hasil arahan Wregas Bhanuteja ini juga akan tayang perdana di sana.
Tak Ada yang Gila di Kota Ini yang dibintangi oleh
Oka Antara menjadi salah satu dari 300 film asal 70 negara yang terpilih untuk diputar di 30 bioskop di Busan. Diprediksi, BIFF bakal dihadiri sekitar 200 ribu penonton, dan 10 ribu
stakeholder perfilman dunia.
Film pendek tersebut merupakan karya adaptasi dari cerita pendek tulisan Eka Kurniawan yang diterbitkan dalam buku
Cinta Tak Ada Mati (2018).
Tak Ada yang Gila di Kota Ini bercerita tentang Marwan (Oka Antara) yang mendapat perintah untuk 'membuang' Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) ke hutan. Beralasan karena kehadiran orang-orang itu merusak wajah kota, ternyata Marwan punya rencana rahasia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oka Antara mengungkapkan, dirinya mengambil kesempatan berakting dalam
Tak Ada yang Gila di Kota Ini karena keunikan skenario dan arahan sutradara Wregas Bhanuteja.
"Skenarionya sangat unik dan jarang saya temui, terutama dalam film feature. Jadi cerita ini hanya bisa dicapai melalui film pendek. Dan ketika tahu director-nya Wregas, karena saya pernah menonton film
Prenjak, jadi saya merasa
delivery-nya pasti akan sesuai," kata Oka dalam rilis yang diterima
CNNIndonesia.com.
Wregas sendiri sudah jatuh cinta pada akting Oka ketika menonton film
Sang Penari. Ia menilai wajah dan sorot mata Oka dalam film itu adalah yang dibutuhkannya untuk
Tak Ada yang Gila di Kota Ini.
"Di Jawa, ada istilah
mendhem (artinya memendam). Itulah yang saya lihat dari wajah dan sorot mata Oka dalam film tersebut. Nuansa
mendhem ini saya butuhkan untuk memenuhi karakter Marwan yang memendam dan menyembunyikan kompleksitasnya di belakang kepalanya saja. Ia tidak menunjukkannya di depan orang lain karena berbagai kepentingan yang ada," ujar sang sutradara.
Wregas mengaku faktor emosi menggerakkannya untuk mewujudkan
Tak Ada yang Gila di Kota Ini ke layar lebar. "Saat membacanya [cerpen], saya merasakan emosi kemarahan yang sama terhadap suatu hal, yakni kuasa," kata sutradara yang pernah meraih Leica Cine Discovery Prize, Best Short Film di Cannes Film Festival 2016 lewat film
Prenjak tersebut.
Ia melanjutkan, "Di mana orang yang memiliki
power yang lebih, akan menindas orang yang lebih lemah untuk memuaskan hasrat pribadinya. Yang di bawahnya, akan menindas yang di bawahnya lagi, dan yang paling tidak berdaya adalah orang yang sama sekali tidak memiliki kuasa, bahkan kuasa akan dirinya."
Tak Ada yang Gila di Kota Ini berdurasi 20 menit, didukung pula oleh Sekar Sari, Pritt Timothy, Jamaluddin Latif, serta Kedung Darma Romansha. Yogyakarta dipilih sebagai lokasi syuting, untuk menyesuaikan dengan jalan cerita.
[Gambas:Video CNN] (rea)