Komedian Satriaddin Maharinga Djongki alias Arie Kriting memuji aksi protes penggemar K-pop terhadap pembakaran hutan di Papua yang membuat isu tersebut menjadi topik tren nomor satu di media sosial.
Arie menyampaikan pujian itu melalui unggahan tangkapan layar yang menunjukkan tagar #SavePapuaForest menjadi topik tren nomor satu bersama #SaveHutanIndonesia dan K-pop.
Di kolom keterangan, Arie mengatakan bahwa memang hanya fan K-pop yang bisa memberikan perhatian terhadap kasus kebakaran hutan di Papua.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, hampir setiap tahun isu lingkungan selalu muncul di Indonesia, tapi tak satu pun yang menjadi topik tren.
"Terserah sudah orang mau anggap K-pop bagaimana, tapi saya bersyukur setidaknya ada satu momen isu lingkungan hidup utamanya di Papua bisa mendapat perhatian publik seperti ini. Ini terjadi karena fans K-pop banyak diremehkan itu bersatu menyuarakan," tulis Arie.
Kendati demikian, Arie mengatakan bahwa masyarakat sebenarnya lebih mengharapkan aksi nyata dari pemerintah terkait pembakaran hutan di Papua. Arie menganggap pemerintah seharusnya bersikap tegas terhadap kegiatan yang berdampak buruk untuk lingkungan.
"Tapi setidaknya hari ini banyak orang di media sosial yang memalingkan wajahnya sejenak pada isu lingkungan hidup semacam ini. Terima kasih fans K-Pop. Pemerintah dan penegak hukum, yuk ditunggu investigasi dan kebijakannya," tulis Arie.
Isu ini menjadi perhatian setelah Greenpeace International mempublikasikan hasil investigasi mereka bersama Forensic Architecture.
Investigasi itu menemukan dugaan anak usaha perusahaan Korea Selatan, Korindo Group, melakukan pembakaran hutan di di Papua secara sengaja untuk usaha perkebunan kelapa sawit.
Namun, Korindo Group membantah temuan Greenpeace itu. Perusahaan menyatakan bahwa informasi yang menyebut Korindo Group membakar hutan di Papua untuk perkebunan sawit tidak benar.
Berdasarkan rilis dari situs Greenpeace, perusahaan Korindo memang memiliki perkebunan kelapa sawit terbesar di Papua. Perusahaan itu disebut telah menghancurkan sekitar 57.000 hektare hutan di Papua sejak 2001.
Dalam penelitian tersebut, tim gabungan dua organisasi menggunakan citra satelit NASA untuk mengidentifikasi sumber panas dari kebakaran lahan yang berlokasi di Merauke, Papua, tersebut.
Menanggapi temuan ini, Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rasio Ridho Sani, menyatakan pembakaran hutan yang diungkap oleh Greenpeace dan Forensic Architecture dalam video itu terjadi pada 2013 lalu.
Ia mempertanyakan alasan video investigasi oleh Greenpeace tujuh tahun lalu itu baru dipublikasikan sekarang. Roy mengatakan bahwa Greenpeace seharusnya segera melaporkan bukti video tersebut kepada pihak terkait pada saat itu.
Selain itu, Roy juga menganggap Greenpeace semestinya juga teliti dan jujur bahwa pelepasan kawasan hutan untuk konsesi perkebunan sawit dalam video itu diberikan pada 2009-2014, bukan periode sekarang.
(aud/has)