Lakon pendek lucu (skit) atau guyonan kini menjadi salah satu cara yang kerap digunakan sekelompok orang saat menyampaikan pesan atau kritik. Efektif, setidaknya itu yang dirasakan komika Bintang Emon ketika menggunakan komedi dalam menyampaikan pesan atau kritik di hadapan masyarakat, terutama generasi milenial.
"Ada cara khusus kami terjun dan enggak terlalu keras. Karena menurut saya masih sedikit milenial yang berkontribusi untuk ikut serta dalam kegiatan bernegara ini. Butuh cara baik yang halus," kata Bintang Emon beberapa waktu lalu.
Hal tersebut disampaikan ketika ia menjadi salah satu pembicara dalam kampanye RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dan menanggapi cara yang ampuh saat hendak mengkritik situasi yang tengah terjadi di negara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Paling seperti yang sudah-sudah melalui kampanye komedi karena terbukti bisa merangkul teman-teman saya," ucapnya kala itu.
Pemilik nama lengkap Gusti Muhammad Abdurrahman Bintang Mahaputra merupakan salah satu komika Indonesia yang kerap mengkritik kondisi negara seperti proyek di Pulau Komodo, polemik Omnibus Law, kasus Novel Baswedan, hingga yang terakhir mengenai Rizieq Shihab melalui cuitan yang berisikan guyonan atau video-video singkat.
Meski terlihat lucu di layar atau cuitan, bukan berarti hal tersebut dibuat tanpa persiapan yang matang. Bintang Emon mengungkapkan selalu mempersiapkan konten secara matang, terutama isu-isu yang sangat penting, supaya pesan yang akan disampaikan melalui komedi benar-benar tepat sasaran di masyarakat.
"Dicari betul celahnya sehingga poin yang disampaikan bisa total tapi tidak dengan cara yang keras. Karena ketika poin yang hendak disampaikan tidak terbawa semua, nantinya ketika membuat konten baru, antisipasi publik sudah jauh," kata Bintang.
"Saya juga merasa terganjal apabila responsnya tidak sebaik yang diharapkan ketika sudah menemukan pola pesan yang baik, isunya baik, dan diterima masyarakat. Sudah ketemu polanya dengan lewat komedi dan hasilnya selama ini lumayan efektif."
Walau sudah menyiapkan secara matang, ia menyadari konten komedinya tidak akan disukai semua orang. Ia memahami akan selalu ada pihak yang bertentangan dengannya bahkan tak ragu untuk menyerang dan membawanya ke jalur hukum.
Kondisi serupa juga dipahami komika Pandji Pragiwaksono. Jika Bintang Emon mengaku masih merasa terintimidasi, Pandji menyatakan sudah terbiasa apabila orang-orang tidak bisa menerima kritik guyonan, hingga menyeretnya ke ranah hukum.
Menurutnya, hal tersebut menjadi bukti Indonesia kini masih menghadapi kesulitan dalam kebebasan berekspresi karena akan selalu dihajar dengan opini yang berseberangan.
"Jadi kebebasan berekspresi itu yang juga erat dengan kemerdekaan dan kebebasan berpendapat yang sering sekali dianggap hanya cuma berlaku terhadap yang sependapat dengan dia. Kalau orang yang enggak sependapat dengan dia seperti mesti ditutup, diblock, atau dianggap sebagai serangan bukan dianggap sebagai opini," kata Pandji kepada CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu.
"Jadi kayaknya secara umum kita ini masih kurang senang untuk ngobrol, kurang tahu bagaimana caranya ngobrol, mengutarakan pendapat, punya diskursus yang sehat, itu tuh kita masih kagok, dan ini yang harus diperbaiki menurut saya."
Kebebasan berekspresi, kata Pandji, juga bukan hal yang bisa dilakukan sesuka hati. Setiap pendapat sudah sewajarnya bisa dipertanggungjawabkan. Di sisi lain, si pemberi pendapat ataupun yang penanggap juga sebaiknya memberi ruang diskusi apabila memiliki pandangan yang berbeda terhadap suatu hal.
"Intinya, semua bebas buat ngomong apapun, bebas tersinggung, yang penting lo ngobrol."
"Orang yang menyinggung menyediakan dirinya untuk diskusi, jangan kabur. Orang yang tersinggung juga menyediakan dirinya untuk dialog jangan tiba-tiba somasi. Boleh dong nunjukin ketersinggungan enggak sambil menghalalkan darah orang, kan ngeri juga," ucap Pandji.
(chri/bac)