Bagi pelanggan tipe "premium", Gunawan menjanjikan kecepatan akses yang lebih dibanding "free member" dan bebas iklan serta bisa mengunduh drama Korea favorit mereka sesuka hati. Apalagi, pembayaran bisa dilakukan melalui banyak dompet digital yang sudah awam di tengah masyarakat.
Sedangkan bagi "free member", Gunawan tak banyak menawarkan kemudahan selain sama-sama bisa mengakses seluruh konten dengan mereka yang "premium". Iklan pun masih ada dan fasilitas mengunduh tak bisa sesuka hati.
"Jumlah yang premium ada sekitar 2 ribu orang, jadi kira-kira Rp10 juta sebulan. Itu baru premium," kata Gunawan. Angka premium itu pun hanya 1 persen dari total penggunanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat juga:11 Film Action Korea yang Wajib Ditonton |
"Total pengguna saya itu ada 200 ribu. Angka itu saja ada pas kami sering off [tidak beroperasi]," katanya. "Kami juga pernah sampai dua juta kali tayang per film. Sehari tuh 100 pengguna yang mengakses sudah pasti ada," ia menambahkan.
Gunawan mengaku ia dan teman-temannya tak mempermasalahkan 99 persen pengguna mereka adalah kaum gratisan. Menurutnya, itu adalah bagian dari strategi mereka untuk menarik massa. Lagipula, mereka masih mendapatkan sedikit pemasukan dari iklan berbasis mesin pencarian yang kerap 'nongol' di aplikasi mereka.
![]() |
"Premium tuh cuma buat menarik [pengguna] doang, emang lebih tinggi layanannya tapi pasti orang inginnya gratisan," kata Gunawan. "Enggak masalah harga rendah yang penting pengguna saya banyak. Dan semakin banyak, kalo mereka percaya sama kami, Rp5 ribu itu enggak terasa,"
Gunawan mengakui bahwa pengguna mereka masih kecil. Bahkan ia menyebut, situs aplikasi yang menjadi "rujukan" dirinya saja sudah memiliki 5 juta pengguna dan bisa menampilkan banyak iklan, terutama dari situs judi yang ia sebut bisa seharga setidaknya Rp20 juta per banner.
Meski disebut kecil, pengguna aplikasi dan situs bajakan milik Gunawan sejatinya terbilang menggambarkan pengguna layanan streaming ilegal yang masif di Indonesia.
Berdasarkan survei dari perusahaan riset dan analisis data film, YouGov, yang dipublikasikan pada Desember 2019, sebanyak hampir dua per tiga atau 63 persen konsumen daring atau online di Indonesia menonton situs streaming ilegal atau situs torrent.
Para pengguna layanan ilegal tersebut menggunakan berbagai media, mulai dari situs hingga aplikasi tertentu. Bahkan 44 responden berusia 18 hingga 24 tahun mengaku menggunakan layanan ilegal tersebut.
![]() |
CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu pernah bertanya kepada sejumlah pengguna layanan streaming ilegal tentang alasan mereka masih memilih situs tersebut, mulai dari alasan ilegal lebih cepat dibanding yang legal, hingga masalah biaya.
"Kalau yang pakai IndiHome kayak saya, terus mau langganan Netflix, masa saya harus bayar paket data lagi untuk streaming? Do we have to pay that much?" kata Fredi, salah satu pengguna layanan streaming ilegal.
'Masalah' Fredi dan mereka yang memiliki problem serupa pun dijawab oleh Gunawan dan teman-temannya.
"Kami setahun dulu merintis dan enggak masalah terseok-seok. Kalau sudah banyak pengguna dan nyaman sama kami, duit mah enggak usah dicari. Iklan tinggal datang. Sama kayak YouTube saja, bedanya saya tinggal unggah film," kata Gunawan.
Meski pada faktanya banyak orang yang masih menggunakan layanan streaming ilegal, persaingan antar pelaku bisnisnya juga tetap terjadi. Gunawan pun mengaku menjadi korban dari situs ilegal yang lebih besar.
Kisah saling jegal antar layanan streaming ilegal ada di halaman selanjutnya...