REVIEW ALBUM

Melodrama Eksploratif Taylor Swift dalam Evermore

Endro Priherdityo | CNN Indonesia
Minggu, 20 Des 2020 19:38 WIB
Review album evermore Taylor Swift menyebut album ini adalah buah eksplorasi ia dan Aaron Dessner dalam musik alternatif dengan lirik metaforis yang dalam.
Review album evermore Taylor Swift menyebut album ini adalah buah eksplorasi ia dan Aaron Dessner dalam musik alternatif dengan lirik metaforis yang dalam. (AP/)
Jakarta, CNN Indonesia --

Taylor Swift kembali membuat kejutan sebelum tahun pagebluk berakhir. Pada Jumat (11/12) lalu, dua hari sebelum berulang tahun ke-31, ia merilis album kesembilannya yang bertajuk evermore.

Album itu dirilis hanya lima bulan setelah album ke-delapan, folklore, yang menuai pujian dari berbagai kritikus. Swift sendiri dalam prolog menyatakan album evermore merupakan "adik" dari folklore.

Pernyataan Swift tersebut menarik lantaran mengisyaratkan evermore memiliki banyak kesamaan dengan folklore. Namun seperti selayaknya saudara kandung di manapun, akan ada perbedaan yang terasa.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Album evermore ini mungkin, bila hanya melihat dari single pembuka willow, akan dinilai sebagai album folk mendayu seperti kebanyakan lagu folklore.

Tapi nyatanya evermore merupakan buah eksplorasi Swift dan Aaron Dessner--yang sebelumnya juga menggarap sebagian besar lagu folklore--dalam ruang musik alternative rock yang beranggut, lirik metaforis yang lebih dalam nan puitis, hingga cerita yang berpaut.

Sebagai seseorang yang telah mengikuti Swift sejak ia masih berada di kandang country, saya bisa mengatakan album evermore adalah karyanya yang paling kompleks dan kaya. Maka wajar rasanya Swift melantunkan "I come back even stronger than 90's trend" dalam willow.

Mengingat album ini mulai digarap sepekan setelah merilis folklore pada 24 Juli lalu dan kompleksitas serta kekayaan musik di dalamnya, Swift tampak benar-benar menggila dalam menciptakan musik.

"Untuk membuatnya lebih jelas, kami hanya tak bisa berhenti menulis lagu," kata Swift dalam prolog album evermore.

"Untuk mencoba dan membuatnya lebih puitis, rasanya seperti kami berdiri di tepi hutan folklorian dan punya pilihan: berbalik dan kembali atau melakukan perjalanan lebih jauh ke dalam hutan musik ini," lanjutnya.

[Gambas:Instagram]

Dalam perjalanan menyelam musik itu, pilihan Swift untuk kembali menggandeng Dessner adalah keputusan tepat yang sekaligus menjadi tantangan bagi pendengar. Hal ini karena Dessner dengan kegeniusannya menggarap musik dari instrumen konvensional, menjadi poin penting album ini.

Taylor Swift mungkin mampu menghasilkan lagu dengan lirik metaforis nan puitis dengan segala cerita tersirat juga konsep di luar rasio orang awam, namun sejauh ini Dessner adalah pihak yang mampu membuat karya imajinatif juga 'edgy' itu punya rasa yang bisa diterima orang biasa seperti saya.

Bagi saya sendiri, keterlibatan Dessner pada 14 dari 15 lagu album standar evermore ini menghasilkan rasa baru dibandingkan beberapa karya Swift terakhir yang menggaet Jack Antonoff, seperti album 1989 (2014), reputation (2017), Lover (2019), dan separuh folklore (2020).

Campur tangan Dessner yang lebih dominan dalam evermore dibanding folklore itulah yang menjadi tantangan bagi pendengar Taylor Swift, yang sudah terbiasa disuapi musik pop-ish dalam beberapa tahun terakhir.

Namun Swift tampak tak ambil pusing apakah musiknya masuk Top 40 ataukah merajai tangga lagu arus utama. Ini pun terlihat dalam lagu long story short: "No more keepin' score, now I just keep you warm. No more tug of war, now I just know there's more".

Meski dari segi sajian --atau bisa disebut sebagai karakter-- dari evermore jelas berbeda dengan kakaknya, folklore, keduanya masih memiliki kesamaan, yaitu konsep cerita dan bagaimana Swift bermain-main dengan imajinasi yang dituangkan dalam lirik metaforis nan puitis.

Swift mengisahkan banyak hal dalam album ini, mulai dari perjalanan cintanya dengan Joe Alwyn seperti pada willow, gold rush, serta long story short.

Kemudian ada cerita imajinatif karangan dirinya bersama Alwyn bertema putus cinta yang bikin ambyar, seperti champagne problems, coney island, dan evermore.

Lalu ada cerita melodrama perselingkuhan dalam ivy dan juga berbalut kriminal pembunuhan seperti pada no body, no crime, hingga cerita fiktif berparalel dalam 'tis the damn season, dorothea, juga marjorie.

[Gambas:Youtube]



Marjorie dan Dorothea

Lagu marjorie sendiri memiliki nilai khusus dalam album ini, yaitu sebuah ode untuk sang nenek dari pihak ibu, Marjorie Finlay, yang merupakan seorang penyanyi opera.

Lagu itu juga sebagai 'saudara' dari lagu epiphany dalam album folklore. Lagu epiphany merupakan persembahan untuk kakek Swift dari pihak ayah, Archie Dean Swift Jr, yang ikut berperang dalam Perang Dunia II.

Namun berbeda dengan lagu epiphany, marjorie lebih memiliki kedalaman emosi juga rasa yang personal.

Meski hanya mengenakan lirik yang sederhana, Swift mampu merangkai pesan peninggalan neneknya itu dengan penyesalan tak bisa menghabiskan lebih banyak waktu dengan Marjorie yang meninggal pada 2003 silam.

Apalagi, Swift menyertakan sampel suara Marjorie sebagai suara latar dan menambahkan emosi dari lagu ini.

"Never be so kind, You forget to be clever, Never be so clever, You forget to be kind,"

"And if I didn't know better, I'd think you were listening to me now,"

"What died didn't stay dead, You're alive, you're alive in my head"

[Gambas:Youtube]



Akan tetapi, sesuatu hal menarik terjadi dengan nama Marjorie dalam album ini. Entah disengaja atau tidak, nama dalam lagu ini juga terkoneksi secara tidak langsung dengan lagu no body no crime. Bukan Taylor Swift namanya bila tak memiliki silang keterkaitan antara satu lagu dengan yang lain. 

Dalam lagu no body no crime yang dibawakan bersama band HAIM dengan gaya country, Swift mengisahkan cerita fiktif kriminal dari pembunuhan seseorang bernama Este yang tengah menyelidiki perselingkuhan suaminya.

Namun jasad Este tak bisa ditemukan sehingga tudingan ia dibunuh oleh sang suami tak bisa diajukan.

Sementara itu, sang narator (Swift) yang merupakan sahabat Este yakin perempuan itu dibunuh suaminya. Ia pun melakukan balas dendam dengan membunuh sang suami dan kejahatannya itu juga tak menyisakan bukti apapun.

[Gambas:Youtube]



Menariknya, cerita pada lagu tersebut didukung sebuah teori dari penggemar yang berdasarkan kasus nyata. Kasus tersebut berupa seorang anak berusia lima tahun bernama Marjorie West lenyap tanpa jejak di Pennsylvania --kampung halaman Swift-- pada 8 Mei 1938 dan tak ditemukan hingga saat ini.

Bukan hanya itu. Marjorie yang merupakan anak bontot dari pasangan Shirley dan Cecilia tersebut memiliki kakak perempuan yang sekaligus saksi terakhir lenyapnya anak itu, bernama Dorothea, sama dengan tajuk sebuah lagu dalam evermore.

Di sisi lain, lagu dorothea disebut Swift mengisahkan seorang kerinduan seseorang atas gadis bernama Dorothea. Ia disebut berasal dari kota kecil kemudian pergi ke Hollywood untuk mengejar mimpi, meskipun banyak penggemar yakin bahwa karakter ini berdasarkan sosok sahabat Swift, Selena Gomez.

"A tiny screen's the only place I see you now, And I got nothing but well wishes for ya"

[Gambas:Youtube]

Dorothea dan seseorang yang digunakan sudut pandangnya dalam lagu Dorothea ini disebut Swift satu sekolah dengan Betty, James dan Inez yang muncul di lagu cardigan, betty, dan august dalam album folklore.

Sementara itu, sudut pandang dari Dorothea disebut Swift berada dalam lagu 'tis the damn season. Lagu itu mengisahkan pengalaman Dorothea kembali ke kampung halamannya untuk liburan namun ia juga sekaligus bertemu dengan cinta lamanya.

"I'm stayin' at my parents' house, and the road not taken looks real good now, and it always leads to you and my hometown,"

"I won't ask you to wait if you don't ask me to stay, So I'll go back to L.A. and the so-called friends,"

[Gambas:Youtube]

Terlepas dari kemampuan Swift dan Dessner yang tak perlu diragukan lagi dalam mengarang sebuah lagu bernarasi, sejumlah lagu eksperimental pada album evermore ini masih terasa ganjil bahkan hingga berkali-kali saya dengar.

Selain itu, jumlah lagunya yang cukup banyak juga didominasi oleh karya bukan untuk pendengar radio pop. Sehingga tak terlalu mengejutkan bila nanti capaian komersil evermore tak melebihi folklore atau albumnya yang lain.

Meski begitu, kejutan dari Taylor Swift ini tetap menjadi kado ulang tahun menyenangkan darinya jelang menutup 2020.

(end)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER