Pandji Pragiwaksono menjadi bahan perbincangan warganet setelah membandingkan organisasi Islam, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah dengan Front Pembela Islam (FPI) yang sudah dibubarkan.
Ia mengutip pernyataan Sosiolog, Thamrin Tomagola yang mengatakan pintu ulama dari kalangan ormas FPI selalu terbuka untuk membantu masyarakat. Sementara NU dan Muhammadiyah terlalu elitis.
"Sering kejadian ada warga sakit, mau berobat gak punya duit, ke FPI, kadang kasih duit, kadang ngasih surat. Suratnya dibawa ke dokter jadi diterima. Kenapa seperti itu. kata pak Thamrin Tomanggola, pintu ulama-ulama FPI terbuka untuk warga. Jadi orang mau datang bisa. Nah yang NU dan Muhammadiyah, karena terlalu tinggi dan elitis warga enggak ke situ, warga ke nama-nama besar FPI," kata Pandji.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sentilan politik bukan hal baru bagi Pandji. Pria kelahiran 18 Juni 1979 ini merupakan salah satu komika yang kerap melontarkan kelakar politik di atas panggung stand up comedy. Tak hanya mengundang gelak tawa, beberapa bit politiknya juga berhasil membuat heboh netizen di dunia maya.
Tak hanya tertarik untuk membuat lelucon bermuatan politik, Pandji bahkan sempat meramaikan kontestasi Pilkada DKI Jakarta. Saat itu ia menjadi juru bicara pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno di masa Pilkada DKI 2018. Tak ayal, pengalaman itu semakin menambah wawasan Pandji soal politik.
Dalam wawancara bersama CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu, Pandji juga turut melibatkan materi politik dalam tur dunia stand up comedy pada 2018.
"Materi politik murni ada sekitar 15 persen dari satu setengah jam. Tapi secara keseluruhan ada banyak topik yang berkaitan politik, seperti bagaimana cara kita memilih pemimpin, pembiayaan partai dan kampanye," kata Pandji saat berkunjung ke kantor CNNIndonesia.com pada Kamis (17/5).
Dengan bekal itu, ia sedikit banyak ingin memberikan edukasi politik bagi siapa pun yang hadir dalam stand up comedy yang ia gelar.
"Ada kritik untuk presiden, secara spesifik kritik soal kebijakan. Secara umum yang dibahas nanti tentang jangan idolakan politisi, tapi idolakan kebijakan. Dari kebijakan kelihatan mana yang baik dan kurang baik," kata Pandji.
Selain terkenal sebagai komika, Pandji yang memulai kariernya sebagai penyiar radio di Hard Rock FM Bandung juga terjun ke dunia seni peran. Dalam kurun waktu 2013-2020, Pandji telah ikut dalam beberapa produksi layar lebar seperti Make Money (2013), Comic 8 (2014), Marmut Merah Jambu (2014), Di Balik 98 (2015), YouTubers (2015), Comic 8: Casino Kings Part 1 (2015), 99% Muhrim: Get Married 5 (2015), Single (2015), dan Comic 8: Casino Kings Part 2 (2016).
Sejumlh film lainnya yaitu Rudy Habibie (2016), 2017 Stip & Pensil (2017), Insya Allah Sah (2017), Ayat-ayat Cinta 2 (2017), The Underdogs (2017), Si Juki The Movie: Panitia Hari Akhir (2017), Partikelir (2018), Insya Allah Sah 2 (2018), D.O.A.: Cari Jodoh (2018) Mendadak Kaya (2019), dan Mendarat Darurat (2020).
Selain masih aktif sebagai komika, Pandji juga salah satu penulis buku yang banyak menyuarakan gagasan anak muda seperti dalam buku Nasional.Is.Me, How I Sold 1000 CDs in 30 Days, Menghargai Gratisan, Merdeka Dalam Bercanda, Berani Mengubah, Indiepreneur, Menemukan Indonesia, dan Juru Bicara.
Ia juga pernah menjajaki dunia tarik suara dengan menjadi penyanyi hiphop. Salah satu karyanya yang terkenal adalah album hiphop ke 4-nya berjudul 32. Album tersebut berisi lagu-lagu tentang nasionalisme seperti Demokrasi Kita dan Indonesia Free yang mana perwujudan musikalisasi dari pidato Mohammad Hatta.
Album 32 juga berisi lagu seperti GR feat Abenk Ranadireksa (Soulvibe), lalu Untuk Sahabatku feat Davinaraja (The Extralarge) yang ia tulis sebagai persembahan kepada para penikmat musiknya selama 5 tahun berkarier.
(nly/bac)