Di masa kejayaannya, Presiden Sukarno terkenal lekat dengan paham sosialisme dari Uni Soviet. Kedekatan itu juga tertuang dalam belanga karya seni patung yang hingga kini masih berdiri megah di Jakarta.
Kedekatan ini juga diakui oleh berbagai pihak, termasuk pematung sekaligus pengajar Fakultas Seni Rupa Institut Kesenian Jakarta, Dolorosa Sinaga.
Menurutnya, beberapa patung gagasan Sukarno di Jakarta memang terinspirasi dari aliran realisme. Konsep realisme kala itu populer di negara penganut paham sosialis seperti Uni Soviet.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bung Karno tertarik dengan negara-negara sosialis. Karena desain patung di Uni Soviet sangat komunikatif, pada umumnya patungnya menggambarkan hal-hal yang berhubungan dengan semangat-semangat bangsa," kata Dolo kepada CNNIndonesia.com.
Dolo kemudian mencontohkan Patung Pembebasan Irian Barat yang menggambarkan sikap bangsa Indonesia melawan neo-kolonialisme dan imperialisme.
"Figur orang terbebas dari rantai, itu untuk menyatakan bangsa Indonesia menolak penjajahan dan penindasan manusia. Dia mengatakan Indonesia akan merdeka di atas kaki sendiri," kata Dolo.
![]() |
Ada pula Monumen Patung Dirgantara yang menampilkan sosok manusia melesat di udara. Figur tersebut merupakan perwujudan gagasan Sukarno bahwa bangsa Indonesia akan jaya di udara.
"Patung Dirgantara di Tebet dipilih di sana karena itu dulunya markas Angkatan Udara. Nah, itu ada cita-cita bahwa di masa depan Indonesia akan jaya di udara," katanya.
Begitu juga Monumen Selamat Datang yang menampilkan dua sosok dengan tangan seperti menyambut tamu. Dolo menginterpretasikan figur itu sebagai pernyataan Sukarno dalam membangun bangun bangsa, yakni terbuka dengan negara luar
"Ketiga [patung] ini komunikatif dan inilah gagasan Sukarno melihat ekspresi seni sebagai potensi yang kuat, yang bisa menggugah atau mengajak orang memahami gagasannya dalam membangun karakter bangsa," ujar Dolo.
![]() |
Dolo mengatakan bahwa Sukarno memang dekat dengan Soviet kala itu. Presiden pertama Indonesia itu memang condong bekerja sama dengan negara-negara sosialis.
Sebagaimana dilansir Russia Beyond the Headlines edisi awal Oktober 2013, terdapat beberapa bangunan di Jakarta yang menunjukkan kedekatan hubungan Indonesia dengan Uni Soviet pada waktu itu, salah satunya Patung Tugu Tani.
Monumen itu merupakan hadiah dari Tito, presiden Rusia kala itu. Patung Tugu Tani sendiri dibuat oleh pematung Rusia, Matvey Manizer dan putranya, Ossip Manizer.
Namun, jejak Rusia dan Uni Soviet paling jelas terlihat di Kompleks Gedung Gelora Bung Karno. Stadion ini menjadi fasilitas olahraga terbesar dan tertua di Indonesia.
Pembangunan kompleks ini turut melibatkan arsitek dari Uni Soviet. Tak hanya itu, Uni Soviet bahkan memberikan pinjaman khusus bagi Indonesia senilai US$12,5 juta untuk merampungkan proyek Gelora Bung Karno.
![]() |
Russia Beyond the Headlines melaporkan bahwa bangunan stadion Gelora Bung Karno mirip dengan Stadion Luzhniki yang ada di Ibu Kota Rusia, Moskow.
Ide pembuatan kompleks gedung olah raga ini pun bermula saat Bung Karno berpidato di Luzhniki tahun 1956 silam. Saat itu, Bung Karno sangat terkesan dengan stadion tersebut dan ingin Indonesia memiliki kompleks yang sama.
Bagi Dolorosa Sinaga, ambisi Sukarno dalam mendirikan bangunan-bangunan tersebut turut dipengaruhi oleh pandangannya terhadap karya seni. Sukarno melihat karya seni sebagai kekuatan untuk mengubah dunia.
"Intinya, Sukarno satu-satunya presiden yang melihat seni punya potensi besar. Sukarno ingin menyatakan kepada dunia lewat ekspresi seni, apa yang perlu dibangun. Karena dia seorang arsitek, dia lihat seni punya kekuatan yang luar biasa."
(nly/has/bac)