Jakarta, CNN Indonesia --
Berbeda dengan di Indonesia, kawasan Timur Tengah ataupun luar negeri secara umum tidak mengenal istilah semacam ngabuburit. Sebagian besar kegiatan menanti waktu berbuka adalah sepenuhnya persiapan menyajikan makanan pembuka (iftar).
Sedangkan di Indonesia, kegiatan menanti waktu berbuka bisa berisi beraneka macam hal, mulai dari jalan-jalan, menonton televisi, nongkrong di suatu tempat, memasak atau mencari iftar.
Namun bukan berarti tak ada tradisi khusus kala Ramadan. Menurut akademisi sejarah Arab dan perkembangan Islam Universitas Indonesia, Apipudin, kawasan Timur Tengah memiliki tradisi namun bukan dilaksanakan menjelang waktu berbuka, melainkan setelah waktu berbuka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau Timur Tengah itu wilayah panas pada umumnya. Jadi kalau jalan-jalan sore itu enggak enak, panas," kata Apipudin kepada CNNIndonesia.com, beberapa waktu lalu.
"Di Timur Tengah itu [era saat ini] nongkrongnya justru mulai buka sampai tengah malam. Kalau era dulu tidak pernah ada catatan," lanjutnya.
"Kehidupan itu ada di malam hari karena siang hari itu enggak mungkin berkegiatan karena kondisi alamnya. [Beda] kalau di Indonesia, malam ya tidur," katanya.
Kondisi alam tersebut yang membuat sebagian besar tradisi Ramadan justru diadakan setelah waktu berbuka alias malam hari.
Hal itu seperti terjadi di Irak, ketika para pria berkumpul untuk bermain permainan tradisional mheibes, atau tradisi mengumpulkan permen dan manisan oleh anak-anak di Uni Emirat Arab yang bernama haq al laila.
Apipudin menyebut sejumlah wilayah di Timur Tengah hanya memiliki kebiasaan berbuka puasa secara bersama, seperti di Turki. Namun kebiasaan itu disebut Apipudin hanya berlangsung sesaat menjelang berbuka, bukan berjam-jam jelang berbuka seperti tradisi ngabuburit di Indonesia.
Di sana, masyarakat akan mulai berkumpul menyiapkan buka puasa bersama di lokasi yang sudah ditentukan. Dengan cuaca yang jarang hujan, kegiatan itu pun bisa dilakukan di atap terbuka sembari menunggu matahari terbenam sebagai waktu berbuka puasa.
Meski begitu tak semua kegiatan tradisi khas Ramadan di luar negeri, khususnya kawasan Timur Tengah yang populasinya didominasi muslim, tak memiliki kebiasaan khas menjelang berbuka puasa.
Dirangkum dari berbagai sumber, berikut tiga tradisi yang ditemukan di kawasan tersebut serta di sejumlah lokasi lainnya menjelang waktu berbuka puasa:
Lanjut ke halaman berikutnya...
1. Penembakan Meriam
Sejumlah negara tercatat memiliki tradisi menembakkan meriam sebagai tanda waktu berbuka puasa, seperti di Mesir atau di Lebanon.
Tradisi yang dikenal sebagai midfa al iftar ini disebut telah dimulai di Mesir sejak lebih dari 200 tahun lalu, ketika kawasan itu dipimpin oleh Khosh Qadam dari Kesultanan Ottoman.
Kisahnya, ketika mencoba meriam baru kala matahari terbenam, Qadam tak sengaja menembakkannya dan suaranya bergema di seluruh Kairo. Hal itu membuat warga mengira bahwa ini adalah cara baru menandai buka puasa.
The Culture Trip menyebut, putri Qadam, Haja Fatma, yang kemudian meminta ayahnya untuk membuat kecelakaan itu sebagai sebuah tradisi.
Hal itu pun terus berlanjut hingga kini bahkan menyebar ke banyak negara Timur Tengah, termasuk Lebanon. Di sepanjang sejarahnya, tradisi tersebut sempat dikhawatirkan hilang ketika sejumlah meriam disita pada 1983.
Tentara Lebanon kemudian menghidupkan kembali tradisi tersebut hingga saat ini dan terus diturunkan dari generasi ke generasi.
 Ilustrasi. Jelang buka puasa, masyarakat Makkah juga memiliki tradisi unik yakni bersama-sama membawa lentera untuk memberikan penerangan di setiap sudut kota. (iStockphoto/ferozeea) |
2. Lentera di Makkah
Jelang buka puasa, masyarakat Makkah juga memiliki tradisi unik yakni bersama-sama membawa lentera untuk memberikan penerangan di setiap sudut kota.
Perkembangan zaman dan aliran listrik tak memadamkan tradisi tersebut. Hal itu masih dilakukan dari berbagai kalangan, terutama anak-anak.
Bukan hanya di Makkah, tradisi menyalakan lentera ini juga disebut The National News menyebar di sejumlah lokasi lain di kawasan Timur Tengah kala Ramadan, salah satunya di Mesir.
Bahkan sejumlah pihak menyebut Mesir adalah tempat kelahiran tradisi ini. Disebutkan, semua diduga bermula pada abad ke-10 kala Kekhalifahan Fathimiyah menguasai pesisir Afrika Utara.
Salah satu kisah soal tradisi ini disebutkan bermula dari suatu malam pada Ramadan 969 Masehi. Kala itu Khalifah Abu Tamim Ma'add al-Muizz li-Din Allah tiba di Kairo saat malam dan penduduk kota menyambutnya dengan lentera.
 Meski bukan terletak di kawasan Timur Tengah, Albania juga memiliki tradisi mirip masyarakat Timteng karena pernah dikuasai oleh Kesultanan Ottoman. (AFP/GENT SHKULLAKU) |
3. Penampilan Balada Muslim Roma di Albania
Meski bukan terletak di kawasan Timur Tengah, Albania juga memiliki tradisi mirip masyarakat Timteng karena pernah dikuasai oleh Kesultanan Ottoman.
Selama berabad-abad, anggota komunitas muslim Roma menandakan sahur dan jelang buka puasa dengan lagu-lagu tradisional yang berasal dari era kependudukan Kesultanan Ottoman.
Setiap hari selama bulan Ramadan, mereka akan berbaris di jalan-jalan memainkan lodra yang merupakan drum dengan lapisan kulit domba atau kambing.
Keluarga Muslim kerap mengundang komunitas-komunitas tersebut untuk memainkan lagu-lagu balada tradisional di rumah mereka jelang buka puasa.