Serat Centhini menjadi gerbang bagi Elizabeth D. Inandiak, budayawan dan peneliti asal Perancis untuk mendalami budaya Jawa. Sejak awal ia menilai Serat Centhini sebagai karya sastra luar biasa.
Didukung banyak pihak, ia menyelesaikan misi 'menulis ulang' Serat Centhini ke dalam bahasa Indonesia. Proses yang panjang, karena Serat Centhini mulanya ditulis dalam aksara Jawa.
Dari bahasa Jawa yang amat halus, Serat Centhini sempat dialihbahasakan ke bahasa Perancis, sebelum akhirnya di tangan Elizabeth, terbitlah buku berjudul Centhini: Kekasih yang Tersembunyi (2008).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepada CNNIndonesia.com, Elizabeth berbagi kisah di balik perjalanannya memaknai Serat Centhini. Berikut wawancara CNNIndonesia.com dengan sang budayawan dan penulis ulang Serat Centhini:
Saya menemukan ringkasan Serat Centhini dalam bahasa Perancis pada tahun 1991 di Indonesia dan saya kaget sekali membaca ringkasan itu.
Sepertinya itu adalah karya sastra yang luar biasa yang waktu itu belum diterjemahkan dalam bahasa apapun, bahkan bahasa Indonesia juga tidak. Saya merasa langsung (tertarik) walaupun dari dua halaman dan itu judulnya pengembaraan orang-orang yang tidak puas dan saya merasa keakraban langsung seperti jodoh dalam karya sastra.
Beberapa tahun setelah itu saya bertemu dubes (Duta Besar) Prancis di Jakarta. Saya bercerita Serat Centhini ini seperti Borobudur tapi dalam karya sastra, dan bahasa Jawa sangat sedikit yang menguasai bahasa sastra Jawa. Kalau bahasa sehari-hari tidak masalah bahasa Jawa di Serat Centhini sangat halus, tinggi, dan rumit. Kalau tidak diterjemahkan akan hilang seperti Borobudur.
Makin lama saya menerjemahkan makin saya kaget dan sangat mengagumi teks itu karena tidak cuma isinya yang indah, bahasanya, tetapi unsur cerita, alur ceritanya sempurna.
Alur cerita memang indah sekali bukunya panjang sekali dari cerita teman-teman saya buku ini juga dibaca oleh orang-orang terdahulu nenek moyang mereka waktu itu mereka hanya baca di beberapa bagian.
Ya, dan saya tertarik karena itu sangat universal. Jadi dalam Serat Centhini semua karakter punya sifat universal meskipun khas Jawa pembaca yang tidak tahu tentang budaya Jawa bisa tertarik dan itu yang memuat Serat Centhini luar biasa.
Ini lah tanda karya besar sastra seperti kitab Ogive dalam Yunani kuno atau Mahabarata atau Shakespeare ini juga karya yang bisa hidup berabad-abad dan bisa lintas waktu dan lintas kebudayaan. Serat Centhini adalah karya seperti itu yang harus dihargai.
Ya karena mereka terobsesi seks, ya ini kalau kita punya obsesi tentu itu yang akan kita cari memang dalam kitab Centhini. Ada mungkin sekitar 10-20 persen dari seluruh karya yang bercerita tentang senggama. Jadi ada macam-macam sifatnya ada yang seperti binatang, seperti budak, Jadi kita jadi budak nafsu kita, ada juga yang Ilahi.
Jadi seks atau senggama itu tentu tidak sama, dan di Serat Centhini digambarkan semua supaya nanti pembaca bisa memilih, bisa membandingkan. Wah kalau ya lain sekali tapi mungkin orang yang punya nafsu mereka akan tertarik dan membaca bagian itu dan tidak membaca bagian lain.
![]() |
Jadi mereka tidak memahami bahwa senggama di Serat Centhini, bukan itu. Yang empat puluh malam yang hubungan senggama Amongraga dan Tembangraras tokoh perempuan dan laki-laki itu indah sekali dan itu digambarkan 2 jilid.
Memang ada bagian yang sangat liar dan makanya banyak orang yang malu menerjemahkan bagian itu karena merasa ini tidak boleh atau dinamakan porno. Tapi yang porno itu pandangan kita, mata kita. Pandangan kita yang kotor. Yang ini (Serat Centhini) digambarkan sebagai ajaran (pendidikan seks).