Jakarta, CNN Indonesia -- Apa yang tersirat di benak ketika mendengar kata ‘ibu’?
Saya, seperti Anda semua, tentu menyayangi ibu saya. Dengan cinta yang berbunga-bunga. Karena beliau untuk saya bukan sekadar perempuan yang melahirkan dan merawat, namun ia adalah inspirasi hidup saya.
Lahir dan tumbuh di desa yang –saat itu— jangankan toko buku, listrik pun belum ada, ibulah yang menularkan kesukaan membaca sejak saya belum lagi lima tahun. Di usia empat tahun, menurut cerita ibu, saya sudah fasih baca tulis. Ibu yang mengajari saya membaca dan menulis dengan sistem yang beliau ciptakan sendiri.
Sejak itu, buku menjadi bagian tak terpisahkan dari kegiatan saya sehari-hari. Kelak ketika menulis menjadi sumber nafkah utama saya, kepada ibulah saya harus menghaturkan ucapan terima kasih karena telah memperkenalkan kecintaan terhadap dunia kepenulisan sejak saya kanak-kanak.
Saya ingat, waktu saya belum sekolah, ibu yang berprofesi sebagai guru sekolah dasar, rajin sekali membawakan saya buku cerita dan dongeng anak-anak. Buku-buku beliau pinjam dari perpustakaan sekolah tempat ibu mengajar. Saat itu rasanya hanya saya pembaca dan peminjam tetap di perpustakaan itu, bahkan hingga bertahun-tahun kemudian ketika saya sudah menjadi siswa sekolah dasar. Sejak itu, dan sampai hari ini, saya selalu merasa haus bacaan.