Untung ya, Ada Ibu.

Deddy Sinaga | CNN Indonesia
Jumat, 11 Des 2015 13:20 WIB
Menjadi ibu ternyata butuh energi besar dan kewarasan yang tinggi.
Ilustrasi (monkeybusinessimages/Thinkstock)
Jakarta, CNN Indonesia -- Walau dibilang mirip banget sama ibu, aku jarang sepaham sama ibu. Apalagi waktu jaman abege. Yang diinget itu cuma berantem, berantem, dan berantem. Enggak cuma sama ibu sih, sama ayah juga. Selalu mikir, gimana caranya bisa enggak usah deket-deket sama orang tua.

Saat kuliah yang mengharuskan ngekos, itu bagaikan cita-cita yang terkabul. Jauh dari orang tua. Bebas! Enggak ada yang ngatur! Kecuali dekan, sih ya. Sama bapak kos.

Selain kuliah, kehidupan kampus selalu diisi dengan main ke sana, main ke sini, ikut ini, ikut itu. Dari Senin sampai Senin lagi. Pulang? Enggak ada dalam kamus! Selalu Ibu dan Ayah yang nyamperin ke kos, karena aku yang enggak pernah pulang, dengan alasan banyak acara kampus.

Sampai di suatu hari, ada temen kampus yang bertanya, "Kenapa lo selalu mementingkan hang out sama temen lo dibanding sowan ke ibu, sih?"

DAR!

Dari situ, aku mulai sadar kalau aku benar-benar sudah jauh sekali sama Ibu. Mau sampai kapan kayak begini? Mau gimana pun, ujung-ujungnya pasti orang tua, kan?

Aku mulai memperbaiki sedikit-sedikit. Mulai menelepon berkala, menyempatkan pulang ke rumah, dan menghabiskan waktu untuk ngobrol sama Ibu.

Sampai akhirnya, aku menikah, hamil dan punya anak. Makin 'merasakan' jadi Ibu. Makin ke sini, makin dekat, bahkan terasa ikatan batin yang makin kuat antara aku dan Ibu.

Ibu ada di setiap perjalananku menjadi seorang ibu. Tidak cuma menemani, tapi juga membantu. Menjadi ibu ternyata butuh energi besar dan kewarasan yang tinggi.

Terima kasih, Ibu. Perjalanan berat menjadi ibu menjadi ringan karena Ibu.

Entah sudah berapa kali aku mengucap: Untung ya, ada Ibu. (ded/ded)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER