Jakarta, CNN Indonesia -- Perdebatan tentang cinta mengandung makna inheren antar kota atau antar propinsi atau antar negara atau antar dua kebutuhan tersaling memaknai hakikat peristiwa kecintaan itu. Gimana sih maksudnya. Begini, atau begitu sama dengan ‘plong’ atawa lega tapi bukan ‘bolong’, bolong tak bermakna jamak kalau plong hampir serupa tapi tak sama. Karena cinta bukan permainan dadu.
Mari mundur ke dunia masa kecil. Kegembiraan di antara beragam permainan kelereng, di sana ada kecerdasan menuju sebuah garis lingkar kapur bulat berjari-jari 5 cm, siapa mampu memasukkan kelereng tepat di tengahnya, maka dia mendapat satu kelereng, disadari atau tidak, untuk memasukkan kelereng ke dalam lingkaran memerlukan perasaan, kepekaan, tujuan mendasar. Bukan soal menang atau kalah.
Bukan soal untung rugi mendapat satu kelereng atau tidak. Di sana, pada pola permainan itu ada keterbukaan perasaan dalam kegembiraan langka pada dunia masa dewasa. Barangkali, kadang sulit menemukan kembali cinta dan ketulusan atau katakanlah cinta hilang bersama kekasih pujaan, karena suatu sebab, entah oleh apa dan kenapa, lalu kondisi umum menyebutnya cinta memang penuh misteri.
Tidak ada misteri cinta. Kecuali misterinya dipanggil oleh keinginan, untuk menghadirkan si misteri, maka bertemulah persoalan, dalam istilah umum, negatif dan positif. Cinta, sesungguhnya realitas sehari-hari dalam satu kesadaran bersama saling memberi keseimbangan, informasi, tata krama, tata kelola, pola laku gaul-menggaul, kepekaan mencintai, saling menyayangi, dua insan atau antar sahabat.
Cinta antar bangsa, antar masyarakat dan lingkungannya. Maka bertemulah komunikasi
inner culture, beragam rupa, dari siang hingga malam. Berangkat pagi menuju kerja, pulang malam atau dini hari setelah berbagai tugas usai, menuju target tujuan, cita-cita bahagia, untuk keluarga, orang tua, adik-kakak, sanak famili, biaya pendidikan dan beragai faktor kebutuhan
sub culture di lingkaran kehidupan.
Lihatlah anak-anak bermain kelereng, ketika kelerengnya berhasil masuk ke dalam lingkaran kapur. Serentak gembira, saling memberi pujian, tulus, tak ada kepalsuan, pretensi asal dikau senang. Ketika itulah terjadi interaksi kewajaran, kejujuran dan keberanian memutuskan, sebuah kelereng memasuki lingkaran kapur, sulit loh, nggak mudah, dilakukan oleh orang dewasa, nggak percaya coba aja.
Tapi jangan coba-coba bermain cinta percobaan, bisa kebakar, ya enggaklah, patah hati, iya, loh kok, ya enggak jugalah. Tak perlu ada hati patah atau jungkir balik, seperti kalimat “I Hate Monday…” Kuno. Bagaimana kalau diganti dengan “ I Love Monday…” Berangkat bekerja, ke sekolah, ke kampus, dengan semangat ‘rekreasi menuju kegembiraan’, ringan tanpa beban. Salam Indonesia Unit.
Jakarta, Indonesia, August 1, 2016.
Taufan S. Chandranegara, praktisi seni
(ded/ded)