Jakarta, CNN Indonesia -- China sebagai kekuatan baru dunia membutuhkan berbagai strategi untuk mempertahankan dan memperkuat posisinya di panggung internasional. Peningkatan kapabilitas ekonomi China membuat daya tawar politiknya semakin kuat.
Berbagai manuver politik dan ekonomi baik dalam negeri maupun dalam skala global akhir-akhir ini semakin jelas ditunjukkan oleh China. Beberapa di antaranya adalah pembentukan RCEP sebagai tandingan Trans Pacific Partnership (TPP), Asia Infrastructure Investment Bank (AIIB), sengketa laut China Selatan yang terus bergejolak, One Belt One Road Initiative, dan baru- baru ini China meluncurkan Quantum Experiments at Space Scale (QUESS), satelit kuantum pertama di dunia dari Pusat Peluncuran Satelit Jiuquan di barat laut Gurun Gobi.
Beberapa langkah strategis ini menjadikan China mendapat perhatian dunia.
Revolusi kebijakan ekonomi China pada dekade 90-an terbukti berhasil membawa China pada pertumbuhan ekonomi yang luar biasa. Pertumbuhan ekonomi tersebut terus berlangsung sampai saat ini. Walaupun akhir-akhir ini mengalami fluktuasi akibat perubahan orientasi pasar dan perubahan-perubahan yang terjadi di dalam negeri.
Tidak dapat kita pungkiri bahwa kekuatan ekonomi suatu negara bisa menjadi modal politik dalam berdiplomasi dengan negara-negara lain. Demikian juga terjadi pada China.
Seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan cadangan devisa yang melimpah, China meningkatkan kapabilitas militernya, melakukan ekspansi dagang, menempatkan perusahaan-perusahaan multinasionalnya di seluruh dunia. Di antara perusahaan itu adalah BUMN yang memiliki peran besar. China menjalin kerjasama perdagangan yang lebih intensif dengan negara-negara dan organisasi regional (ASEAN dan UNI EROPA). Semua upaya itu tentu dilakukan dengan strategi dan perhitungan untung-rugi.
Kondisi Asia hari ini menawarkan banyak peluang bagi negara-negara investor di Asia dan seluruh dunia. Menurut ADB diperkirakan antara tahun 2010–2020, Asia membutuhkan investasi sebesar US$8 trilliun untuk keseluruhan infrastruktur nasional, seperti: energi, transportsi, air, sanitasi, dan telekomunikasi. Karena itu setiap tahun Asia setidaknya membutuhkan US$800 miliiar selama periode tersebut.
China adalah salah satu negara yang mengambil bagian besar dalam memanfaatkan peluang tersebut. Seperti disebutkan sebelumnya, dalam menyambut peluang–peluang tersebut China mendirikan AIIB dan menginisiasi One Belt One Road (OBOR).
Kedua institusi ini adalah semacam paket. Di satu sisi AIIB adalah bank investasi untuk pembangunan infrastruktur. Di sisi lain OBOR adalah master plan pembangunan jalur perdagangan Asia ke Afrika dan Eropa jalur perdagangan ini juga berlaku sebaliknya.
Desain pembangunan OBOR dilakukan oleh China, jelas desain ini akan menguntungkan China. Terlihat pada bagaimana jalur ini nantinya akan melewati daerah China bagian Utara, yang belum sejahtera sebagaimana daerah selatan. Dengan OBOR diharapkan pertumbuhan akan terjadi di daerah tersebut.
OBOR initiative bukan hanya tentang infrastruktur (fisik) tetapi juga mencakup spektrum yang lebih luas. Seperti koordinasi kebijakan pembangunan ekonomi, harmonisasi standar teknis infrastruktur, penghapusan hambatan perdagangan dan investasi, membangun perdagangan bebas, kerjasama finansial, mempererat hubungan antar individu melalui pertukaran budaya dan pelajar, pertukaran tenaga ahli, kerjasama media, pertukaran pemuda dan wanita, serta aktivitas volunteer. Sehingga OBOR akan memiliki dampak spillover pada aspek sosial, ekonomi, budaya, dan lainnya.
Kemunculan OBOR initiative selain karena kekuatan ekonomi yang dimiliki China nampaknya juga berhubungan dengan kondisi domestik China saat ini. Menurut Prof. Li Yangning dari Guangdong University of Foreign Affairs, hari ini China sedang mengalami tantangan karena kehilangan daya saing disebabkan karena upah buruh yang terus naik, mata uang renminbi undervalue.
China sangat bergantung pada negara lain dalam pemenuhan energi, meningkatnya jumlah kendaraan, meningkatnya harga tanah. Walaupun terjadi pertumbuhan ekonomi, tetapi banyak juga yang harus didanai oleh China di dalam negeri.
OBOR initiative menurut saya adalah upaya untuk menghadapi tantangan tersebut, yaitu China yang mulai kehilangan daya saing. Bahwa dengan dibangunnya OBOR, China dapat terhubung dengan lebih baik dengan negara-negara pemasok kebutuhan energi. Sebaliknya dapat melakukan ekspor barang-barangnya dengan lebih efisien, sementara itu daerah- daerah yang dilewati oleh OBOR akan mendapat keuntungan karena mempermudah akses perdangan di daerah tersebut.
Belum lagi dampak spillover lainnya. Sehingga kemungkinan besar daerah utara China dapat menikmati pertumbuhan pembangunan dengan lebih baik.
Pembangunan OBOR sendiri adalah proyek yang besar. Pembangunan itu diperkirakan menghabiskan US$4 triliun, sehingga akan menguntungkan para investor terutama investor-investor dari China.
Kita belum tahu apa sebenarnya rencana China selengkapnya di balik pembangunan OBOR initiative. Yang jelas bagi kita adalah ini merupakan potongan puzzle strategi China yang sedang disusun. Kita baru bisa menduga-duga gambar apa yang hendak dibuatnya. Tetapi adalah penting bagi kita untuk membaca gambar puzzle itu secepatnya supaya Indonesia bisa menyusun strategi dan menempatkan diri.
(ded/ded)