Bandung, CNN Indonesia -- Kamu mahasiswa Universitas Padjadjaran (Unpad) yang gandrung dengan kebudayaan populer Jepang? Jika ya, kamu mungkin penasaran dan bertanya-tanya, apakah ada komunitas yang mewadahi penggemar budaya populer Jepang yang akrab disebut J-Pop, J-Culture atau jejepangan di kampus ini, yang secara umum eksistensinya terpinggirkan oleh hiruk-pikuk budaya pop Korea dan juga kebudayaan lainnya yang sedang menjamur?
Jawabannya adalah ya, ada. Di kampus Unpad terdapat sebuah wadah para penggandrung jejepangan atau yang disebut dengan
otaku, bernaung dan berkarya di tengah himpitan gelombang kebudayaan pop baru yang kini masih menjamur. Wadah itu bernama Hanashoubu Padjadjaran. Para
otaku yang menimba ilmu di kampus ini tetap menunjukkan eksistensinya, meskipun kebudayaan pop Korea juga sedang nge-tren di kalangan mahasiswa Unpad terutama dari kaum hawa.
Saat ditemui penulis di kafe Ramen Bajuri, Jatinangor, Sumedang, beberapa waktu lalu, sang ketua Ahmad Adi Fitriyadi (22) menceritakan awal mula ia mendirikan komunitas
otaku tersebut yang dimulai pada Agustus 2013. Saat itu dirinya masih berstatus sebagai mahasiswa baru alias maba, tepatnya saat masa berlangsungnya Prabu Unpad 2013.
“Saya tanya ke Prabu Unpad kira-kira di sini ada yang seneng nggak sih sama jejepangan. Awalnya saya itu anggapnya kalau yang suka Jepang itu berkaitan dengan
anime. Jadi pas saya tanya ternyata yang komentar banyak tuh, akhirnya saya berpikir bahwa ‘wah, lebih baik saya bikin komunitas aja’. Terus yang komentar itu sekarang jadi temen,” cerita pria yang akrab disapa Adi ini.
Ia menambahkan, selain untuk menyalurkan hobi, komunitas tersebut membuat anggotanya saling kenal dengan sesama
otaku dari jurusan lain.
Kini setelah hampir empat tahun berdiri, Hanashoubu Padjadjaran memiliki jumlah anggota sebanyak 165 orang sampai saat feature ini ditulis, yang memiliki berbagai minat terhadap dunia jejepangan seperti pecinta
anime (film/serial animasi Jepang),
manga (serial komik Jepang),
costume playing atau
cosplay, pecinta musik pop dan rock Jepang, dan sebagainya.
Kendati memiliki anggota yang terbilang sangat banyak, komunitas ini hanya mengadakan kegiatan kumpul bersama atau
gathering sebanyak sekali dalam satu semester. Sedikitnya frekuensi kegiatan gathering yang diadakan tersebut dikarenakan kesulitan Adi memobilisasi anggotanya yang terpisah antara Dipati Ukur-Jatinangor.
“Dulu saya pernah berpikir begini, kalau misalnya Unpad cuma satu tempatnya, itu gampang ngumpulin anak-anaknya. Karena emang beda tempat, yang satu di Bandung, yang satu di Sumedang jadinya agak repot. Jadi saya pikir-pikir memang lebih baik satu kali per semester aja karena anak Unpad itu terkenal dengan sibuknya walaupun wallahu a’lam bish shawab mereka sibuknya sibuk apa,” ujar mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Unpad angkatan 2013 itu.
Apalagi di setiap
gathering, jumlah anggota yang hadir pun dapat dihitung dengan jari. “Kadang sepuluh orang, tujuh orang. Itu mah saya tidak memaksakan ya, balik lagi ke orangnya aja maunya gimana. Karena saya kan bikin komunitas buat
sharing-sharing aja, buat nambah-nambah teman,” ujar mahasiswa yang aktif sebagai anggota Keluarga Mahasiswa Islam (Gamasis) FH Unpad itu.
Meskipun anggotanya sulit untuk berkumpul bersama, Hanashoubu Padjadjaran mulai diketahui di kalangan mahasiswa
otaku Unpad, meskipun di kampus Dipati Ukur komunitas ini masih kurang dikenal. “Anak-anak DU (Dipati Ukur, red) wajar kurang tahu karena memang nggak terlalu ramai sih kalau di DU. Ramainya di sini (Jatinangor, red), karena pusatnya memang di sini,” kata mahasiswa yang menggemari
anime bergenre kehidupan sehari-hari (
slice of life) ini.
Tidak hanya anak-anak
otaku Unpad, eksistensi komunitas ini pun juga telah tercium oleh organisasi resmi kampus yakni BEM Kema (Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa) Unpad yang mengundang komunitas ini untuk berpartisipasi dalam acara Minat Bakat Ngahiji 2016 yang merupakan pra-event Mega Forsi (Festival Olah Raga dan Seni) 2016. Hanashoubu Padjadjaran pun ikut berpartisipasi dalam acara tersebut. Pada segmen Show Off Mega Forsi 2016, komunitas ini membuka stand yang didekorasi dengan gambar-gambar dan poster anime serta tampil membawakan musik akustik.
“Menarik sih mereka (pengunjung, red) lihatnya, walaupun sebenarnya kan saya tahu di Unpad juga lebih banyak yang nggak sehobi sama kita, jadi ya kayaknya ini agak sedikit tabu, aneh begitu,” ujar Adi, yang merefleksikan bahwa hobi jejepangan faktanya memang masih terpinggirkan dan dipandang sebagai suatu hobi yang cukup aneh (
freak).
Ditanya soal rencana pengembangan Hanashoubu Padjadjaran menjadi sebuah UKM universitas, mahasiswa yang aktif sebagai pengurus di Kajian Studi Hukum FH Unpad di tahun 2014 itu mengaku dulu ia pernah terpikir untuk melakukannya. Namun persyaratan yang rumit membuat rencana tersebut belum terwujud hingga sekarang. Apalagi, Adi mendirikan komunitas jejepangan tersebut bukan untuk hal yang serius. “Buat hobi aja,” demikian ujarnya.
Pergantian Ketua Di tahun 2017 ini, Adi yang kini merupakan mahasiswa tingkat akhir FH Unpad sudah mulai disibukkan dengan persiapan pembuatan skripsi. Setelah hampir empat tahun memegang tongkat kepemimpinan komunitas Hanashoubu Padjadjaran, kini sudah saatnya ia mengestafetkan tongkat tersebut kepada penerusnya dari angkatan di bawahnya.
Adi mempercayakan Alfian Deovhana (20), salah satu anggota aktif Hanashoubu Padjadjaran untuk menjadi pemegang tongkat estafet selanjutnya dan penentu masa depan Hanashoubu Padjadjaran. Ditemui di tempat dan waktu yang sama, Alfian menjelaskan langkah-langkah yang akan diambilnya setelah nanti resmi menjadi penerus Adi.
“Langkah pertamanya itu memperbaiki segi strukturnya dulu. Jadi aturan-aturan seperti gimananya, terus dari struktur organisasinya itu sendiri juga kayak gimana, itu jangka pendeknya yang akan saya lakukan. Kalau jangka panjangnya, saya berharap Hanashoubu ini dikenalnya bukan cuma komunitas untuk menyalurkan hobi aja, tapi bisa mengembangkan minat dan bakatnya mereka,” ujar pria yang juga berkacamata itu.
Hal tersebut menurut Alfian dilatarbelakangi oleh penunjukkan ketua yang begitu spontan. Banyak yang mengira Adi adalah ketua komunitas tersebut, padahal ia adalah pendiri. Mahasiswa Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unpad angkatan 2014 itu berpendapat bahwa orang yang menemukan, mengembangkan dan yang menjadi ketua harusnya berbeda satu sama lain. Akhirnya lama-kelamaan Adi pun menjadi orang nomor satu di Hanashoubu Padjadjaran.
“Sekiranya kelebihan yang saya miliki ini tetap ikuti dan bahkan dikembangin aja, kalau yang kurangnya nggak usah diikutin. Karena kan setiap manusia itu pasti ada kelebihan dan kekurangannya,” demikianlah pesan sang ketua yang akan melepas status kepemimpinannya di komunitas jejepangan tersebut yang ditujukan untuk calon penggantinya.
Semoga Hanashoubu Padjadjaran dapat membangkitkan kembali animo mahasiswa Unpad dan juga masyarakat muda yang menggandrungi kebudayaan populer asal Negeri Sakura itu.