Tak Apa Tertinggal, Tapi Bangkit dan Kejarlah

CNN Indonesia
Kamis, 22 Jun 2017 17:11 WIB
Dengan menyadari ketertinggalanmu berarti kau memiliki amunisi untuk bergerak dan mengejarnya. Kamu ada di bagian yang mana?
Ilustrasi (Foto: ANTARA FOTO/Yusran Uccang)
Bandung, CNN Indonesia -- Apa yang kamu rasakan saat merasa tertinggal? Merasa pusing atau takut atau bahkan terancam? Selamat berarti kamu berada dalam tahap yang aman.

Mengapa aman? Karena kamu menyadari apa hal yang menjadi kekuranganmu dan kamu telah memiliki amunisi untuk memperbaikinya bahkan mengejarnya. Menyadari adalah kunci dalam setiap kondisi yang bisa membuatmu terlepas dari jebakannya dan mulai untuk bergerak keluar untuk memperbaikinya.

Ya, terkadang kita baru menyadari atas suatu hal yang dikatakan sebagai sebuah kekurangan. Memang benar sekali setiap manusia memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Kita pun disarankan untuk memperbaiki dan menguatkan apa yang menjadi kelebihan kita.

Yap, kekurangan yang dimaksud di sini adalah sebenarnya sebagai suatu poin yang paling menjadi minat dan bakat dalam hidupmu. Kekurangan yang ketika diperbaiki akan mendukung kualifikasi dirimu sendiri dan menunjang untuk mewujudkan apa yang menjadi tujuan dalam hidupmu.

Saya sendiri menyadari poin tertinggal ini. Bila kilas balik pada saat saya masih mengenyam pendidikan tingkat sekolah hingga bangku kuliah saat ini maka pola tertinggal dan berlari saya terlihat.

Pada saat saya masih belajar di Sekolah Dasar (SD), saya cenderung murid yang belajar ke sekolah karena kesadaran bahwa sekolah itu wajib dan maka dari itu saya perlu ke sekolah sama halnya dengan teman-teman yang lain.

Selebihnya saya sangat menyukai menyukai olahraga lebih dari belajar akademik di kelas. Di kelas bila sedang mata pelajaran olahraga, saya hampir selalu jadi yang terbaik. Misalnya saat tes lari, di antara teman-teman perempuan saya paling cepat atau saat bermain bola voli dan nomor atletik lainnya.

Hal ini pun berlanjut saat menempuh jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP). Saya belum menyadari hakikat belajar ke sekolah seperti apa. Saya masih menyukai olahraga di atas segalanya. Saya bersekolah di sekolah yang terhitung biasa saja.

Namun, saya masuk ke salah satu kelas di antara dua kelas yang menggunakan metode belajar disesuaikan dengan Sekolah Standar Nasional (SSN). Belajarnya menggunakan buku bilingual, membiasakan komunikasi di kelas menggunakan bahasa Inggris, hingga terdapat les tambahan yang sifatnya wajib dalam beberapa mata pelajaran seperti Matematika, Biologi, Fisika hingga Bahasa Inggris.

Sejujurnya saat itu saya merasa tidak nyaman dan tidak suka dengan cara belajar seperti itu. Saya pun bingung karena mengapa bisa masuk ke dalam kelas tersebut. Bila dibandingkan dengan anak-anak yang lain, saya ini termasuk siswa yang suram. Alias jejeran murid kelas SSN yang lemot dan sering sekali diremidial dalam beberapa mata pelajaran. Itu disebabkan saya sama sekali tidak memahami makna belajar dan tidak memiliki motivasi atau ambisi apapun.

Yang saya pikirkan saat itu hanya hal yang saya sukai yakni olahraga. Saya memiliki cita-cita menjadi seorang atlet bulutangkis yang berprestasi dan bisa membanggakan Indonesia. Dan saya pun mengikuti pelatihan bulutangkis di desa saya, yang di dalamnya peserta pelatihan adalah laki-laki semua kecuali saya. Namun, karena keinginan kuat saya menjalaninya dengan senang hati dan antusias.

Namun, memang nampaknya jalan saya bukan di dunia olahraga saya tidak melanjutkan pelatihan saya disebabkan semakin sibuknya aktivitas akademik di kelas. Hingga saat ini bulutangkis adalah impian terpendam saya yang hanya bisa dikenang.

Setelah menjalani 3 tahun di SMP saya pun lulus namun nilai kelulusan saya tidak setinggi teman-teman di dua kelas SSN tersebut. Nilai rata-ratanya sebenarnya bagus namun bila dibandingkan dengan siswa-siswa di kelas SSN lainnya nilai saya masih lebih kecil. Di kelas pun saya hanya bisa mencapai urutan 20 besar.

Pada poin tersebut saya merasa jatuh. Baru kali ini saya merasa jatuh dan merasa bodoh atas pencapaian yang saya dapatkan. Sebelum-sebelumnya saya tidak perduli atau malu bila nilai pelajaran saya di bawah batas nilai dan mengakibatkan saya perlu remidial. Dari situlah saya bertekad untuk bangkit dan mengejar ketertinggalan saya saat di SMA nanti.

Di SMA pada tahun pertama kami belajar semua mata pelajaran baik dari bidang sosial maupun pengetahuan alam. Pada tahun pertama, sebelum sekolah dimulai lebih tepatnya saat masih masa liburan saya meminta bantuan ibu saya untuk meminjam buku mata pelajaran kelas X pada kakak tingkat saya yang satu sekolah dengan saya. Apa tujuannya? Tujuannya untuk saya baca dan pelajari. Jadi ketika masuk SMA saya sudah memiliki bekal. Waktu liburan saya isi dengan membaca dan mempelajari beberapa mata pelajaran.

Begitu saya masuk SMA, saya pun benar-benar mengubah pola belajar saya. Saya rajin mengulas kembali bahan ajar dalam satu hari sepulang sekolah dan mengerjakan latihan soal-soal di buku Lembar Kerja Siswa (LKS). Hasilnya saya langsung melesat dan memperoleh peringkat 1 di kelas.

Saya seorang siswa yang jangankan masuk peringkat 5 besar, masuk urutan 20 besar saja mungkin adalah keajaiban saat SMP. Saya benar-benar bersyukur dan mengapresiasi perjuangan dan perubahan dalam diri saya. Hal ini disebabkan saya telah menyadari bahwa saya tertinggal dan belajar untuk memperbaikinya.

Tahun kedua di SMA kami sudah harus memilih untuk masuk ke kelas jurusan pengetahuan alam (IPA) atau sosial (IPS). Saya pun memilih IPS, meski saat itu tercipta stigma bahwa siswa-siswa yang pintar itu masuk IPA sedangkan siswa yang pemalas bahkan disebut bodoh itu masuk IPS. Stigma yang sebenarnya salah karena ini bukan soal jurusan melainkan masing-masing individu itu sendiri.

Saya sendiri memilih IPS karena saya lebih menyukai mata pelajaran ini dan menunjang cita-cita saya saat itu yang ingin berkutat di bidang ilmu komunikasi.

Di 2 tahun tersebut saya tumbuh menjadi siswa yang termasuk siswa ambisius. Saya sangat fokus belajar akademik di kelas. Namun, tidak mengikuti organisasi seperti OSIS atau organisasi kesiswaan yang lain.

Saya hanya ikut ekstrakurikuler bola voli karena saya sangat menyukainya. Meski eskul Pramuka diwajibkan namun saya sering sekali kabur di tengah kegiatan berlangsung (jangan ditiru). Karena saya hanya memfokuskan dan berambisi di akademik.

Ya.. hasilnya saya selalu mendapat peringkat 1 sejak duduk di bangku kelas X hingga XII. Bahkan di tahun kedua dan ketiga saya selalu memasuki jejeran peringkat pararel di sekolah.

Saya pun bisa diterima di Fakultas Ilmu Komunikasi dengan mudah lewat jalur SNMPTN. Hal yang sangat saya syukuri dan membahagiakan karena akan menjadi jalan saya dalam mewujudkan impian menjadi pembaca berita dan jurnalis hebat. Pada awalnya saya merasa kaget juga saat belajar di program studi ilmu jurnalistik yang fokus di bidang penulisan. Sebelumnya saya tidak memiliki minat ataupun bakat di bidang penulisan.

Namun, kesempatan yang bisa saya kuliah di Fikom Unpad saya sadari tidak boleh disia-siakan. Pada awal-awal semester saya sudah melihat teman-teman saya yang karya tulisan dimuat di media. Saya pun memulai untuk menulis di media meski bukan tugas kuliah.

Menulis karena ingin gagasan dan ide saya bisa dimuat di media dan dibaca oleh banyak orang. Awalnya tulisan saya sering sekali ditolak di salah satu media cetak. Namun, saya terus mencoba dan mengirimkan tulisan terbaik saya. Hingga akhirnya tulisan saya mengenai jurnalisme bisa dimuat di salah satu koran.

Dan untuk selanjutnya seperti membuka jalan untuk karya-karya tulisan saya yang telah dipercaya dan dimuat oleh media tersebut. Saya pun bisa mendapatkan apresiasi baik berupa pujian dan masukan dari dosen dan apresiasi dalam bentuk honor.

Saya ketagihan untuk menulis dan tetap menulis untuk media cetak maupun online. Hingga jalan baru pun terbuka. Saat ini saya sudah menjadi pembicara (speaker) dalam bidang media dan jurnalisme. Meski terhitung masih baru. Namun, saya sangat senang bahwa pintu untuk bermanfaat bagi orang lain sudah terbuka lewat menulis dan menjadi pembicara. Semuanya itu disebabkan saya menyadari bahwa saya tertinggal.

Selain itu, di kampus saya baru mulai untuk berorganisasi karena baru menyadari bahwa pengalaman dan ilmu bisa diperoleh melalui organisasi tidak hanya di kelas. Saya benar-benar masih pendatang baru di dunia organisasi. Dari mulai menjadi anggota yang kadang masih sering mager (males gerak) hingga akhirnya saya belajar soal kepemimpinan dan amanah lewat organisasi yang saya ikuti.

Hingga akhirnya saya berusaha menjadi pengurus yang baik dan bisa berkontribusi dan sekarang saya memiliki amanah sebagai pemimpin redaksi di Pers Mahasiswa kampus juga di web milik Bakti Nusa, karena saya merupakan penerima manfaat beasiswa aktivis nusantara tersebut.

Saya terus diarahkan oleh Tuhan untuk bisa menyadari atas segala kekurangan dalam diri dan diberikan kesempatan untuk memperbaikinya. Tentunya saat ini saya masih sangat banyak memiliki kekurangan yang saya sadari, terkadang ada rasa malas namun ingat akan kesadaran bahwa tertinggal membuat diri selalu termotivasi untuk bergerak.

Jadi, tak apa kawan bila merasa tertinggal. Dengan menyadarinya berarti kau memiliki amunisi untuk bergerak dan mengejarnya. Selamat memperjuangkan impianmu!

Sssttt saya pun tidak malu dengan menceritakan ketertinggalan saya. Tak apa, yang penting saya menyadarinya dan juga semoga membuka kesadaran teman-teman yang lain. Terlebih dari itu, ini sebagai pengingat bagi diri sendiri.
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER