Destinasi Liburanmu: Melirik Kampung Sisi Citarum

CNN Indonesia
Sabtu, 24 Jun 2017 08:43 WIB
Tentang sebuah kampung yang kecil dan religius di sisi Sungai Citarum. Benarkah tak boleh dimasuki mereka yang bukan beragama Islam?
Gerbang masuk kampung Mahmud di Bandung (commons.wikimedia.org/SU05Anisa)
Bandung, CNN Indonesia -- “Kampung Mahmud itu dibuat sama Sembah Eyang Dalem Haji Abdul Manaf yang nyebarin agama islam di daerah bandung awal-awal,” ujar Haji Syafeii.

Sebagai tokoh masyarakat Kampung Adat Mahmud, Haji Syafeii bukan semata-mata memiliki tujuan aneh. Ia ditunjuk oleh masyarakat dan ditugaskan untuk melanjutkan tugas tokoh lainnya yang sudah meninggal.

Jika hanya melihat dari luar, kampung ini tidak berbeda dengan kampung-kampung lainnya. Keramahan penduduknya, suasana akrab antar warga, hingga suasana yang ditimbulkan, tidak berbeda dengan kampung-kampung pada umumnya.

Adanya pertokoan-pertokoan kecil di tengah kampung memperlihatkan suasana hidupnya kampung ini. Jangan takut untuk bertanya! Jika terlihat bingung, warga sekitar biasanya inisiatif untuk bertanya dan membantu orang luar seperti saya.

Kampung kecil ini ternyata memiliki banyak hal unik di dalamnya. Banyak hal baru yang biasanya tidak kamu temui di kampung-kampung pada umumnya. Tak kalah luar biasa, masa lalu kampung ini juga cukup membuat kita duduk manis mendengarkan sejarahnya.

Kampung yang diberi nama Kampung Mahmud ini merupakan kampung yang memiliki nilai historis yang tinggi. Siapa sangka, kampung kecil ini merupakan kampung yang memiliki peranan besar dalam penyebaran agama Islam di kota Bandung. Sembah Eyang Dalem Haji Abdul Manaf adalah tokoh penting sekaligus pendiri dari kampung ini.

Sebelum didirikannya kampung ini, Eyang Dalem Haji Abdul Manaf mendapat ilham agar membawa pulang segenggam tanah dari Mekkah sebagai syarat berdirinya kampung ini. “Eyang Dalem Abdul Manaf mendapat ilham bahwa tempat ini harus diberi syarat, harus diberi bibit tanah dari Mekkah. Akhirnya beliau membawa tanah dari Mekkah dan disimpan di sini,” ujar H. Syafeii.

Tempat ziarah
Sebagai kampung yang memiliki nilai ke-Islam-an yang tinggi, tak jarang kampung ini selalu ramai didatangi orang dari luar. Makam Mahmud menjadi tempat yang dikeramatkan di sini.

Makam para wali tersebut selalu ramai didatangi peziarah. Kebiasaan berziarah tidak hanya dilakukan oleh warga kampung saja, melainkan juga peziarah dari luar. “Sebagai kampung yang terpuji, kampung ini memang diperuntukkan untuk penziarahan,” ungkap H. Syafeii.

Tak tanggung-tanggung, peziarah yang datang bisa dari mana saja. Tak jarang ada peziarah datang dari luar Jawa Barat. “Dari Surabaya, dari Jawa Tengah, pernah datang ke sini,” tambahnya.

Letak Makam Mahmud di dalam kampung ini agak sedikit mengecoh. Tidak ada petunjuk arah yang digunakan untuk menunjukkan lokasinya. Karena kampung ini adalah kampung kecil, semua jalan kecil terlihat sama dan tidak terlihat ada yang istimewa. Mulai dari sini, seperti yang sudah saya katakan di awal, bertanya pada penduduk sekitar memang lebih tepat. Pasti ada saja yang bersedia mengantarkan ke lokasi.

Sayangnya, saya tidak datang di waktu yang tepat. Sehingga, peziarah yang datang tidak banyak. Biasanya, makam dan kampung ini sendiri akan ramai menjelang hari besar agama Islam. Namun pada hari biasa, makam akan ramai didatangi pada malam Jumat. “Biasanya ramai saat hari Kamis malam Jumat. Tapi sekarang mah biasanya banyak saja yang datang,” ujar Hasanah, warga kampung yang sudah menetap sejak lahir.

Pernyataan tersebut juga dibenarkan oleh H. Syafeii, “Yang ziarah masih banyak terutama tiap malem jumat, tepatnya jumat kliwon”.

Semua peziarah tentunya memiliki satu tujuan yang sama. “Tujuannya mah, Tawassul. Ziarah, berdoa ke Allah, Tawassul kepada eyang minta tolong doain eyang,” kata H. Syafeii. “Kan doa eyang mah pasti dijawab, sama eyang tolong sampaikan ke Allah," tambahnya.

Tawassul sendiri dalam agama Islam adalah berdoa kepada Allah melalui suatu perantara. Dengan adanya makam para wali di kampung ini, sudah sejak lama kampung ini menjadi salah satu tempat wisata rohani umat muslim.

Kepercayaan pada leluhur
Penduduk Kampung Mahmud memang masih memegang teguh kepercayaan pada leluhurnya. Sehingga memang masih ada pantangan leluhur zaman dulu yang masih dilakukan sekarang. Tidak boleh membuat sumur, menembok rumah, menggunakan kaca, menggunakan atap genting, menabuh bedug dan gong, tidak boleh memelihara kambing dan bebek, adalah pantangan yang dibuat oleh leluhur zaman dulu. Namun, seiring hal-hal yang terjadi zaman sekarang, ada beberapa pantangan yang sudah dilakukan.

Karena letak kampung yang memang di sisi sungai Citarum, tidak diperbolehkannya membuat sumur karena memang akses air yang mudah. “Kalau mau air tinggal ke sungai. Tapi karena sungai Citarumnya sudah kotor dan bau, kita jadi membuat sumur untuk mandi dan minum,” ujar H. Syafeii.

Di kampung ini, tidak akan ditemui rumah besar dan mewah yang begitu berbeda dibandingkan rumah lainnya. “Rumah mah yang sederhana saja, asal teduh dan nyaman,” tambahnya.

Bentuk awal rumah di kampung ini adalah rumah panggung yang menggunakan bambu. Namun sekarang, sudah susah ditemui adanya bambu. Sehingga akhirnya masyarakat diperbolehkan membangun rumah menggunakan bata. “Itu juga sebelumnya harus izin eyang dulu, baru dibolehkan,” ujar Hasanah sembari menunjuk rumahnya.

Kampung yang terbuka
Banyak isu miring mengenai kampung ini yang dibaca di internet. Ada yang mengatakan bahwa kampung ini tidak memperbolehkan mereka yang tak beragama Islam untuk masuk ke kampung ini. Hal tersebut tentu saja saya pastikan langsung kepada H. Syafeii. “Nggak apa-apa, silaturahmi, karena memang sudah seharusnya kalau silaturahmi mah. Tidak ada salahnya silaturahmi,” ujarnya.

Namun memang, bahwa pengunjung yang tak beragama Islam hanya diperbolehkan masuk sebatas kampung saja, tidak sampai makam.

Ternyata memang apa yang dikatakan oleh H. Syafeii benar. Di salah satu rumah warga, saya melihat ada warga asing yang sedang asyik memotret. Warga yang ada juga menyambut dengan baik sang fotografer tersebut. “Saya suka memotret kehidupan warga kampung di Indonesia,” ujar Marius Moragues, sang pengunjung.

Terlihat bahwa kampung ini terbuka memang kepada siapapun yang hadir. Dulunya memang, kampung ini agak sedikit tertutup. Namun tetap, semua yang mau datang ke kampung ini harus menghormati adat kampung ini. Akan lebih baik jika memakai pakaian yang pantas. Untuk perempuan, akan lebih baik jika ditambah menggunakan kerudung.
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER